Kupikir, ada jutaaan aksara tambahan di akhir terdiamnya dirimu. Mungkin saja bergantian megapnya berpindah ke diriku. Pun riuhnya menjadi tenang.Â
Harapku terlampau tinggi. Kamu hanya terdiam seribu bahasa dan  berlalu secepat itu.
Kita
Kita, melintasi jalur yang hampir bertemu, tapi selalu saja berpaling sebelum saling berhadapan. Kita, saling merasakan kehadiran satu sama lain, namun tidak pernah benar-benar bertemu.
Kita, melangkah ke ujung jalan yang hampir bertemu. Merasa ada yang hilang. Â Ada rasa ingin tahu yang tak pernah reda, pun rasa takut yang menghentikan langkah.
Kita, sering berpapasan, namun seperti terbatas dinding  yang menghalangi. Kita, duduk berdampingan, berbagi cerita, dan memahami satu sama lain dengan lebih baik. Seperti kumpulan puzzle yang akhirnya bersatu menjadi satu gambar utuh.
Mengapa pergi?
Kita, kamu dan aku, ingin mengakhiri masa lalu. Ingin membebat lukanya yang masih tersisa.
Nyeri.
Mencoba memulai kisah baru bersama. Â Memulai sebuah petualangan yang tak terduga. Â Mengisi kekosongan yang tak terdefinisikan.
Menggengam rindu yang tak berujung, Â melewati perjalanan yang tak selalu rata. Kadang terhempas dalam lara yang pedih. Dalam sejuta tanya yang tidak terjawab.
Mengapa  memilih untuk pergi?