Mentari sore itu menyanjung malam
Anak-anak tanah mendiskusikan mimpi
Dalam deburan debu di satu pojok bumi
Bahwa relativitas kebenaran mengikuti arah kepentingan penguasa
Kata-kata pecah dari bibir yang terkatup di hadapan bulir rupiah
Sementara Ilah menjadi dalih pembenaran yang akurat
Sungguh telah firman Tuhan menjadi legitamasi ego intelektual yang membosankan
Desir angin masih menderu pelan
Mentari sore itu menyanjung malam
Anak-anak awan melepaskan lelah dalam pangkuan surga
Bisik-bisik mereka mengaung pelan-pelan
Bahwa keadilan tertakar dengan kedekatan pertaliansosial
Semua dapat diatur sepanjang hukum menjadi karikatur penghakiman
Dan hegomoni kata mendominasi rasio kebijaksanaan
Sementara kitab menjadi tabu makna dalam discursusnya
Sungguh ayat ayat keadilan menjadi dalih retoris yang membingunkan
Rembulan mendongak dalam kebimbangan kala mentari sore itu menyanjung malam
Anak-anak air mengalir pelan dengan gemerisiknya
Bahwa garis ideologi mereka mengalir ke muara yang tercemar
Arus kepentingan menjadi episentrum distrik yang sempat pecah
Dan medan magnetis itu adalah hujan fatwa yang dikumandangkan oleh ifrit yang rajam
Sementara epidemi "keumatan dan kebangsaan" reok bersama tumpukan sampah
Dan terbuang dalam kubangan sejarah
Sungguh hitam tak lagi hitam dan hijau tak lagi hijau
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H