Setiap tanggal 9 Februari diperingati hari pers nasional. Sebuah penyebutan yang salah kaprah dan mengerdilkan sejarah sebenarnya pers nasional. Kesalahkaprahan ini akibat masih berlakunya Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Keppres yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985 itu menyebut Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari yang merupakan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI lahir pada 9 Februari 1946. Tapi pers nasional telah lahir sejak era melawan kolonial Belanda.Â
Kebangkitan pers nasional sudah berlangsung sejak ratusan tahun sebelumnya lahirnya PWI. Pada kurun 1774 hingga 1746 terbit koran "Bataviasche Nouvelles" di Jakarta. Selanjutnya, pada 1900, Abdul Rivai menerbitkan koran berbahasa Melayu, yakni Pewarta Wolanda. Dua tahun setelahnya, Abdul Rivai kembali menerbitkan koran berbahasa Melayu, yakni Bintang Hindia. Berikutnya koran Medan Prijaji yang diterbitkan oleh Tirto Adhi Surjo pada 1 Januari 1907.Â
Kalaupun mau merujuk PWI sebagai organisasi wartawan pertama kali di Indonesia, hal tersebut juga tidak tepat. PWI bukan organsasi wartawan pertama di Indonesia. Di tahun 1914, Mas Marco Kartodikromo lebih dahulu mendirikan Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Bahkan organisasi wartawan lainnya Sarekat Journalist Asia (1925), Perkumpulan Kaoem Journalist (1831), dan Persatoean Djoernalis Indonesia (1940) telah lahir lebih dulu sebelum PWI.Â
Dengan demikian sangat tidak tepat menyebutkan hari lahir organisasi wartawan dijadikan tonggak sejarah Hari Pers Nasional. Sejarah pers Indonesia tidak dimulai dari lahirnya PWI pada 1946.Â
Justru di saat rezim Orde Baru berkuasa selama 32 tahun, PWI menjadi bagian dari rezim yang mengekang kebebasan pers. PWI yang merestui dan menjadi bagian yang ikut membredel tiga media massa: Majalah Tempo, Majalah Editor dan Tabloid Detik.Â
Presiden Jokowi Harus Luruskan SejarahÂ
Sebagai pemimpin yang tersohor dengan gagasan perubahan dan revolusi mental, Jokowi harus berani menerobos kejumudan hari pers nasional. Ketidakhadiran Jokowi di HPN 2015 di Batam, adalah sinyal Jokowi ingin melakukan perubahan. Menjelang HPN 2016 ini Jokowi sebaiknya harus mengambil langkah-langkah strategis untuk meluruskan HPN. Â
Jokowi tidak perlu ragu lagi kalau Hari Pers Nasional bukanlah 9 Februari. Presiden Jokowi harus berani mencabut Keputusan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985, yang menyebut Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari (bertepatan dengan hari ulang tahun PWI).
Pekerjaan rumah berikutnya, Jokowi perlu menerbitkan Keppres baru yang menugaskan sebuah komisi nasional untuk menelaah dan melacak sejarah kebangkitan pers nasional. Hasil dari komisi inilah yang akan ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional. Sudah jelas, tidak ada unsur keterdesakan yang mengharuskan Presiden Jokowi mendatangi HPN. Jokowi harus menuntaskan polemik hari kebangkitan pers nasional.Â
Pesta Wartawan Indonesia Pakai Duit PemerintahÂ