Penduduk bumi, termasuk Indonesia mengeluhkan cuaca yang semakin panas. Hampir seluruh benua dilanda serangan gelombang panas. Bahkan di Afrika telah menelan 8 korban akibat suhu yang terlalu ekstrim.
Gelombang panas paling sering terjadi di musim panas ketika ada tekanan tinggi di wilayah tersebut. Sistem tekanan tinggi bergerak perlahan dan dapat tetap berada di suatu area untuk jangka waktu yang lama, seperti berhari-hari atau berminggu-minggu.
Gelombang panas adalah peristiwa cuaca ekstrem, tetapi penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim membuatnya lebih mungkin terjadi.
Sebuah studi ilmiah oleh Met Office mengenai gelombang panas Musim Panas 2018 di Inggris menunjukkan bahwa kemungkinan Inggris mengalami musim panas yang sepanas atau lebih panas dari 2018 adalah sedikit di atas 1 banding 10.
Sekarang 30 kali lebih mungkin terjadi daripada sebelumnya revolusi industri karena konsentrasi karbon dioksida (gas rumah kaca) yang lebih tinggi di atmosfer.
Dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, gelombang panas dengan intensitas yang sama diproyeksikan akan terjadi lebih sering, kemungkinan secara rutin setiap tahun pada tahun 2050-an. Suhu permukaan bumi telah meningkat sebesar 1C sejak periode pra-industri (1850-1900) dan suhu Inggris telah meningkat dengan jumlah yang sama.
CO2 juga dikenal sebagai gas rumah kaca. Konsentrasinya yang berlebihan dapat mengganggu pengaturan suhu alami di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Konsentrasi CO2 naik terutama karena revolusi industri dan ledakan aktivitas manufaktur global.
Menurut data terbaru dari Global Carbon Atlas, lima negara teratas yang secara agregat menghasilkan CO2 paling banyak sejak Revolusi Industri adalah Amerika Serikat, Cina, Rusia, Jerman, dan Inggris. Pada tahun 2020, penghasil emisi terbesar berada di China, AS, India, Rusia, dan Jepang (Investopedia.com, 11/4/2023).
Penyumbang emisi gas rumah kaca menurut sektor ekonomi di Amerika Serikat dari urutan terbesar yaitu: transportasi (28% dari emisi gas rumah kaca 2021), produksi listrik (25%), dan industri (23%). Jika emisi dari penggunaan listrik dialokasikan ke sektor penggunaan akhir industri, aktivitas industri menyumbang bagian yang jauh lebih besar dari emisi gas rumah kaca AS (epa.gov, 28/4/2023)
***
Dari data di atas gelombang panas merupakan sebuah fenomena alam yang memang tidak bisa dicegah. Namun kemunculannya menjadi terasa ekstrim lantaran bumi sudah mengalami pemanasan global yang signifkan sejak adanya Revolusi Industri. Bahkan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar faktanya dari sektor industri negara-negara besar.
Kita tidak sedang menyalahkan beberapa negara besar, tapi seharusnya semua negara mengevaluasi seberapa besar industrinya menyumbang pemanasan global dunia.
Revolusi industri muncul seiring dengan lahirnya ideologi kapitalisme. Dimana ideologi tersebut mengajarkan sebuah prinsip mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengindahkan kerusakan yang ditimbulkan pada lingkungan.
Jujur, kapitalisme telah menciptakan rasa rakus yang tak kenal kenyang atas harta. Harta menjadi barang yang wajib dikejar dan ditimbun dalam hidup tak peduli jalan mana yang akan ditempuh, merusak bumi ataukah tidak.
Lihat saja, sudah banyak aktivis lingkungan level dunia agar beralih pada perubahan energi terbarkan, namun seruan tersebut hanya ditekankan pada negara-negar penyumbang emisi gas tumah kaca yang rendah. Untuk negara kelas kakap, seruan perubahan energi tersebut tenggelam di bawah kaki para kapital kerajaan industri.
Maka untuk menghentikan pemanasan global solusinya adalah dengan "shut down" kapitalisme, biang kerok ketamakan dunia. Sebagai gantinya, dunia membutuhkan ideologi baru yang akan menyelamatkan manusia dan habitatnya ini. Ideologi yang dipercaya dan bersumber dari sang Pencipta dunia adalah Islam.
Dalam Islam, tidak mengizinkan penambangan atau industry sembarangan (terutama oleh kapitalis) yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Sebaliknya, Islam mengelola industri dengan memperhatikan kondisi lingkungan.
Islam juga tidak mengizinkan pedagang untuk mengubah penggunaan lahan sesuka hati. Lahan subur digunakan untuk pertanian, lahan tandus untuk bangunan dan hutan lindung, termasuk lahan gambut, dilestarikan. Dengan cara ini, kualitas udara berangsur-angsur membaik.
Semua pedoman ini pasti membutuhkan aturan yang ketat. Negara yang mengikuti kebijakan ini harus menjadi negara yang besar dan dihormati oleh semua negara di dunia, sehingga setiap sudut pandang dipertimbangkan dan dilaksanakan. Ini adalah kekuatan besar berdasarkan Islam. Di bawah kepemimpinannya, Negara Islam akan mampu menyelamatkan dunia.
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS Al Araf: 96).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H