Mohon tunggu...
Abrar Rizq Ramadhan
Abrar Rizq Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif S1 Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang Akt.2022

Saya Abrar Rizq Ramadhan. Sejarah beserta ilmu sosial telah menjadi minat yang saya gandrungi sejak SMA. Oleh karena itu saya masuk prodi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang (UNNES). Dengan memahami ilmu sosial, diperlukan banyak membaca demi menambah wawasan sehingga berliterasi telah menjadi sebuah kewajiban bagi diri saya sendiri. Saya juga gemar menulis. Sejak SMP, saya telah menekuni hobi ini. Yang saya tulis berkaitan dengan kehidupan sosial, Lifestyle, Review film/buku, dan Historiografi. Dikala jenuh dengan aktivitas terkait kesejarahan, biasanya saya menghibur diri dengan menonton film, bermain game, dan bermusik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Potensi Meletusnya Revolusi Bolshevik Kedua yang Dapat Memecah Rusia!

26 Juni 2023   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2023   22:52 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Yevgeny Prigozhin/ foto: Merdeka.com

Vladimir Putin harus waspada! Yevgeny Prigozhin selaku pemimpin Wagner Group memberi peringatan akan potensi revolusi Bolshevik kedua di Rusia jika perang masih belum memberikan hasil maksimal. Pernyataan tersebut hampir terbukti benar dengan gerakan pemberontakan Wagner Group. Meski berakhir damai, tidak menutup kemungkinan dalam memantik aksi revolusi yang lebih besar

Dunia Internasional selama satu tahun belakangan ini dihebohkan dengan aksi invasi Rusia atas Ukraina. Konflik antara dua negara eks Soviet itu memang sudah berlangsung cukup lama bahkan sejak 2014 serta memberi ketegangan bagi spektrum politik dunia. Kini permasalahan keduanya semakin memanas ketika presiden Rusia, Vladimir Putin secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan atas Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk di Donbas, Ukraina pada 22 Februari 2022, dan dilanjutkan dengan aksi mobilisasi militer di sekitar wilayah tersebut dua hari setelah deklarasi sepihak.

Pada 24 Februari 2022, Rusia sudah mulai memasuki wilayah Ukraina dan telah melemparkan berbagai serangan dari darat maupun udara bahkan secara siber yang menargetkan bank serta situs pemerintahan Ukraina. Masa ini menjadi salah satu masa paling sulit yang dialami Ukraina. Bagaimana tidak? Vladimir Putin Nampak sangat bersungguh-sungguh dalam melaksanakan aksi mobilisasi militernya. Terbukti dari bagaimana Putin berinvestasi terhadap modernisasi angkatan bersenjata Rusia.

Namun Putin tidak bisa terus merasa optimis akan perang Rusia-Ukraina yang tengah meletus saat ini. Pasalnya Ukraina sendiri memiliki banyak dukungan dari penjuru dunia terlebih negara-negara barat yang kian menyuarakan kemerdekaan dan kemanusiaan. Bantuan militer kemudian banyak disokong oleh blok barat dalam membantu kebutuhan perang dan sosial di Ukraina. Diantaranya adalah negara-negara Uni Eropa dan tentunya penguasa sah tatanan dunia modern, Amerika Serikat.

Kini sudah sekitar 1 tahun lamanya perang antara Rusia-Ukraina berkecamuk di dunia. Banyak perubahan-perubahan yang terjadi akibat dari perang ini. Misalnya dari segi sepakbola internasional yang kini melarang Rusia dalam keanggotaan FIFA sehingga kesebelasan negara beruang merah itu tidak bisa bertanding di kanca dunia. Dalam internal Rusia sendiri terdapat satu ketakutan besar yang mungkin saja bisa terjadi yakni kembalinya revolusi Bolshevik 1917, Sebuah gerakan aksi massa yang dipimpin oleh Vladimir Lenin dan partai Bolshevik dalam menggulingkan rejim Tsar Nicholas II, yang dianggap gagal dalam mengelola negaranya di Perang Dunia I.

Pernyataan Yevgeny Prigozhin Terkait Potensi Meletusnya Revolusi 

Yevgeny Prigozhin merupakan seorang pendiri dan pemimpin bagi Wagner Group, sebuah pasukan tentera bayaran yang turut andil dalam penyerangan ke Ukraina. Pasukan Wagner sendiri dinilai sangat dekat dengan pemerintahan Putin dikarenakan loyalitasnya yang luar biasa dan kekejamannya dalam medan perang. Tak terkecuali bagi Prigozhin yang kini menjadi orang paling populer di Rusia menggantikan Putin (Mei 2023).

Sosok Yevgeny Prigozhin/ foto: Merdeka.com
Sosok Yevgeny Prigozhin/ foto: Merdeka.com

Salah satu hal yang membuat heboh adalah dengan pernyataan Prigozhin yang memperingati Putin akan timbulnya sebuah revolusi dari dalam Rusia. Memang kondisi di Rusia saat ini tidak stabil dan perang dengan Ukraina masih belum juga memberikan keunggulan. Banyak sekali putra-putra terbaik Rusia yang kini dikirim untuk berperang namun hasilnya lagi-lagi belum maksimal. Sehingga ada tanda tanya terhadap para elite di Rusia yang dinilai tidak becus dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam perang. Ditambah dengan keberhasilan pasukan Ukraina dalam merebut desa di Zaporizhzhia (18/6) yang makin menegaskan bahwa dalam peperangan, Rusia masih kelabakan. Aksi yang dilakukan pasukan Ukraina ini memang merupakan bagian dari taktik Volodymyr Zelensky, selaku presiden Ukraina untuk merebut wilayah yang telah ditaklukan secara tidak sah oleh Rusia. Hal ini semakin membuktikan bahwa kini Ukraina semakin kuat dengan aksi perlawanannya dalam merebut wilayahnya kembali.

