Mohon tunggu...
Renggo Warsito
Renggo Warsito Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Guru Harus Punya Kompetensi?

25 Oktober 2015   03:23 Diperbarui: 26 Oktober 2015   02:40 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah ungkapan berbahasa Arab berbunyi: Ath-thoriqotu ahammu minal maadah, wal mudarrisu ahammu min kulli sya’i. Artinya, metode pembelajaran lebih penting daripada materi pembelajaran, dan guru lebih penting dari segalanya.

Ungkapan ini mengandung makna bahwa seorang pengajar harus menguasai materi yang akan disampaikan. Namun, ada hal yang lebih penting daripada itu, seorang guru harus menguasai metode yang menentukan proses pembelajaran. Guru yang menguasai metode lebih baik ketimbang guru yang cuma menguasai materi.

Ini berarti dalam pembelajaran, yang terpenting adalah guru. Semua metode, media, referensi, dan sebagainya tak akan berarti bila guru tak mampu memerankan tugasnya dengan baik. Hal ini seperti halnya koki yang pintar meracik menu ketimbang tukang masak biasa yang cuma hafal bumbu. Daftar bumbu bisa disalin, tapi koki susah dicari gantinya.

Melihat pentingnya posisi guru dalam dunia pendidikan, maka sumber daya manusia (SDM) yang unggul adalah hal mutlak dalam proses pembelajaran. Seorang guru harus memenuhi standar pendidik yang dapat dicapai dengan memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik. Hal ini tak bisa ditawar karena sudah diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Beleid tersebut memberi pengakuan bahwa guru adalah tenaga profesional yang setara dengan profesi lain seperti dokter, pengacara, dan seterusnya.

Dalam Pasal 2 ayat 1 1 UU No 14 Tahun 2005 disebutkan, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara tenaga profesional dalam UU tersebut terlebih dahulu sudah diatur dalam Pasal 1 butir 4 yang menyatakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Sebagai tenaga profesional, tentu saja ada konsekuensi atau standar kelayakan yang harus ditempuh seorang guru (Pasal 8 UU No 14 Tahun 2005). Salah satunya, seorang guru wajib memiliki kompetensi. Atau amanat UU ini bisa diartikan apabila guru tidak mampu memenuhi kompetensi, maka akan gugur keguruannya.

Secara etimologis, kompetensi berasal dari bahasa Inggris dengan kata dasar compete atau berarti bertanding, bersaing, berlomba. Kemudian dijadikan kata benda menjadi competence atau competency yang berarti kemampuan, kecakapan, atau wewenang. Lalu, ada beberapa pengertian kompetensi secara terminologis. Misalnya, seperti dirumuskan UU No 14 Tahun 2015 yakni, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dihayati, dan dikuasai oleh seorang dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Sedangkan, pada Pasal 1 UU No 14 Tahun 2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Jadi, kompetensi guru adalah himpunan pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki seorang guru dan ditampilakan untuk situasi mengajar. Dengan kata lain, kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Pasal 10 ayat 1 UU No 14 Tahun 2005 menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ada 4 kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Misalnya, mampu memutuskan mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana suatu materi mendukung tujuan pengajaran dan bagaimana memilih jenis-jenis materi yang sesuai untuk keperluan belajar siswa.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia yang menjadi teladan bagi peserta didik. Misalnya, selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik sesama guru, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Misalnya, berkontribusi terhadap perkembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru dapat membimbing peserta didik untuk memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalan Standar Nasional Pendidikan. Sebut misal, kemampuan perencanaan program proses belajar mengajar. Ketentuan lebih lanjut perihal kompetensi guru juga diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari paparan di atas sangat jelas bahwa program kompetensi guru sangat penting bagi tenaga pendidik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengajar profesional. Program kompetensi guru menjadi standar mutlak guru dalam meningkatkan kualitas mengajar agar tercapai tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru juga bisa sebagai upaya pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Diharapkan, guru tak lagi sekadar menyampaikan materi pembelajaran saja, tetapi lebih dari itu: harus mampu memiliki sikap Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karso, Tutwuri Handayani (di depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, membangkitkan semangat dan kreatifitas, serta di belakang memberi motivasi, mengawasi, dan mengayomi. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun