Mohon tunggu...
Kevin
Kevin Mohon Tunggu... -

The Indonesianist

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RUU Sistem Perbukuan sebagai Solusi Menangani Terorisme

28 Januari 2016   14:41 Diperbarui: 28 Januari 2016   15:56 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus pengeboman yang telah terjadi di Jakarta setidaknya mengingatkan Indonesia tentang dua hal penting. Pertama, Indonesia harus semakin waspada terhadap ancaman terorisme yang telah terjadi akhir-akhir ini. Kedua, stabilitas keamanan sebuah negara merupakan syarat mutlak untuk stabilitas politik. Rupiah yang telah menyentuh angka Rp. 13.900,00 menjadi sebuah peringatan bahwa keamanan merupakan syarat terpenting dalam menjaga stabilitas sebuah negara.

Menyikapi permasalah tersebut, pemerintah langsung mengambil langkah untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Langkah tersebut merupakan langkah yang langsung diambil, untuk mencegah kasus serupa terjadi di Indonesia. Meskipun terkesan terburu-buru, setidaknya langkah ini memperlihatkan bahwa pemerintah beritikad untuk mencegah aksi-aksi terorisme di Indonesia.

Sayangnya, revisi UU ini tidak serta-merta mendapat persetujuan secara aklamasi dari masyarakat. Didalam wacana revisi UU ini, terdapat sejumlah usul yang memberikan penegak hukum keleluasaan untuk melakukan tindakan penegakan hukum kepada para tersangka dan calon tersangka pelaku terorisme. Wacana dalam revisi UU tersebut sangat berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) bagi masyarakat yang belum tentu tersangkut paut dengan tindakan terorisme. Selain itu, tindakan penangkapan yang dilakukan juga sulit dllakukan secara terbuka untuk diawasi masyarakat.

Oleh karena itu, proses revisi yang terburu-buru, karena sebuah kasus yang terjadi dengan tanpa disertai pertimbangan yang panjang dapat berpotensi melanggar HAM. Selain itu, revisi yang terburu-buru belum tentu menjamin bahwa tindakan terorisme dapat dicegah sepenuhnya melalui konsep yang ditawarkan.

Saat ini, hal yang dibutuhkan Indonesia sebagai negara yang sangat beragam bukan hanya solusi yang terburu-buru dan berjangka pendek. Solusi yang dibutuhkan adalah solusi yang berjangka panjang dan bersifat preventif, mengingat bahwa Indonesia rawan akan konflik dan aksi-aksi terorisme. Solusi jangka panjang tersebut penting, agar kestabilan Indonesia dapat terjaga secara konsisten untuk beberapa kurun waktu mendatang.

Saat ini, di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi X, Rancangan Undang-Undang Sistem Perbukuan (RUU Sisbuk) sedang dalam proses untuk menjadi Undang-Undang (UU). Setelah hampir 6 tahun lebih sejak RUU tersebut menunggu untuk dibahas, RUU tersebut telah diharmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) dan menjadi inisiatif DPR. Proses pembahasan dengan mengundang orang-orang yang ahli di bidangnya juga sedang berjalan.

Secara sederhana, RUU Sisbuk mengatur secara spesifik tentang tata kelola perbukuan yang saling terkait secara terpadu.  Hal yang diatur meliputi penulisan naskah, percetakan atau digitalisasi, penerbitan, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan. Tujuan dari RUU Sisbuk adalah mengatur tata kelola perbukuan yang menghasilkan buku bermutu yang mampu mencerdaskan dan membangun integritas kehidupan berbangsa dan mewujudkan tata kelola perbukuan yang sehat, kuat, dinamis, berkualitas, berdaya saing dan terpadu. Secara struktur, pengaturan Sistem Perbukuan akan berada di bawah Dewan Perbukuan sesuai dengan RUU yang berlaku.

Mengingat Indonesia berada di tengah pusaran globalisasi, RUU tersebut sangat penting untuk segera ditindaklanjuti untuk menjadi Undang-Undang (UU). Berbagai macam informasi yang dapat diakses masyarakat melalui buku menyebabkan masyarakat –khususnya generasi muda Indonesia rentan akan pemikiran-pemikiran yang dapat mengancam kesatuan bangsa melalui aksi-aksi terorisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa buku merupakan salah satu instrumen yang perlu dikawal perkembangannya, demi mencegah benih-benih terorisme tumbuh dan berkembang di antara generasi muda Indonesia.

Dengan demikian, RUU SIsbuk merupakan salah satu solusi jangka panjang –selain revisi UU Terorisme sebagai upaya preventif, demi mencegah penyebaran benih-benih radikalisme diantara kalangan masyarakat Indonesia.

Agar RUU tersebut dapat relevan dan menjadi solusi berjangka panjang, dalam perkembangannya, RUU Sisbuk perlu beradaptasi dengan perkembangan jaman. Semakin relevan RUU tersebut terhadap perkembangan jaman, maka RUU tersebut semakin efektif dalam mencegah aksi-aksi terorisme dalam beberapa kurun waktu mendatang. Setidaknya ada 2 (dua) isu yang perlu diperhatikan lebih lanjut terhadap RUU Sisbuk tersebut.

Pertama, banyak beredarnya e-book gratis di media internet merupakan salah satu hal yang belum dibahas secara signifikan dalam RUU tersebut. RUU tersebut masih berkutat dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan penerbitan buku secara konvensional. Padalah, ­e-book lebih mudah diakses dan terjangkau bagi masyarakat luas, sehingga perlu mendapat perhatian lebih bagi RUU Sisbuk dalam mengawasi penyebaran buku-buku yang berpotensi menyebarkan benih-benih terorisme.

Berkaitan dengan hal ini, proses verifikasi dengan Kementarian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam mengawasi pergerakan buku yang ada dapat menjadi langkah preventif dalam mengawasi pergerakan buku-buku tersebut. Tidak hanya itu, fungsi penindakan dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Tentara Negara Indonesia (TNI), agar pihak penyebar dan penulis buku-buku tersebut dapat ditindaklanjuti lebih lanjut.

Kedua, komunikasi intensif dan pelatihan-pelatihan dengan penerbit-penerbit buku dalam menyaring buku-buku yang berkaitan dengan unsur radikalisme perlu dicantumkan secara spesifik sebagai program Dewan Perbukuan Nasional. Hal tersebut signifikan, agar standar-standar yang jelas terkait buku-buku yang layak beredar dapat ditentukan sesegera mungkin, demi mencegah potensi  multitafsir terhadap standar penerbitan buku diantara kalangan masyarakat.

Dibanding Revisi UU Terorisme yang memiliki potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan terkesan terburu-buru, revisi UU Sisbuk yang relevan dengan perkembangan jaman lebih dibutuhkan sebagai salah satu solusi yang berjangka panjang. Proses pembahasan dengan mengundang para pakar-pakar yang ahli dalam e-book akan menjadikan RUU Sisbuk sebagai senjata sakti pemerintah dalam mencabut benih-benih terorisme hingga ke akar-akarnya.

Tidak hanya itu, keberhasilan Indonesia  dalam mempersiapkan upaya preventif melalui RUU Sisbuk dapat meningkatkan citra Indonesia di mata internasional. Oleh karena itu, pengawasan oleh masyrakat dan pemerintah terhadap RUU Sistem Perbukuan sangat penting untuk dilakukan terus-menerus, agar kasus terorisme dan radikalisme tidak kembali terjadi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun