Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi tertua di Indonesia seharusnya mengembangkan dan membina potensi anggotanya agar menjadi guru yang lebih profesional. Namun, fungsi itu kian memudar sejak dipimpin oleh Sulistiyo.
Sejak pemilu presiden (Pilpres) 2014 lalu, anggota PGRI diarahkan untuk memilih calon presiden Prabowo Subianto. Indikasi itu terlihat dari bocornya data alamat guru dan sekolah ke tangan tim sukses Prabowo. Sehingga surat dari tim mereka bisa sampai ke tangan para guru di seluruh Indonesia.
Masih dalam kampanye pilpres, setelah modus pengiriman surat untuk guru terbongkar, Sulistiyo yang juga sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menghembuskan isu penghapusan tunjangan profesi guru. Jelas saja, ada guru yang termakan dengan berita fitnah tersebut. Namun, lagi-lagi ini tidak bisa menghalangi laju kemenangan Jokowi-JK.
Setelah jagoannya kalah dalam pilpres, ia terus bermanuver layaknya partai oposisi untuk merongrong pemerintahan Jokowi-JK. PGRI selalu berseberangan sikap dengan pemerintah.
Pada September lalu misalnya, ia bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pimpinan Said Iqbal mengultimatum akan mengepung istana. Ini terkait dengan sertifikasi guru. Bahkan, mengancam akan melakukan mogok mengajar secara nasional. Publik tahu jika Said Iqbal selama ini adalah sosok yang anti Jokowi.
Selain itu, isu penghapusan tunjangan profesi guru (TPG) juga terus dihembus-hembuskan agar para guru membenci Jokowi. Meski hal adalah fitnah dan sudah dibantah oleh Mendikbud Anies Baswedan.
PGRi juga terus menggalang opini untuk menggembosi program pemerintah. Program Uji Kompetensi Guru (UKG) yang jelas-jelas untuk meningkatkan kompetensi guru jika dipelintir. Sulistiyo menuding itu hanya proyek untuk menghabiskan anggaran negara. Di banyak media massa ia juga menuding bahwa UKG hanya merepotkan guru dan tidak ada gunanya.
Padahal jika mau jujur, apa sih yang sudah dilakukan PGRI untuk meningkatkan kompetensi guru? Nol besar. PGRI seharusnya mendukung program pemerintah yang secara serius dan konsisten meningkatkan profesionalisme guru. Dengan begitu, kesejahteraannya pun akan meningkat.
Sebagai politisi berkedok guru, Sulistiyo dikenal licin dalam menggulirkan isu. Pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) ilegal yang diselenggarakan PGRI misalnya, ia mencatut nama Presiden Jokowi yang akan menghadiri acara tersebut. Padahal, jelas-jelas pemerintah sudah memperingati HGN pada November lalu yang dihadiri Presiden Jokowi. Realitasnya kemudian, peringatan HGN versi PGRI itu terbukti tidak dihadiri oleh Presiden.
Â