Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jogja Terbuat dari Rindu

26 Juni 2022   18:15 Diperbarui: 26 Juni 2022   18:44 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari, diiringi hentakan musik campursari (dokpri)

Menelusuri kembali Jogjakarta. Kota yang penuh kenangan. "Jogja terbuat dari rindu", katanya.  Memanggil pulang semua kenangan dalam rasa yang penuh haru.  

Seperti mimpi rasanya, bisa merasakan kembali sensasi musik jalanan di Jogja yang menggetarkan kalbu. Bersyukur, saat ini  dapat menikmati kembali suasana yang mengantarku sampai ke titik ini, setelah melewati pandemi Covid yang panjang dan meresahkan.

Bagi mereka yang pernah berkencan dengan kota ini, pasti akan sepakat. Ada 'sesuatu' yang selalu membawa  kembali ke sini, seakan terus terhubung. "Jogja itu, ibarat pacar. Ditinggal,  kok ngangenin." Aiiihh...

Mungkinkah gudeg manisnya yang manis, semanis kenangan di dalamnya?  Mungkin pula angkringan yang selalu nangkring dengan setia menunggu mereka yang ingin mengisi perut, meski dengan isi kantong terbatas.  Entahlah.

Banyak perubahan

Sebagai seseorang yang pernah berada di kota ini selama dua tahun, tentu sangat merasakan perbedaan yang besar kali ini.

Melintasi Jalan Solo menuju pusat kota,  lampu hias yang indah dan bangku taman seolah menawarkan kehangatan dalam perjalanan.  

Deretan pedagang kaki lima yang dulunya memenuhi trotoar sepanjang RS Bethesda hingga perempatan Gramedia, kini berganti dengan area bagi pejalan kaki yang tertata rapi.  

Pejalan kaki kini mendapatkan ruang yang cukup luas dan nyaman untuk melintas di sana. Bangku taman dan lampu hias berderet indah sepanjang jalan.

Area yang lengang dan bersih di emperan pertokoan Malioboro (dokpri)
Area yang lengang dan bersih di emperan pertokoan Malioboro (dokpri)

Memasuki kawasan Malioboro, pemandangan berbeda dari biasanya, terpampang nyata. Emperan toko yang sebelumnya digunakan pedagang untuk memajang barang dagangannya, kini telah lengang. Bersih. Wajah toko yang dulunya tertutup, sekarang terlihat jelas dari seberang jalan.

Lampu dan bangku taman yang cantik (dokpri)
Lampu dan bangku taman yang cantik (dokpri)

Para pengunjung yang melintas di area Malioboro, kini mendapat ruang yang cukup nyaman untuk berinteraksi. Setelah berbelanja atau sekedar cuci mata sepanjang pertokoan yang menawarkan aneka batik, kaos warna warni dengan tulisan menggelitik, serta pernak-pernik lainnya bernuansa Jogja, pengunjung dapat beristirahat dengan nyaman sepanjang area khusus pengunjung.

Area yang dilengkapi dengan bangku taman, serta  tempat duduk berbentuk bulat, menjadi alternatif lain bagi pengunjung untuk beristirahat atau sekedar bercengkerama.  

Pada beberapa titik juga disediakan   tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, untuk mencegah penularan Covid19. 

Namun sayangnya, kesadaran pengunjung untuk menempatkan sampah yang dihasilkannya pada tempat sampah yang tersedia, masih rendah. 

Plastik, sisa makanan, botol minuman atau gelas minum plastik berserakan sepanjang lorong pengunjung. Padahal, pengelola setempat telah menempatkan tempat sampah setiap beberapa meter. 

Perlu menempatkan pesan-pesan kesehatan pada titik tertentu untuk menjaga agar lingkungan sekitar tetap terjaga kebersihannya dan membiasakan pengunjung untuk tertib terhadap diri sendiri. 

Teras Malioboro

Area terbuka Teras Malioboro (dokpri)
Area terbuka Teras Malioboro (dokpri)


Para pedagang di emperan telah dipindahkan ke lokasi yang diberi nama 'Teras Malioboro'.  Terdapat dua lokasi, yaitu Teras Malioboro 1 dan 2; terletak pada ujung bagian utara  dan bagian selatan Jalan Malioboro. 

Tertarik akan isi pemandangan  Teras Malioboro 2, Saya pun masuk ke dalamnya. Pada gerbang depan dihiasi lampu berwarna biru dengan tulisan Teras Malioboro. Lahan terbuka pada  bagian depan cukup luas, diperuntukkan bagi pengunjung untuk  berfoto atau sekedar duduk melepas lelah setelah berbelanja.

Bagian depan Teras, diperuntukkan bagi penjual pakaian dan sebagainya. Bagian belakang dipakai sebagai lokasi untuk menjual makanan. Warung-warung lesehan yang  dulunya terletak sepanjang trotoar Malioboro, direlokasi ke Teras Malioboro pada bagian belakang. 

Lokasi yang dipakai untuk berjualan cukup luas, dan lorong yang memisahkan antar blok juga cukup lapang. Namun, karena pengunjung cukup ramai di masa liburan sekolah seperti sekarang,  tetap perlu bersikap hati-hati untuk menjaga keamanan diri, terutama dalam hal penggunaan masker. 

Bersikap waspada juga penting, demi keamanan barang bawaan masing-masing.

Kendaraan bermotor dilarang melintas

Saat ini, para pejalan kaki dapat menikmati kebebasan untuk beraktivitas sepanjang Malioboro pada jam-jam tertentu. Pembatasan arus kendaraan bermotor diberlakukan di Malioboro setelah jam 6 sore hingga jam 9 malam. 

Pengunjung yang membawa kendaraan bermotor dapat menitipkan kendaraannya pada beberapa titik yang telah disediakan dan tidak menghambat arus lalulintas di kawasan Malioboro. 

Skuter yang disewakan bagi pengunjung (dokpri)
Skuter yang disewakan bagi pengunjung (dokpri)

Hanya becak dan andong yang diperbolehkan melintas di Jalan Malioboro pada jam tersebut. Tersedia penyewaan sepeda maupun skuter dengan harga terjangkau. 

Fotografer jalanan pun beraksi, menawarkan jasa pemotretan dengan harga yang murah namun hasil yang luar biasa. Menggunakan gawai sendiri pun sudah cukup untuk merekam kenangan di tempat ini. 

Sekelompok pemuda memainkan instrumen campursari Cendol Dawet yang sedang populer, menggunakan musik tradisonal. Dua penari di depannya sangat menikmati hentakan musik yang merasuk. Mengajak pengunjung di sana untuk ikut menggerakkan tubuh seirama hentakan musik. 

Penari, diiringi hentakan musik campursari (dokpri)
Penari, diiringi hentakan musik campursari (dokpri)

Pada sisi yang berbeda,  sekelompok anak muda lainnya memainkan lagu-lagu kekinian.  Beberapa lagu dimainkan dengan nada yang indah.  Lagu-lagu dari Indonesia Timur pun  dimainkan dengan nada yang lembut dari sana. 

Hari semakin larut. Betapa ingin untuk tetap berada di sana, menikmati getaran dalam alunan musik yang dimainkan, namun perjalanan esok hari telah menunggu. Sayup terdengar syahdu, terbawa angin malam, lagu yang sangat ku kenal.

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
penuh selaksa makna.....terhanyut aku akan nostalgia
saat kita sering luangkan waktu, nikmati bersama suasana Jogja

Kupang, 26 Juni 2022

Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun