Hadeuh....Lebih mirip anti badai, tapi tidak anti air! Sangat tidak cocok untuk tipe orang yang grasa grusu, tak sabaran sepertiku.Â
Masalah pertama datang ketika waktu keramas tiba. Tanpa disadari, air bilasan mengenai mata. Rasa perih menyebabkan mata mengalami iritasi selama beberapa hari. Ah, ternyata susah ya memelihara kepalsuan yang menempel di wajah ini.Â
Tanpa sadar kita hidup dalam kepalsuan
Cerita tentang bulu mata palsu adalah salah satu contoh bagaimana kita masih suka hidup dalam kepalsuan. Menyembunyikan keaslian diri, menolak kondisi diri sendiri, padahal sebenarnya menyakitkan ketika itu dilakukan.
Sejujurnya, saat menggunakan bulu mata palsu pun keadaanku tidak baik-baik saja, namun keinginan untuk terlihat cantik dan menarik dengan mata yang lebih berbinar menutupi rasa ketidaknyamananku.
Banyak usaha dilakukan agar kita terlihat baik, bersembunyi di balik kepura-puraan. Mengesampingkan rasa yang tidak nyaman hanya untuk sebuah ego.Â
"Asal bapak senang" kira-kira begitulah perumpamaannya.
"Demi kau aku rela" kata anak-anak jaman milenial "Apa sih yang enggak buat kamu, say"
Demikianlah sifat manusia. Kita sering menutup keburukan kita dengan banyak kepura-puraan, memakai topeng di wajah kita dengan maksud tertentu. Memang tidak semuanya buruk, namun butuh usaha yang ekstra keras untuk menutup keaslian sifat kita.Â
Namun sesuatu yang berlebihan, terkesan dibuat-buat. Pura-pura terlihat bahagia padahal hati kita sedang terluka. Berusaha menyenangkan hati orang lain, sementara dalam hati menolak atau menggerutu.
Memaksakan diri membeli barang mahal agar dipandang orang, padahal kondisi keuangan menipis.
Banyak alasan mengapa orang bersikap penuh kepalsuan
Ada begitu banyak alasan mengapa seseorang tidak berani menjadi dirinya sendiri, dari alasan yang masuk akal hingga yang di luar nalar.Â
Ketakutan terhadap berbagai hal, seperti takut ditolak, takut tidak diperhatikan, takut menyinggung perasaan menjadi salah satu alasan mengapa orang bersikap pura-pura.Â