For my head on a silver plate”
Kemudian raja ini kembali mempertanyakan bahwa siapa yang akan menjadi raja atau penguasa berikutnya? Karena menjadi raja layaknya boneka yang dikontrol oleh sehelai benang. Seakan mengibaratkan bahwa boleh jadi raja sebelumnya menerima gugatan dan amarah rakyat karena ia hanyalah boneka oligarki. Digambarkan sekilas dalam lirik:
“Just a puppet on a lonely string
Oh, who would ever want to be king?”
Dua Verse dalam lagu ini menyimpulkan keseluruhan dari paragraf diatas bahwa inti lagu ini adalah seorang raja yang kehilangan tahtanya akibat aksi revolusi rakyat. Semakin menegaskan kepada pendengar bahwa Viva La Vida memang terinspirasi atas Revolusi Perancis namun dari sudut pandang yang lain. Jika kita mengenal Revolusi Perancis dari sudut pandang rakyat atau kubu kiri, maka lagu ini memberi kita jendela untuk melihat kubu kanan, yakni Raja Louis XVI itu sendiri.
Pada awal lirik lagu, di verse pertama, pendengar disuguhkan dengan kehidupan Louis XVI di penjara yang tinggal menunggu waktu sebelum ia dihukum mati dengan Guillotine.
Ia merasakan penyesalan hebat menjelang masa-masa terakhirnya. Louis XVI merasa bahwa ia bisa saja menjadi raja yang hebat dan baik namun revolusi telah terjadi dan ia siap menerima hukumannya.
Masa awal pemerintahannya, Louis XVI merasakan kenikmatan karena ia berhasil meraih tahta dari ayahnya, Raja Louis XV. Dulu ia bisa memerintah seenak jidatnya ditambah dengan istrinya yang cantik Marie Antoinette. Sikap buruknya Louis yang hedonis ini boleh jadi dipengaruhi oleh Marie sehingga yang dimaksud oligarki adalah Marie Antoinette itu sendiri. Situasi itu digambarkan pada lirik ini:
“I used to rule the world
Seas would rise when I gave the word
Now in the morning, I sleep alone