Video game merupakan salah satu bentuk hiburan yang unik karena mendorong pemainnya untuk menjadi bagian dari 'naskah'. Meskipun video game telah tersedia selama lebih dari 30 tahun, pilihan canggih saat ini mengharuskan pemain untuk terus memperhatikan game tersebut. Pemain merasa lebih terlibat secara fisik dan emosional dibandingkan ketika menonton film atau TV.
Melansir Katadata, riset yang dilakukan Vero dan Decision Lab menunjukkan bahwa 52 juta orang Indonesia bermain game secara konsisten. Sekitar 82% pemain game menyatakan senang bermain secara online. Pemain game didominasi kelompok usia 26-37 tahun dan 68% di antaranya memiliki penghasilan rata-rata Rp10 juta per bulan. Riset New Zoo menyebutkan nilai ekonomi game di Indonesia mencapai US$1,7 miliar pada tahun 2020 dengan jumlah pengguna internet sebanyak 202,6 juta atau setara 73% populasi Indonesia.Â
Secara definisi, game online adalah permainan di komputer maupun smartphone yang terkoneksi dengan jaringan internet sehingga antara pemain satu dengan yang lainnya dapat terhubung secara real time. Beberapa jenis permainan tersebut berkembang menjadi olahraga elektronik yang disebut e-sports. Kemajuan industri game online yang cukup pesat mendatangkan potensi yang bisa dikembangkan. Bahkan tidak sedikit game menghasilkan uang yang bisa langsung ditransfer ke rekening bank maupun e-wallet.
Tiga video game terlaris tahun 2016 adalah Call of Duty: Infinite Warfare, Battlefield 1, dan Grand Theft Auto V. Game-game ini termasuk dalam genre first-person shooter atau action-adventure -- dua genre teratas, terhitung 27,5 persen dan 22,5 persen dari penjualan. Namun dalam beberapa tahun terakhir, apapun genre-nya, pro dan kontra dari video game dan pengaruhnya terhadap otak kita telah menjadi topik diskusi yang hangat --- terutama ketika membahas kecanduan video game. Didefinisikan sebagai gangguan kesehatan mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019, kecanduan video game adalah diagnosis kontroversial yang membuat para peneliti berdebat tentang apakah kecanduan video game harus diklasifikasikan sebagai kecanduan atau penyakit mental, sehingga banyak dari kita yang bertanya-tanya. pertanyaan: Apakah video game baik untuk Anda?
Banyak psikolog dan ilmuwan percaya bahwa bermain video game menawarkan beberapa manfaat, terutama dalam mengajarkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan abstrak. Memainkan video game mengubah struktur fisik otak, serupa dengan perubahan otak saat seseorang belajar bermain piano atau membaca peta. Otak adalah otot dan dapat dibangun dengan olahraga. Kombinasi konsentrasi dan lonjakan neurotransmitter saat bermain game membantu memperkuat sirkuit saraf, memberikan otak latihan yang nyata.
Memberikan aktivitas yang merangsang
Tidak seperti acara TV dan film, video game bersifat interaktif dan memerlukan perhatian terhadap detail dan manajemen tugas. Ambil contoh permainan role-playing (RPG), seperti The Witcher atau Mass Effect: Ada daftar panjang objektif utama atau main quest yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan permainan. Namun, kita juga memiliki objektif sampingan yang lebih panjang yang bersifat opsional untuk menyempurnakan cerita game dan sistem penghargaan (achievement).
Untuk setiap quest yang diselesaikan, sebuah game biasanya akan memberi poin pengalaman atau EXP untuk meningkatkan keterampilan karakter anda. Kita juga akan mendapatkan piala dalam game yang melambangkan pencapaian Anda. Hubungan antara risiko dan imbalan ini tidak spesifik untuk RPG (juga bisa ditemukan di game simulasi seperti Animal Crossing), tetapi ini sangat bermanfaat bagi para penyelesaian yang ingin mencapai semua yang mereka bisa dalam game sebelum melanjutkan ke game berikutnya.
Meningkatkan fokus dan kemampuan visuomotor seperti koordinasi tangan-mata
Karena tingkat detail dan interaksinya, kita sering kali harus memperhatikan isyarat visual dan pendengaran untuk menyelesaikan tugas tertentu dalam video game. Kita sering melihat hal ini dalam game aksi-petualangan seperti Tomb Raider atau Resident Evil, ketika anda berpartisipasi dalam acara waktu cepat (atau QTE) di mana anda harus menekan tombol yang cocok dengan simbol di layar dalam waktu yang sangat terbatas agar sesuatu terjadi.
Meningkatkan kemampuan untuk set-shifting dan fungsi kognitif lainnya
Set-shifting adalah kemampuan untuk berpindah-pindah tugas/kegiatan secara berurutan dengan cepat. Kemampuan untuk memulai satu hal dan segera melanjutkan yang lain merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas kognitif Anda. Kita sering salah mengartikan set-shifting sebagai multitasking, namun kemampuan untuk mengarahkan perhatian kita dari satu hal ke hal berikutnya — seperti memasak makan malam di kompor sambil mendengarkan podcast atau menjeda video game untuk mulai mencuci pakaian — adalah keterampilan yang penting untuk dimiliki. Video game aksi, misalnya, sangat dikaitkan dengan peningkatan kemampuan seseorang dalam mengarahkan perhatian dan menyaring informasi tertentu. Permainan puzzle tradisional, seperti Tetris, dikaitkan dengan peningkatan kinerja dalam navigasi, persepsi, dan pengenalan.
Disamping manfaat-manfaat diatas, saya juga menemukan bahwa video game sering memberikan pesan moral atau nasihat yang dapat kita gunakan di kehidupan nyata. Contohnya terdapat pada fitur respawn atau retry. Ketika kalah atau gagal saat bermain, kita biasanya akan diberikan 2 pilihan, mencoba lagi (try again) atau menyerah (give up)? Jika kita menyerah, permainan akan selesai disana, terkadang meninggalkan rasa frustasi dan kecewa. Sedangkan jika kita memilih untuk mencoba lagi, kita mungkin akan mulai dari awal, namun dengan pembelajaran dari kesalahan sebelumnya. Hidup dan karier kita, ditentukan oleh keputusan yang dibuat dari mencoba dan gagal. Pelajari, sesuaikan, dan maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H