Prigozhin menyebut bahwa jika kondisi perang terus memberikan dampak buruk tanpa hasil yang memuaskan, maka revolusi Bolshevik yang kedua bisa saja meletus. Karenanya pemerintahan juga elite-elite di Rusia harus waspada dan turut memaksimalkan potensi yang ada dalam peperangan melawan Ukraina.

Revolusi Bolshevik sendiri kala itu meletus akibat dari kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan Tsar Nicholas II yang gagal dalam mengelola negaranya yang tengah berada dalam kondisi perang dunia pertama. Akibat dari perang besar itu adalah tidak terorganisirnya bahan pangan dan kacaunya kondisi sosial di Rusia menyebabkan kelompok-kelompok radikal seperti Menshevik dan Bolshevik melakukan aksi revolusi demi menggulingkan rejim Tsar. Karenanya Putin harus hati-hati dalam mengelola negaranya agar aksi-aksi seperti revolusi terhadap pemerintahan yang sah tidak terjadi.

Mungkinkah Revolusi Bolshevik Kembali Meletus? 

Pernyataan dan peringatan yang disampaikan oleh Prigozhin kiranya memang masuk akal jika dilihat dari segi historis. Pasalnya memang sudah menjadi sifat sejarah bahwa sejarah pasti akan terulang. Namun untuk kondisi Rusia saat ini, apakah memungkinkan bahwa revolusi Bolshevik kedua akan terjadi?

Ilustrasi keadaan Revolusi Bolshevik Oktober 1917/ foto: KOMPAS
Ilustrasi keadaan Revolusi Bolshevik Oktober 1917/ foto: KOMPAS

Perlu diingat kembali bahwa revolusi Bolshevik 1917 bisa meletus karena kondisi sosial ekonomi pada masa itu memang benar-benar hancur sehingga membuat negara seluas Rusia harus menderita dalam kemunduran sosial. Perlawanan massa dan partai Bolshevik pada masa itu juga tidak terpaku pada kondisi sosial yang sangat merugikan rakyat tapi juga terkait cita-cita menghapus feodalisme monarkis dan menggantinya dengan pemerintahan republik sosialis.

Yang menjadi sorotan pada saat ini adalah aksi pemberontakan dari Wagner Group sendiri yang kini mulai membelot kepada Rusia. Sebelumnya dijelaskan bahwa Prigozhin dan Wagner Group merupakan kelompok yang tergolong loyal terhadap Putin namun kini mereka berbalik dan mulai masuk ke Rusia dari Ukraina (24/6). Hal ini disebabkan oleh pertikaian pribadi antara Prigozhin dengan petinggi militer Rusia sehingga membuat ia memutuskan untuk memberontak. Aksi yang dilakukan Wagner Group ini seakan mewujudi pernyataan dari atasan mereka sendiri yakni potensi meletusnya revolusi Bolshevik. Dengan hadirnya konflik internal ini semakin menegaskan bahwa Rusia memang tidak baik-baik saja. Mereka tidak hanya melawan dunia, mereka turut melawan internalnya sendiri. Meski begitu, pemberontakan tersebut berakhir dengan jalan damai dan pasukan Wagner kini telah ditarik kembali dari Rostov (25/6).

"[Kami] paham pentingnya momen itu dan tidak ingin menumpahkan darah Rusia,"

-Yevgeny Prigozhin

Meski berakhir damai, aksi pemberontakan Wagner Group yang terjadi dalam kurun waktu satu hari itu sangat berpotensi dalam memantik revolusi rakyat. Tidak menutup kemungkinan dari rakyat sendiri bisa melihat adanya celah untuk melakukan revolusi dan menuntut Putin untuk menghentikan perang. Dilihat dari survei, pendukung perang terhadap Ukraina kian menurun drastis. Dari yang awalnya berdiri di angka 71% (awal perang), hingga kini menurun ke 51% (April 2023). Dan bisa terus menurun jika Rusia masih tidak maksimal dalam perang.

Dengan potensi seperti itu, besar kemungkinan revolusi akan meletus namun bukanlah revolusi ala Bolshevik di tahun 1917. Revolusi Bolshevik meletus demi meruntuhkan pemerintahan Menshevik yang sempat menumbangkan rejim Tsar Nicholas II, dan kemudian mengubah ideologi negara dari sosial demokrat menuju sosialis. Kiranya pada masa ini, revolusi yang menuntut pendirian negara buruh atau Uni Soviet seperti yang dilakukan oleh Lenin dan kamerad-kameradnya tidak akan terjadi. Mengingat bahwa paham Marxis sudah tidak lagi populer di Rusia dan banyak yang menentang kembalinya Uni Soviet. Sehingga revolusi dan demonstrasi bisa saja meletus, tapi tidak akan bermodel seperti di Oktober 1917. Aksi revolusi yang meletus memungkinkan turunnya Putin dari kursi pemerintahan, meski pada hari ini Putin tetap tegas dalam menumbangkan siapa saja yang menentangnya termasuk aksi pemberontakan yang revolusioner.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun