Mohon tunggu...
nizar maulana
nizar maulana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Visión: Berkedip

3 Mei 2016   00:23 Diperbarui: 3 Mei 2016   00:49 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ke kosku dulu ya, ngambilhelm”

“Nggak usah lah, ini udah aku bawain!”, ujarnya sambil menyodorkan kepadaku sebuah helm, helm berawarna pink polkadot, huh, yang benar saja!

Kami pun langsung berangkat ke toko buku itu. Benar dugaanku, macet total. Mobil-mobil berdesakan, pengendara motor yang tidak sabaran menerjang trotoar karena terburu-buru, pejalan kaki yang juga tidak sabaran mengambil selasela jalanan untuk menyebrang. Dan tentu saja keringat kami bercucuran akibat mesin-mesin mobil yang kepanasan.

Setelah berjuang melawan kemacetan, akhirnya kami sampai di salah satu toko buku yang terkenal seantero negeri ini. kamipun masuk dan disambut oleh dinginnya AC. Ampun, sejuknya membuatku ingin berlama-lama disana.

“kamu nggak nyari buku juga?”, ujar Wiwi, “aku nyari buku disana, kalo nyari aku, ya palingan disana, atau nggak jauh-jauh dari sana”

Aku berjalan menuju ke arah rak buku yang berisi buku-buku sejarah, dan membaca beberapa buku yang plastik-nya sudah terbuka. Tidak tahu siapa yang membuka, tapi yang jelas aku berterima kasih kepada orang-orang nakal yang membuka plastik buku-buku di toko ini, sehingga kami, orang-orang yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku, dapat membaca dan mengambil ilmu dari buku-buku gratisan ini.

Ketika sedang asyik-asyiknya membaca buku, tiba-tiba saja telingaku diriuhkan dengan suara gadis kecil yang menangis sendu, dan sekali lagi, orang-orang seolah tidak mendengar suara itu. Aku meletakkan buku itu kembali ke tempat semula dan mencari dimana asal suara itu. Tidak, tepatnya siapa yang sedang menangis.

Aku menyusuri setiap rak buku yang ada di toko buku ini. satu rak buku, dua rak buku, tiga rak. Hmm.. tidak ada tanda-tanda ataupun keberadaan gadis kecil yang sedang menangis.

“Mbak, ada gadis kecil nangis dari tadi, kayaknya nyariin orang tuanya, kok dibiarin aja sih?”, protesku kepada salah seorang penjaga toko buku tersebut.

“anak nangis? Dimana mas? Dari tadi saya jaga disini tidak mendengar suara gadis kecil nangis.”

Kami berdua akhirnya akhirnya pergi mencari keberadaan gadis kecil itu. Mbak-mbak petugas toko itu masih tidak percaya jika aku mendengar suara gadis kecil yang sedang menangis. Bahkan seisi toko ikut ricuh karena perdebatan kami yang semakin panjang lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun