Hubungan internasional merupakan sebuah komponen penting suatu negara dalam kancah internasional. Dalam berhubungan internasional, kedua negara atau lebih akan melakukan perjanjian internasional. Perjanjian ini merupakan sebuah pengingat dan landasan hukum mereka bahwa mereka bekerja sama dalam bidang tertentu dengan tujuan tertentu yang telah mereka sepekati di atas kertas. Dalam perjanjian internasional, terdapat tiga tahap yang perlu dilakukan. Pertama, sebuah perundingan yang merupakan pembahasan tentang kerja sama mereka dana pa yang ingin dicapai di kemudian hari.Â
Kedua, penandatanganan yang dilakukan oleh perwakilan negara atau para menteri. Ketiga, ratifikasi yang dilakukan oleh parlemen setelah proses penandatanganan. Salah satu bidang yang disepakati untuk dilakukannya kerja sama ialah bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan, sebuah cita-cita negara telah tercantumkan yaitu 'mencerdaskan kehidupan bangsa'. Oleh karena itu, negara Indonesia melakukan kerja sama dalam bidang pendidikan demi mencapai cita-cita tersebut. Kerja sama itu dilakukan dengan Australia.
      Pada akhir 2016, terdapat sebuah pertemuan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia dan pertemuan antara delegasi dari Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan mitra mereka yaitu Department of Education and Training (DET) Australia. Pertemuan yang dilakukan ini dinamakan Joint Working Group (JWG). Bagi Kemendikbud, pertemuan ini sudah terlaksana 13 kali, sedangkan bagi Ristek dan Dikti, hal ini masih terjadi dua kali. Pada data Agustus 2016, pelajar Indonesia yang bersekolah di Australia sebanyak 17.712 orang, sedangkan pelajar Australia yang sedang melakukan magang atau program setahun telah mencapai 2000 per tahunnya.Â
Salah satu topik utama yang dibahas dalam pertemuan JWG tersebut ialah pendidikan vokasi. Indonesia sangat mengharapkan akan sebuah kualitas yang memumpuni dalam bidang industri dan pasar kerja dari lulusan perguruan tinggi atau pada tingkat sekolah menengah atas karena pendidikan vokasi di Australia merupakan salah satu yang terbaik. Lebih dari itu, fasilitas yang diberikan disana memfokuskan para pelajar untuk langsung siap menuju dunia kerja. Para wakil Indonesia itu juga meminta lebih lanjut nantinya agar pendidikan vokasi juga dapat dilakukan di dalam negeri melalui proses pembahasan kurikulum dan pembangunan fasilitas di Indonesia.
 Dalam menghadapi sebuah tatanan pada era baru ini, Indonesia sangat membutuhkan tenaga terampil yang bukan hanya dibutuhkan di dalam negeri, tetapi juga dibutuhkan di pasar internasional. Kedua negara, Indonesia-Australia, telah sepakat untuk melakukan kerja sama pendidikan, pengajaran, dan penelitian. Oleh karena itu, kerja sama itu dituangkan dalam nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani kedua belah pihak untuk diimplementasikan dalam waktu dekat.
      Kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Australia dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan vokasi demi mencapai sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan kancah internasional tidak mungkin mengeluarkan biaya atau anggaran negara yang sedikit. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah menganggarkan Rp 6 triliun untuk pendidikan vokasi di tahun 2018, sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,9 triliun pada tahun 2018 demi melakukan pelatihan vokasi terhadap 150.000 tenaga kerja Indonesia.Â
Menteri keuangan, Sri Mulyani, yang telah rapat dengan kabinet terbatas menyatakan bahwa dana alokasi program vokasi juga akan dibantu oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) sebesar Rp 100 triliun dan mendapat persetujuan oleh presiden, wakil presiden, dan sejumlah kementerian. Anggaran yang telah dipaparkan di atas merupakan dana pendidikan vokasi yang akan dilakukan di dalam maupun luar negeri.Â
Dan seberapakah dana yang digunakan untuk pendidikan vokasi di luar negeri seperti yang telah disepekati Indonesia dan Australia demi memberikan sebuah kualitas yang terbaik bagi tenaga kerja Indonesia maupun pelajar yang bersekolah di sana? Apakah dari setiap perjanjian internasional dengan negara lain tidak membutuhkan sebuah dana, selain membangun infrastruktur atau fasilitas?Â
Dan pertanyaan yang membuat saya terheran heran ialah mengapa Australia yang sebagai negara maju mau menerima Indonesia untuk bekerjasama dalam bidang pendidikan meskipun itu tidak akan memberikan sebuah keuntungan bagi Australia dalam bidang ketenagakerjaan? Masih banyak negara maju yang setara dengan Australia dalam bidang pendidikan yang mampu untuk diajak kerja sama demi membangun perekonomian dan sumber daya manusia yang lebih memumpuni. Kenapa harus Indonesia.
      Australia merupakan negara maju yang perekonomiannya nomor 13 sedunia dan cukup jauh jika dibandingkan dengan Indonesia yang menempati posisi 36 pada tahun 2017-2018. Australia juga telah dinilai bahwa dia merupakan salah satu dari yang terbaik dalam pendidikan vokasi di dunia, sedangkan Indonesia masih dalam urutan 96 pada kesiapan teknologi dan efesiensi pasar tenaga. Setelah itu, Indonesia melakukan perjanjian dengan Australia yang menempati posisi atas itu. Untuk Australia, sebenarnya tidak ada untungnya untuk bekerjasama dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan itu.Â
Akan tetapi, suatu pernjanjian dan kerjasama internasional tidak akan berhasil jika kedua belah pihak tidak saling setuju dan mendapat keuntungan atau tujuan yang mereka inginkan. Indonesia yang menginginkan tenaga kerja yang terampil sehingga dia mengalokasikan anggaran negara dalam bidang pendidikan vokasi tersebut, sedangkan Australia apakah mereka juga ingin magang di Indonesia dan mengambil sebuah program studi yang rentang waktunya 1-2 semester. Menurut saya, itu tidak mungkin.