Joko Widodo, sosok yang katanya plonga-plongo yang kini menduduki kursi presiden itu belum berubah. Ia masih setiap pada garis amanat penderitaan rakyat (ampera). Bagaimana tidak, sejak dilantik sebagai Presiden ketujuh, Joko Widodo tetap berada pada garis suara rakyat. Sosoknya yang polos, tulus tanpa pamrih belum berubah.
Jabatan sebagai orang nomor wahid di Indonesia tidak membuatnya silau untuk memperkaya diri dan keluarganya. Contoh terbaru polemik kenaikan gaji pejabat tinggi negara, termasuk presiden. Mendapat kenaikan gaji dan tunjangan secara cuma-cuma, justru ia tolak mentah-mentah.
Saat ditanya tentang usulan kenaikan gaji, Presiden Jokowi menjawab dengan ringan. Kira-kira kalau disederhanakan: "ekonomi melambat begini, malu membicarakan kenaikan tunjangan dan gaji". Dengan kata lain Jokowi masih paralel berjalan dengan nasib rakyat yang sedang dililit himpitan ekonomi, kenaikan kurs dollar, ancaman PHK dan tutupnya sejumlah pabrik.
Tuh kan, Jokowi memenuhi harapan publik agar pejabat negara prihatin dalam kondisi ekonomi morat marit begini jangan pada sibuk mengusulkan kenaikan gaji, tambahan fasilitas dan kenikmatan tunjangan jabatan. Padahal kalau Jokowi mau, menaikkan gaji pejabat negara termasuk dirinya sendiri juga bakal mendongkrak gaji seluruh pejabat negara lainnya. Apalagi pemerintah Jokowi sudah menyetujui kenaikan tunjangan anggota DPR yang terhormat, maka sudah barang tentu kenaikan gaji presiden tidak bakal diributkan oleh parlemen. Apalagi dalihnya tunjangan anggota DPR sepanjang 10 tahun terakhir belum pernah dinaikkan.
Tapi dasar Jokowi, Presiden yang katanya plonga-plongo itu malah menolak kenaikan gaji pejabat. Coba bandingkan dengan anggota DPR yang mengajukan kenaikan tunjangan pembelian kendaraan, meminta kenaikan gaji dst.
Mari kita bandingkan gaji presiden di dunia dengan gaji presiden kita. Berikut ini daftar gaji pimpinan dunia per tahun, menurut CNN Money dikalikan kursi hari ini (17/09/2015) menurut BI sebesar Rp 14.380.
- Barack Obama (Presiden AS) dengan gaji US$ 400.000 x 14.380 = Rp 5.752.000.000
- Stephen Harper (Perdana Menteri Kanada) dengan gaji US$ 260.000 x 14.380 = Rp 3.738.800.000
- Angela Merkel (Kanselir Jerman) gaji US$ 234.000 x 14.380 = Rp 3,364,920,000
- Jacob Zuma (Presiden Afrika Selatan) US$ 223.000 x 14.380 = Rp 3,206,740,000
- David Cameron (Perdana Menteri Inggris) US$ 214.000 x 14.380 = Rp 3,077,320,000
- Shinzo Abe (Perdana Menteri Jepang) US$ 202.700 x 14.380 = Rp 2,914,826,000
- Francois Hollande (Presiden Prancis) dengan gaji US$ 194.300 x14.380 = Rp 2,794,034,000
- Vladimir Putin (Presiden Rusia) dengan gaji US$ 136.000 x 14.380 = Rp 1,955,680,000
- Matteo Renzi (Perdana Menteri Italia) US$ 124.600 x 14.380 = Rp 1,791,784,000
- Dilma Rousseff (Presiden Brasil) US$ 120.000 x 14.380 = Rp 1,725,600,000
- Jokowi (Presiden Republik Indonesia) Rp 62,497,800 x 13 = Rp 812,471,400
- Narendra Modi (Perdana Menteri India) US$ 30.300 x 14.380 = Rp 435,714,000
- Xi Jinping (Presiden China) US$ 22.000 x 14.380 = Rp 316,360,000.
Barangkali kita makin mengurut dada bila membandingkan gaji Presiden Indonesia dibandingkan dengan gaji direktur utama BUMN yang sebulannya bisa mencapai 200-400 juta rupiah. Apakah masih meragukan komitmen Jokowi membela rakyat? Masih menuduh abai terhadap janji politiknya mewujudkan kesejahteraan rakyat? Sesekali cobalah tarik nafas dalam-dalam, lepas, tarik lagi begitu seterusnya sambil berpikir dan mengakui kalau Jokowi berempati dan bersimpati dengan penderitaan rakyat. Jangan dusta kalau Jokowi tetaplah sosok yang polos, tulus tanpa pamrih berjuang menyejahterakan rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H