Ketika Kompasiana menawarkan topik dengan tema Kartini di Kompasiana, sesungguhnya dalam pikiran saya telah terbersit beberapa nama. Saya kemudian mencoba membuatnya dalam daftar para Kartini yang akan ditulis.Â
Mencoba menuliskan kelebihan mereka. Mencoret beberapa nama, kemudian menambahkan beberapa nama lain. Menghapus lagi. Bolak balik kayak setrikaan. Tambal sulam dimana-mana.Â
Akhirnya sampai pada kondisi kebingungan yang hakiki. Tidak jadi menuliskan nama tertentu. Khawatir ada yang kecewa, takut ada hati yang tersakiti, lalu booom!Â
Bisa jadi semangat menulis para  puan di Kompasiana langsung lenyap, entah kemana. Sibuk mengurus ini dan itu, sedang berada di zona lemah sinyal kemudian dijadikan tameng ketika ada yang bertanya mengapa sudah jarang menulis?Â
Ah, padahal bukan itu tujuan Kompasiana mengeluarkan topik kali ini.Â
Lantas, mengapa pada akhirnya saya tidak menuliskan para puan berdasarkan nama mereka, ini dia alasannya.
Setiap perempuan memiliki sisi yang unik
Tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap manusia terlahir unik. Termasuk perempuan. Tidak dapat diduplikasi oleh siapapun. Bahkan oleh kembarnya sekalipun.Â
Meskipun makhluk ciptaan Tuhan ini  membawa kromosom yang sama, kromosom  XX, lantas tidak serta merta membuat mereka memiliki sifat dan sikap yang sama.Â
Keunikan setiap perempuan di Kompasiana dapat dilihat dari setiap tulisan yang menjadi ide mereka. Â
Saya banyak menemukan tulisan-tulisan bagus yang ditulis oleh para Kartini dan menjadi sumber belajar terbaik buat saya.Â
Mulai dari hal yang menginspirasi, tentang relasi dengan semesta, tentang lingkungan, tentang kesehatan dan masih banyak tulisan lainnya yang luar biasa dan tidak dimiliki penulis lainnya.Â
Itu karena mereka memiliki sisi yang unik. Kalau kata judul lagu yang viral itu, Ojo Dibandingke. Tidak perlu dibanding-bandingkan.Â
Metode pendekatan hati
Perempuan dikarunia dengan kelembutan, dan sejatinya, siapapun yang ada di sekitar mereka akan merasakan kelembutan itu. Lisan atau tulisan.Â
Tulisan di Kompasiana yang ditulis oleh penulis perempuan akan dikenali dengan mudah. Berbeda dengan penulis laki-laki yang cenderung lebih logis, tulisan seorang perempuan umumnya lebih mengedepankan sisi kelembutan hati mereka.
Miliaran sel saraf atau neuron yang ada di otak setiap makhluk yang bernama perempuan, akan mengirimkan sinyal ke seluruh tubuhnya. Menggerakkan pikiran mereka untuk menyampaikan sesuatu dengan bahasa mereka sendiri. Bahasa hati.
Banyak pesan penting tentang sebuah relasi, tentang lingkungan, alam semesta, tentang hidup itu sendiri yang disampaikan dengan cara berbeda oleh seorang penulis perempuan.Â
Mereka percaya bahwa kekuatan pesan yang disampaikan dari hati, pasti akan sampai di hati pembaca yang membutuhkan artikel atau tulisan yang dibuat.
Melawan  keterbatasan
Fakta bahwa kian hari, jumlah penulis perempuan di Kompasiana semakin meningkat, Â mengindikasikan kuatnya animo perempuan untuk menjadi bagian dari sejarah perjalanan sebuah literasi.Â
Perempuan sering dituntut untuk dapat melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Â Beberes rumah, mencuci, memasak, mengurus anak dan lain sebagainya. Sungguh perjuangan yang tidak mudah.Â
Bagi seseorang yang memiliki hobi menulis, tentunya harus pandai mengatur waktu agar dapat menyalurkan hobi tersebut di sela-sela kesibukan. Bukanlah hal yang mudah, harus bisa multi tasking. Apalagi bila tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga.
Bisa jadi, untuk sebuah tulisan, bisa selesai dalam waktu dua atau tiga hari, bahkan lebih. Terkadang, saat ide menulis sedang kencang-kencangnya mengalir gemoy, kandas seketika ketika cucian di sudut ruangan menanti dengan setia.Â
Bisa dipastikan setiap penulis perempuan  di Kompasiana memiliki kisah tersendiri saat membuat sebuah tulisan.Â
Beri ruang untuk pengembangan diriÂ
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang perempuan mampu mengeluarkan 20 ribu kata sehari, sedangkan laki-laki hanya mampu sepertiganya saja, tujuh ribu kata. Sungguh fantastik! Tidaklah mengherankan ketika tulisan perempuan cenderung lebih panjang dibandingkan tulisan laki-laki.Â
Menulis, memberikan ruang khusus bagi penulis untuk mengalirkan ide di dalamnya. Ketimbang kaum hawa ini melakukan atau membicarakan  hal menye-menye unfaedah, dengan menulis membuat mereka terhindar dari banyak hal negatif di sekitarnya. Rasa percaya diri semakin meningkat adalah salah satu manfaat yang didapat dari menulis.
Meski kadang dianggap terlalu sentimentil, baper, bahkan dianggap tidak berkualitas oleh sebagian orang, tulisan seorang penulis perempuan layak untuk diapresiasi.Â
Bukankah kita tidak pernah tahu, bagaimana proses membuat sebuah tulisan, kisah yang ada di balik tulisan yang dibuat, atau pesan penting yang hendak disampaikan di dalamnya.
Selamat Hari Kartini, para puan yang hebat.Â
Teruslah menulis dan memberi inspirasi bagi sesama.
Biarkan semangat Kartini terus menyala di dalam jiwamu
Karena engkau hebat dan engkau sungguh luar biasa!
Kupang, 23 April 2023
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H