paspor Republik Indonesia. Dalam situasi ini, masyarakat tentu merasa khawatir dan bertanya-tanya siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kebocoran data yang terjadi secara berulang.
Media sosial belakangan ini dihebohkan dengan dugaan bocornya data 34 jutaDalam menjawab kekhawatiran masyarakat, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, memberikan penjelasan bahwa data biometrik (sidik jari dan wajah) pemegang paspor RI aman dan tidak ada kebocoran database Imigrasi pada tahun 2023.
Hasil penyelidikan sementara menyimpulkan bahwa tidak ada kebocoran data biometrik paspor Republik Indonesia. Data biometrik paspor dan data pendukung permohonan paspor dinyatakan aman.
Untuk meningkatkan keamanan data, Ditjen Imigrasi sedang mengimplementasikan standar ISO 270001-2022, yang merupakan standar sistem manajemen keamanan informasi yang menyediakan daftar persyaratan kepatuhan yang dapat disertifikasi oleh organisasi dan profesional.
Dengan penerapan standar ini, Ditjen Imigrasi berupaya memastikan keamanan data yang dimilikinya. Namun, tanggung jawab atas kebocoran data tidak hanya berada di tangan Ditjen Imigrasi. Data paspor Republik Indonesia disimpan di Pusat Data Nasional (PDN) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Imigrasi bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam memelihara dan meningkatkan keamanan database Imigrasi.
Terkait dengan perlindungan data pribadi warga negara, tanggung jawabnya seharusnya ada pada negara itu sendiri. Negara memiliki kewajiban untuk memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi seluruh warganya, termasuk dalam hal keamanan data pribadi.
Sebagai sistem yang komprehensif, Islam ternyata memberikan perhatian serius terhadap perlindungan data pribadi. Dalam sistem pemerintahan berbasis Islam, kepentingan dan kemaslahatan rakyat menjadi prioritas, termasuk dalam pelayanan dan tanggung jawab terhadap data pribadi warga. Islam akan menggunakan segala potensi yang ada untuk memastikan keamanan data pribadi warga.
Pemerintah berperan dalam mengatur keuangan dengan konsep baitulmal, di mana kekayaan umum seperti minyak bumi, batu bara, dan tambang lainnya dikelola negara dan tidak diprivatisasi. Dengan mengelola sumber daya alam secara maksimal, negara dapat membangun infrastruktur dan sistem digital yang mendukung keamanan data pribadi warga.
Sistem pendidikan berbasis Islam juga memiliki peran penting dalam mencetak SDM-SDM berkualitas, andal, unggul, dan berkarakter mulia. Dukungan dari para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi sangat diperlukan untuk mewujudkan sistem keamanan siber yang baik.
Perlindungan privasi atau data pribadi harus menjadi prioritas dalam sistem pemerintahan berbasis Islam. Negara harus memastikan bahwa data pribadi warga benar-benar terjaga dengan baik dalam sistem IT yang kuat. Perlindungan data pribadi harus menjadi bagian integral dari desain teknologi secara menyeluruh dan komprehensif.
Regulasi dan sinergi antar lembaga juga harus saling mendukung dalam menjaga keamanan data pribadi. Dengan infrastruktur yang baik, instrumen hukum yang lengkap, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data pribadi warga negara dapat terjamin.
Visi besar sebagai negara adidaya akan tercapai dalam paradigma Islam sebagai ideologi yang terstruktur dan sistematis dalam institusi negara Khilafah.
Dalam hal kebocoran data yang berulang, tanggung jawab harus diletakkan pada berbagai pihak terkait, termasuk Ditjen Imigrasi, Kemenkominfo, BSSN, dan negara sebagai pemegang kewajiban utama untuk melindungi data pribadi warga.
Dengan koordinasi yang baik dan peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan data, diharapkan kebocoran data dapat diatasi dan tidak terjadi lagi di masa mendatang.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H