Mohon tunggu...
Renggo Warsito
Renggo Warsito Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sertifikasi Bikin “Oemar Bakri” Tersenyum

12 November 2015   08:51 Diperbarui: 12 November 2015   08:51 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal lirik lagu hymne guru berjudul “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”?

Lagu ini pasti akrab di telinga setiap murid sekolah karena sering dinyanyikan di sekolah.Terutama pada saat perayaan Hari Guru Nasional yang jatuh pada setiap 25 November.

Istilah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” bahkan kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru. Guru kerap dikesankan sebagai kelompok masyarakat yang melakukan pekerjaan “tulus” tanpa boleh menuntut hak dan kesejahteraanyang semenstinya. Bukan hanya persoalan gaji, kesejahteraanmenyangkut kelancaran dalam kenaikan pangkat, rasa aman, perlindungan hukum, dan kenyamanan dalam menjalankan profesi pun dirasa tak boleh didapat seorang guru. Tugas mulia guru dalam dunia pendidikan semakin mempertebal ikon “pahlawan tanpa tanda jasa” ketika kesejahteraan guru terabaikan.   

Kesan ini yang terus dikikis pemerintah selama satu dekade belakangan ini. Dari tahun ke tahun, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berusaha menggodok persoalan ”tanda jasa” melalui tunjangan profesi guru. Guru memang bukan satu-satunya elemen penentu keberhasilan pendidikan. Tetapi tidak berlebihan apabila posisi guru dianggap sebagai kunci keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Jadi, sebagai sebuah profesi, sudah sewajarnya guru diperlakukan secara profesional sesuai hak-hak profesinya, termasuk kesejahteraannya. 

Kemendikbud berusaha mengubah paradigma dari semulaguru harus dimulaikan karena kurang sejahtera menjadi guru harus dimuliakan karena memiliki kompetensi, kredibilitas, dan profesionalisme. Merujuk pada Pasal 8 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Di satu sisi, Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengamanatkan, selain menerima gaji, guru juga mendapatkan tunjangan dan fasilitas. Aturan ini diperinci pada Pasal 80 ayat 2 bahwa tunjangan tersebut meliputi tunjangan kemahalan dan tunjangan kinerja. Artinya, seiring meningkatnya kompetensi guru, kesejahteran guru juga meningkat. 

Pemerintah pun memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikasi. Tunjangan profesi diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Sejauh ini, pemerintah telah menyelesaikan sertifikasi untuk 1.580.267 guru dalam jabatan dan sebanyak 166.770 guru akan selesai proses sertifikasi hingga akhir 2015. Lalu, pemerintah berencana melakukan sertifikasi sebanyak 547.154 guru yang diangkat setelah tahun 2005 pada 2016-2019 melalui program pendidikan profesi guru dengan biaya sendiri.

Kebijakan memberi tunjangan profesi guru merupakan bagian realisasi atas komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru di Indonesia sesuai amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bahkan, tahun depan (2016) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 80 triliun untuk membayar tunjangan guru yang telah tersertifikasi. Anggaran tunjangan profesi ini naik Rp 3 triliun dari tahun sebelumnya. Tujuannya, tunjangan ini mampu memberikan angin segar bagi guru untuk berbuat lebih dalam mendidik siswanya. Harapannya adalah guru dapat lebih fokus dalam merancang pembelajaran, mengaplikasi hasil rancangannya, dan mengevaluasi hasil pembelajaran tanpa dikejar-kejar tuntutan ekonomi.

Dengan begitu, Omar Bakrie yang digambarkan lusuh, miskin dan bermuka kecut akan nampak semringah karena sejahtera***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun