“Jess..”
“Apa?”
“Maukah kau menikah denganku?”
<><><><><><><><><><><>
Setelah lulus SMA, akhirnya aku diterima di sebuah universitas ternama di kota ku. Begitu pula dengan Jessica, ia diterima di universitas yang sama meskipun fakultasnya berbeda. Dia mengambil jurusan Sastra Inggris, sementara aku mengambil jurusan Hubungan Internasional. Jurusan pilihan orang tuaku, meskipun sebenarnya aku tidak ingin mengambil jurusan tersebut tapi mereka membujukku, dan aku terpaksa mempertahankan muka duaku.
Tapi, aku tidak marah pada mereka. Setidak-tidaknya, mereka merestui pernikahanku dengan Jessica, yang akan dilaksanakan seminggu lagi. Baik aku maupun dia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan kami. Aku masih ingat, sangat ingat, saat-saat ketika dia pertama kali menyatakan cintanya padaku.
“Ikhsan, sebenarnya aku memanggilmu kesini.. untuk menyatakan sesuatu yang penting padamu.”
“Apa itu?”
Waktu itu, aku masih tidak tahu apa yang akan dia katakan, meskipun aku merasakan perasaan yang sama dengannya dan aku tahu itu. Tapi tetap saja, aku tidak bisa menebaknya, meskipun hal itu adalah hal yang klise, hal yang sering sekali aku dengar dan idamkan.
“Aku cinta kamu, San. Kamu mau kan jadi pacarku?”
Tiba-tiba, jantungku berdegup kencang, sangat kencang. Aku tidak pernah menduga ia akan sefrontal ini. Sejak aku lahir, baru pertama kali ada yang bilang begini padaku. Dan tentu saja, aku melakukan sesuatu yang memang seharusnya dilakukan laki-laki normal di saat seperti itu.