Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Jangan Terperosok pada Lubang yang Sama: Waspada Pujian IMF, Berakibat Fatal

12 September 2023   05:26 Diperbarui: 12 September 2023   05:42 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pujian IMF terhadap Indonesia baru-baru ini, terutama terhadap prestasi ekonominya, telah memicu perdebatan dan peringatan keras dari berbagai pihak.

Sumber pujian ini adalah Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, yang mengunjungi Istana Merdeka, Jakarta, dan memberikan apresiasi terhadap pencapaian ekonomi Indonesia.

IMF memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kemampuan negara ini dalam mengendalikan inflasi secara bersamaan. Bahkan, IMF menyebut ASEAN sebagai "bright spot" di tengah dunia yang sulit dan menyebut Indonesia sebagai "source of joy" dan "source of hope."

Namun, penting bagi publik untuk memahami bahwa Indonesia sudah lama menjadi sasaran pujian IMF. Sejarah yang berulang menunjukkan bahwa pujian IMF pada masa lalu telah berujung pada krisis ekonomi dan politik yang parah. IMF memberikan resep yang kontroversial dan kadangkala tidak sesuai dengan kepentingan nasional.

Mengapa Pujian IMF Wajib Diwaspadai?

1. Sejarah Krisis Moneter 1998

Sebelum krisis moneter pada tahun 1998, IMF, Bank Dunia, dan pasar keuangan internasional memberikan pujian berlimpah pada ekonomi Indonesia. Namun, ketika krisis datang, IMF memberikan resep yang tidak selalu sesuai dengan situasi negara dan berkontribusi pada kekacauan ekonomi dan politik.

2. Kebijakan yang Merugikan

IMF telah meminta pemerintah Indonesia untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan dalam masa krisis, seperti menaikkan suku bunga SBI, menutup bank tanpa persiapan yang memadai, dan mengambil alih utang swasta yang akhirnya menjadi beban utang publik.

3. Krisis Politik

Kebijakan-kebijakan IMF yang kontroversial juga berkontribusi pada krisis politik, seperti pencabutan subsidi BBM yang memicu kerusuhan besar di beberapa kota besar dan akhirnya menggulingkan Presiden Soeharto.

Jangan Amnesia: Belajar dari Sejarah

Penting bagi masyarakat Indonesia untuk tidak lupa akan pengalaman buruk yang pernah terjadi akibat mengikuti saran-saran IMF. Bahkan pepatah mengatakan, "Keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali." Ini berarti bahwa kita tidak boleh mengulangi kesalahan masa lalu.

Masuk Jebakan Lagi?

Saat ini, IMF memberikan pujian kepada Indonesia, tetapi kita harus berhati-hati dalam menerima pujian ini tanpa pertimbangan yang matang. Kita perlu memahami bahwa di balik pujian tersebut, IMF mungkin memiliki agenda tertentu, seperti mendorong liberalisasi ekonomi dan swastanisasi sumber daya alam, yang dapat merugikan negara dan rakyat.

Islam sebagai Source of Hope

Beberapa pengamat ekonomi dan aktivis menegaskan bahwa IMF adalah lembaga bisnis kapitalistik yang mencari keuntungan, bukan lembaga sosial. Mereka berpendapat bahwa kebijakan globalisasi ekonomi yang dianut oleh IMF seringkali menciptakan kemiskinan dan merugikan negara-negara peminjam.

Oleh karena itu, umat Islam dan pemerintah seharusnya tidak terlalu terpikat oleh pujian IMF. Sebaliknya, mereka perlu menyadari potensi besar yang dimiliki oleh Dunia Islam dan berusaha menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah sebagai sumber harapan untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan permasalahan lainnya.

Jangan terperosok pada lubang yang sama dua kali. IMF mungkin memberikan pujian, tetapi kita harus selalu waspada terhadap agenda tersembunyi yang dapat merugikan negara dan rakyat. Lebih baik memilih jalan yang sesuai dengan kepentingan nasional dan keyakinan kita sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun