Mohon tunggu...
Kevin
Kevin Mohon Tunggu... -

The Indonesianist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Kesetaraan dalam Kehidupan Berbangsa

2 Agustus 2015   20:28 Diperbarui: 2 Agustus 2015   20:28 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Indonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi nilai keberagaman dalam kehidupan berbangsa. Prinsip ini telah sejak lama diperhatikan oleh para pendiri bangsa Indonesia, ketika mereka melihat kenyataan bahwa bangsa ini terdiri dari beragam suku dan bangsa. Atas dasar inilah,  para pendiri bangsa Indonesia menuangkan nilai kesatuan dalam perbedaan dalam Pancasila. Hal ini sangat jelas terlihat, ketika sila pertama Pancasila menekankan pentingnya nilai Ketuhanan yang Maha Esa dan sila ke lima yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kedua sila tersebut menekankan dengan jelas bahwa setiap suku, bangsa, ras dan agama perlu dihargai dan diperlakukan secara adil dengan rasa hormat satu sama lain. Dengan demikian, setiap individu dan komunitas Indonesia perlu diperhatikan setara dalam kehidupan berbangsa.

Namun, apakah saat ini setiap entitas masyarakat Indonesia telah diperlakukan setara dengan entitas lainnya? Saya sangat tertarik untuk memikirkan cara terbaik bagi bangsa Indonesia untuk memperlakukan setiap warga negaranya dengan rasa kesetaraan. Saya yakin bahwa dengan rasa kesetaraan, hal tersebut dapat membantu negara Indonesia dalam memperlakukan setiap masyarakat dengan adil, seperti yang tertanam pada sila ke-5 dalam Pancasila. Namun, pada kenyataannya sangat sulit untuk memberlakukan standar yang tepat dalam memperlakukan setiap masyarakat Indonesia dengan setara.

Hal ini sangat terlihat ketika Indonesia perlu menciptakan standar ganda dalam memberlakukan keadilan bagi setiap warga negara didalamnya. Dalam pernyataan berikut ini, saya ingin menyinggung isu yang agak sensitf untuk dibahas. Hal ini bukan bertujuan untuk memprovokasi, namun untuk memberikan contoh terkait bagaimana unsur kesetaraan masih belum dapat dicapai Indonesia hingga saat ini.

 

Penutupan Gereja Yasmin dan HKBP Filadelfia

Saya melihat bahwa dalam beberapa kurun waktu terakhir ini  pemerintah pusat tidak mampu untuk menyelesaikan rasa keberagaman antar umat beragama secara tuntas, seperti yang terjadi di Bogor, ketika Gereja GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia masih belum diselesaikan. Peristiwa yang telah berlangsung sejak lama tersebut tidak terselesaikan hingga saat ini. Dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, sangat terlihat bahwa usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut sangat minim. Dari kasus ini, hal yang sangat dapat saya lihat adalah pemerintah daerah , pemerintah pusat dan kabinetnya masih belum dapat memberikan solusi yang layak untuk memberlakukan setiap masyarakat dengan standar keadilan sesuai dengan sila pertama dan sila kelima dari Pancasila.

Dalam kasus ini, saya percaya bahwa hal yang perlu diperhatikan bagi pihak pemerintah adalah keputusan yang mereka ambil akan menciptakan budaya dan tradisi dalam beberapa waktu kedepan. Keenganan pemerintah dalam membiarkan masalah tersebut memiliki dampak jangka panjang yang akan berdampak kepada bagaimana masyarakat memberlakukan kalangan lainnya. Saya melihat bahwa keenganan pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak membawa Indonesia kemana-mana, namun melemahkan nilai-nilai yang tertuang didalam Pancasila.

Apabila alasan pemerintah dalam menunda penyelesaian masalah tersebut adalah karena penolakan mayoritas masyarakat terhadap isu penutupan gereja, maka hal tersebut sangat tidak sejalan dengan nilai-nilai yang tertuang didalam Pancasila. Pancasila bertujuan untuk memberikan keadilan bagi setiap masyarakat, ketika Indonesia perlu saling menjaga rasa persatuan diantara masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Saya rasa ada perbedaan yang sangat besar antara nilai kesetaraan dengan memberikan pihak mayoritas dalam menentukan langkah kebijakan yang akan diambil pemerintah. NIlai kesetaraan memberikan kesetaraan dan perlakuan yang seimbang baik bagi mayoritas dan minoritas, dan bukan yang mayoritas yang berkuasa. Nilai-nilai kesetaraan inilah yang akan memberikan kesempatan yang sama besar bagi setiap entitas masyarakat untuk menikmati rasa kebebasan yang dimiliki setiap individu untuk menjalankan ibadahmya masing-masing. Dengan demikian, nilai kesetaran dan majority rule memiliki perbedaan yang begitu kontras. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia sangat perlu meninjau kembali makna kehidupan kebersaman dalam perbedaan. Sebagai masyarakat Indonesia, jangan sampai nilai kesetaraan dan keadilan dicampuradukkan menjadi satu, sehingga menciptakan budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

 

Kasus Tolikara

Hingga saat ini, nilai-nilai toleransi masyarakat Indonesia sebagai sebuah kesatuan sedang di uji. Kasus tersebut dapat menjadi tolak ukur yang baik dalam menilai terkait seberapa jauh masyarakat Indonesia mampu bekerjasama dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di beberapa daerah bangsa Indonesia. Dalam hal ini, kita dapat sama-sama menilai apakah bangsa Indonesia mampu mengutamakan nilai-nilai kebersamaan dibandingkan dengan nilai-nilai agama dan lokal, yang cenderung sangat dominann di Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa penyerangan terhadap masyarakat muslim yang sedang beribadah disaat solat Idul Fitri sangat memperlihatkan bahwa tidak semua masyarakat mampu menerima perbedaan yang ada. Saya yakin para mayoritas masyarakat dapat membenarkan tindakan penyerangan tersebut, ketika mereka merasa terganggu dari aktivitas mereka. Dan sebagai minoritas, mereka juga memiliki alasan yang cukup kuat bahwa tindakan mereka seharusnya dihargai, karena hal ini merupakan hari penting bagi mereka. Saya dapat menyimpulkan bahwa apabila kita berbicara tentang kepentingan, setiap masyarakat memiliki kepentingan masing-masing yang dapat mendorong mereka melakukan tindakan ekstrimisime dalam memperjuangkan kepentingan mereka masing-masing.

Bagi saya, akar masalah tersebut bukan di masyarakat, namun di pemerintah yang hingga saat ini masih sulit untuk mengaplikasikan nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan diantara masyarakat. Hingga saat ini, masyarakat Indonesia masih hidup di zona abu-abu dalam memberlakukan standar keadilan yang setara kepada setiap masyarakat Indonesia. Zona abu-abu tersebut memberikan celah yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia dalam memberlakukan tindakan yang mereka anggap benar, sehingga tidak ada standar yang jelas dalam memberlakukan masyarakat Indonesia dengan setara. Saya yakin bahwa hal ini sangat perlu untuk dilihat sebagai ancaman bagi kehidupan keberagaman antar masyarakat di Indonesia.

Bagi saya, hal ini sangat beralasan karena ancaman ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial diantara masyarakat. Dan apabila tidak diselesaikan, hal ini dapat berimbas kepada budaya rasisme, sehingga setiap masyarakat dapat saling mendiskreditkan setiap etnis dengan standar wilayah masing-masing diseluruh wilayah Indonesia. Kalau hal ini terus dibiarkan, hal ini dapat membawa Indonesia ke titik “Ketidakpersatuan Indonesia” dibanding “Persatuan Indonesia”.

 

Apa yang harus dilakukan?

Saya yakin bahwa mengaplikasikan nilai-nilai kesetaraan di Indonesia sangatlah sulit. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan banyak hal yang sangat sulit untuk dikontrol pemerintah pusat. Hal inilah yang menciptakan apa yang kita kenal dengan otonomi daerah. Sejauh hal ini, tidak ada yang salah, karena sistem ini memiliki tujuan untuk membantu pemerintah pusat dalam pendelegasian tugas kepada pihak daerah, untuk mememenuhi ekspektasi pusat.

Bagi saya, hal yang sangat salah adalah apabila wilayah daerah –daerah di Indonesia tidak mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila yang sama ke setiap provinsi, kabupaten, kecamatan, Rukun Warga, Rukun Tangga dan desa. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena pada nyatanya Indonesia adalah wilayah kesatuan. Oleh karena itu, standar yang adil dan merata perlu juga diaplikasikan kepada setiap inci wilayah kedaulatan Indonesia dalam mencegah konflik laten diantara masyarakat.

Saat ini, hal yang sangat perlu dilakukan pemerintah pusat adalah memberlakukan standar-standar yang akan dipegang bersama baik pihak legislatif, eksekutif dan yudikatif untuk diberlakukan ke daerah-daerah Indonesia yang memiliki keberagaman yang relatif berbeda. Apabila pihak pusat telah memiliki standar yang jelas, maka komunikasi terhadap standar tersebut perlu dilakukan ke pemerintah daerah dengan sangat memberhatikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) didalamnya. Hal ini berarti bahwa setiap masyarakat akan diberlakukan secara setara di mata hukum, dan tidak boleh setiap masyarakat tersebut melanggar kaedah tersebut. Dan apabila kaedah tersebut dilanggar, maka konsekuensi yang sama dari wilayah Sabang hingga Merauke terhadap mereka yang melanggar dilakukan dengan setara. Dengan demikian, isu kesetaraaan dapat dicapai.

Tidak hanya berhenti disana, wilayah pusat dan daerah perlu untuk terus-menerus menyelesaikan kasus-kasus diskriminasi yang terjadi hingga saat ini. Menunda bukanlah menyelesaikan masalah, namun menumpuk masalah yang perlu diselesaikan di masa depan. Saya berharap pemerintah Indonesia dapat lebih tegas dalam memberlakukan standar yang jelas dalam menjamin keberagaman diantara setiap entitas masyarakat Indonesia. 

Kunjungi website penulis di: The Indonesianist

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun