Mohon tunggu...
Theo Merentek
Theo Merentek Mohon Tunggu... -

Pemimpin Redaksi Buletin Andragogi 2012-2013, Kepala Unit HUMAS Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKI-Tomohon 2012, Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia 2011, Pengurus Pelayanan Siswa Kristen Indonesia (PELSIS) Cabang Tomohon 2013.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Sekarat

6 Juni 2013   08:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:28 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

v

Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah akhir dari sebuah perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Rentetan peristiwa yang mengharukan, gugurnya para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia sehingga mencapai titik kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah 68 tahun kemerdekaan Indonesia seolah hanya sebuah kisah yang harus diceritakan kepada semua orang. Indonesia memiliki catatan sejarah emas dalam bidang korupsi didunia. Ini adalah sebuah pencapaian yang dihasilkan dari para pemimpin yang tidak tahu malu. PEMILU memang telah menghasilkan pemimpin yang memiliki legitimasi politik yang kuat. Namun legitimasi politik ini seolah hanya menjadi sebuah alat untuk berkuasa dan bukan diperuntukan bagi masyarakat. Dalam proses mencari legitimasi politik ini, para pemimpin belajar retorika untuk merebut hati masyarakat agar mendapat kepercayaan. Legitimasi politik ini banyak disalahgunakan oleh para pemimpin publik, berbagai cara dilakukan untuk mencuri apa yang bukan milik mereka. Sehingga tidak sedikit pemimpin di bangsa kita yang menginap didalam hotel prodeo. Dari beberapa pemimpin yang mengalami kasus seperti ini, ada beberapa pemimpin sebelumnya dengan lantang menyuarakan perlawanan terhadap korupsi, bahkan dengan sikap yang berani dan tegas bak ksatria menyerukan siap digantung di monas bila ditemukan mencuri uang rakyat dan alhasil sikap bak kesatria itu dipatahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sangat disayangkan kejadian-kejadian seperti ini terjadi di Indonesia, praktik dagang sapi dalam dunia politik telah membuat masyarakat tidak percaya lagi dengan kata-kata yang dilontarkan oleh "bos-bos" yang menumpang di kantor milik rakyat tersebut. Janji-janji yang diucap pada saat perjuangan memperoleh legitimasi politik seolah hanya menjadi kata-kata penghibur bagi masyarakat yang benar-benar rindu dengan perubahan.

Lepas dari kenyataan bahwa pembangunan fisik (politik dan ekonomi) Indonesia mengalami kemajuan pesat. Namun dengan prihatin dapat dikatakan juga bahwa gerakan reformasi selama 15 berlangsung sudah gagal terutama dalam membangun karakter bangsa yang bermental dan bermoral "Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Pada beberapa waktu yang lalu saat memperingati hari kesaktian Pancasila, ada beberapa tokoh besar di Negara ini yang tidak lagi mengetahui secara jelas isi dari Pancasila tersebut. Sehingga di kalangan masyarakat sering mengungkapkan bahwa "isi Pancasila saja tidak hafal apalagi implementasinya" memalukan memang. Namun itulah kenyataan yang terjadi. Bangsa kita saat ini paling tidak telah mengantongi berbagai krisis, baik krisis komitmen etis, krisis keteladanan, krisis kecerdasan dan kreatifitas, krisis kapasitas dan manajerial, krisis tanggungjawab dan krisis kewibawaan. Sebagai bagian dari civil society tentunya kita sangat berharap ini akan berakhir dengan cepat.

Restorasi paradigma berpikir dalam dunia pendidikan adalah salah satu kunci untuk mengembalikan kejayaan bangsa ini. "Manusia di Panggung Sumikolah" adalah buku kecil yang ditulis oleh Prof. W. J. Waworoentoe yang menggambarkan bagaimana seorang DR. GSSJ Ratulangi atau yang sering dikenal dengan DR. Sam Ratulangi dengan semangat menerapkan wawasan sumikolah di tanah Minahasa. DR. Ratulangi pada intinya ingin mendorong pengembangan pendidikan yang komprehensif dan berkualitas bagi manusia Minahasa secara khusus dan Indonesia secara umum. Di abad yang penuh dengan krisis multidimensial ini para pemimpin publik dituntut untuk kembali bercermin dari sejarah tranformasi intelektual daerah masing-masing. Sebagai contoh, tradisi transformasi intelektual " Wawasan Sumikolah" yang pernah berkembang di Tanah Minahasa pada abad ke-19 dan memberikan dampak yang sangat besar dalam perkembangan Indonesia secara umum dan Bangsa Minahasa secara khusus. Di awal abad ke-20 bukti dari wawasan sumikolah inipun membuahkan hasil, ketiga nama ini Thomas, Warouw dan Weydemullur telah mencatatkan diri mereka sebagai Dokter perempuan pertama Bangsa Indonesia. Demikian juga dengan Annie Manoppo yang adalah Sarjana Hukum perempuan pertama Bangsa Indonesia dan Babe Palar sebagai diplomat pertama Indonesia. Sejarah ini hendaknya menjadi dasar perjuangan para pemimpin publik saat ini. Budaya boleh berbeda, namun bangsa Indonesia adalah warisan suci para Founding fathers yang perlu kita jaga dan kita kembangkan. Kalau pemimpin publik di Indonesia saat ini sudah tidak lagi memiliki rasa malu untuk melakukan korupsi, mafia peradilan dan konspirasi politik, maka Indonesia ini akan menuju pada kehancuran dan hanya satu kalimat yang mungkin akan kita dengar dari anak dan cucu kita nanti, yaitu "Malu jadi orang Indonesia"

Refferensi :

1. Syamsuddin Haris. Krisis Kepemimpinan Politik, Demokrasi dan Tantangan 2014; Presentasi seminar AIPI di Manado 17 Januari 2013

2. dr. Bert A. Supit. Aktualisasi Visi dan Falsafah Sumikolah dan Si Tou Timou Tumou Tou DR. Sam Ratulangi Mengatasi Krisis Pendidikan Sumber Daya Manusia di Minahasa/Indonesia; Buletin Andragogi FKIP UKIT Edisi No.2 Vol.1 Tahun 2013

3. Theo Ch. Merentek. Pendidikan di Tengah Krisis Kepemimpinan, Kompasiana. 10 April 2013

Suluun, 20 Mei 2013

LOVE AND RESPONSIBILITY FOR INDONESIA

Theo Ch. Merentek

*Mahasiswa Semester IV Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKI-Tomohon

*Pemimpin Redaksi Buletin Andragogi

E-mail : theo_merentek@live.com HP. 085298253569

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun