Mohon tunggu...
Abrar Rizq Ramadhan
Abrar Rizq Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif S1 Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang Akt.2022

Saya Abrar Rizq Ramadhan. Sejarah beserta ilmu sosial telah menjadi minat yang saya gandrungi sejak SMA. Oleh karena itu saya masuk prodi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang (UNNES). Dengan memahami ilmu sosial, diperlukan banyak membaca demi menambah wawasan sehingga berliterasi telah menjadi sebuah kewajiban bagi diri saya sendiri. Saya juga gemar menulis. Sejak SMP, saya telah menekuni hobi ini. Yang saya tulis berkaitan dengan kehidupan sosial, Lifestyle, Review film/buku, dan Historiografi. Dikala jenuh dengan aktivitas terkait kesejarahan, biasanya saya menghibur diri dengan menonton film, bermain game, dan bermusik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Langkah Sang Pemula

24 Mei 2023   14:24 Diperbarui: 24 Mei 2023   17:21 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tirto Adhi Soerjo sejatinya adalah orang dibalik kebangkitan nasional. Kiprahnya dalam jurnalistik dan organisasi pergerakan merupakan wasiat besar bagi bangsa Indonesia. Banyak surat kabar dan organisasi mengikuti gayanya dalam menentang kolonialisme.

Berbicara soal kebangkitan nasional di tanah air pastinya masyarakat luas lebih mengenal Dr. Soetomo selaku salah seorang pendiri dari organisasi kebangkitan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Tanggal berdirinya organisasi Boedi Oetomo kemudian dijadikan momentum sebagai penanda kebangkitan nasional oleh Soekarno pada tahun 1948. 

Namun, ada satu orang yang menurut hemat saya ialah yang sebenarnya memulai dan menjadi akar dari kebangkitan nasional. Ia juga yang mungkin menjadi orang pertama yang memperkenalkan istilah Nasionalisme kepada kita sebaga bangsa yang tertindas pada masa itu. Namanya adalah Tirto Adhi Soerjo, sang bapak pers nasional. Pribumi pertama yang merintis surat kabar sebagai advokasi rakyat, propaganda dan pendapat umum.

Raden Mas Djokomono atau Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora, Jawa Tengah pada 1880. Sesuai dengan gelarnya sebagai Raden Mas, Tirto merupakan seorang keturunan bangsawan dari ayahnya, Raden Ngabehi Hadji Moehammad Chan Tirtodhipoero yang bekerja sebagai pegawai kantor pajak. Berkat status kebangsawanannya itu, Tirto kemudian mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan Eropa di HBS (Hoogere Burgerschool), dan kemudian melanjutkan studinya di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artshen) yang berfokus pada pendidikan kedokteran ketika ia masih berumur 14 tahun.

Pemikiran Tirto mulai terasah ketika ia menuntut ilmu di STOVIA. Ia berbenturan dengan berbagai paham-paham Eropa yang kemudian membentuk dirinya menjadi pribadi yang egaliter dan bebas. Pemikirannya soal feodalisme mulai terlepas bersamaan dengan statusnya sebagai seorang bangsawan atau Raden Mas yang selalu membelenggu hidupnya.

Pada 1901, Tirto dikeluarkan dari STOVIA tanpa sebab yang pasti. Kemungkinan karena Tirto lebih menyibukkan dirinya dalam kegiatan kepenulisan dibanding studi kedokterannya. Tirto memang sejatinya lebih tertarik pada profesi kewartawanan dibanding menjadi dokter. Semenjak masih bersekolah di STOVIA, Tirto sudah sering menulis artikel untuk surat kabar Batavia.

Di tahun yang sama, Tirto kemudian bergabung dengan sebuah surat kabar bertajuk “Pembrita Betawi”. Ia bahkan ditunjuk menjadi redaktur hingga tahun 1903. Dari Pembrita Betawi ini Tirto kemudian belajar soal menjadi jurnalis dan wartawan yang baik. Tirto sadar bahwa menjadi wartawan berarti mengabdi kepada kepentingan publik.

Idealisme Tirto kemudian terwujud ketika ia berhasil mendirikan surat kabar sendiri bertajuk “Soenda-Berita” yang dibantu oleh modal seorang bupati Cianjur, Raden Aria Adipati Prawiradiredja. Soenda-Berita tercatat sebagai surat kabar pertama yang dirintis dan dikelola oleh pribumi.

Tahun-tahun berikutnya, Tirto melakukan perjalanan menuju Maluku bersama teman-temannya. Pengembaraanya di Maluku menjadi titik awal kebangkitan rasa nasionalisme dalam diri Tirto. Mengenang ke masa lalu, Maluku merupakan salah satu pusat awal kedatangan Belanda ke Nusantara dalam melakukan praktik kolonialisasi. Hal ini yang menimbulkan rasa geram Tirto kepada pemerintah Hindia Belanda sehingga memengaruhi gaya tulisannya yang semakin tegas menentang kolonialisme. Di Maluku juga, Tirto bertemu dengan pujaan hatinya, Siti Fatimah. Seorang putri raja yang cerdas.

Selepas dari Maluku, Tirto dan teman-temannya mendirikan koran mingguan dengan tajuk “Medan Prijaji”. Tujuan utama pembuatan surat kabar ini adalah sebagai upaya dalam melawan pemerintahan kolonial dengan koran sebagai sarananya. Karenanya, Medan Prijaji menjadi surat kabar yang memuat banyak kritik pedas terhadap kolonial dan karena itu juga, Medan Prijaji harus mandiri dalam proses pencetakan.

Medan Prijaji menjadi alat pergerakan pembela rakyat yang tertindas oleh kolonial. Menurut Tirto, koran menjadi alat untuk menyebarkan pergerakan nasional terhadap masyarakat karena itu juga Medan Prijaji berbahasa Melayu agar bisa diakses oleh banyak orang terutama pribumi sebagai mayoritas juga target pasar.

Surat Kabar Medan Prijaji/ foto: goodnewsfromindonesia.id
Surat Kabar Medan Prijaji/ foto: goodnewsfromindonesia.id

Tirto turut menjadi jurnalis untuk Medan Prijaji. Ia sendiri yang mencari berita ke penjuru Jawa. Dari perupayaan ini, Tirto bisa mengenal bangsanya lebih baik lagi berkat aksi observasi turun ke lapangannya. Tirto bisa melihat berbagai bentuk penyelewengan yang dilakukan kolonial terhadap rakyat kecil sehingga kejadian-kejadian ini bisa Tirto gunakan sebagai bahan berita untuk kembali mengkritisi pemerintahan kolonial.

Karena aksi-aksinya yang terus menyerang pemerintah, Tirto Adhi Soerjo kemudian dibawa ke pengadilan pada tahun 1907. Kala itu Tirto mengkritisi terkait penyalahgunaan jabatan dan korupsi di Hindia Belanda sehingga membuat dirinya harus menerima hukuman pembuangan ke Lampung selama 3 bulan.

Selain pers, Tirto merupakan orang yang percaya bahwa memupuk rasa kebangsaan bisa dilakukan dengan sarana organisasi modern. Karenanya ia mendirikan Sarekat Prijaji pada tahun 1908 yang berfokus pada kegiatan perdagangan. Selain itu, Tirto juga turut bergabung pada Boedi Oetomo yang pada awal paragraf sempat penulis singgung. Namun Tirto memutuskan untuk meninggalkan kedua organisasi itu karena dirasa terlalu elitis. 

Tirto kemudian mendirikan lagi organisasi pergerakan bernama Sarekat Dagang Islamiyah pada 5 April 1909. Fokus tujuannya adalah menghimpun saudagar pribumi untuk bersaing dengan saudagar asing. Dari SDI ini, Tirto kemudian bertemu Haji Samanhoedi di Surakarta yang nantinya disebut sebagai pendiri dari SDI. Padahal secara historis, Tirto lah yang pertama kali mendirikan organisasi dagang Islam ini. Pengaruh SDI kemudian semakin melebar terlebih ketika berubah nama menjadi Sarekat Islam dengan H.O.S Tjokroaminoto sebagai pemimpin barunya.

Tirto Adhi Soerjo wafat pada 7 Desember 1918 di umurnya yang ke-38. Sebelum wafat, Tirto sempat diasingkan ke Ambon selama 2 tahun dan selama itu karya-karya Tirto kerap di rumah kaca-kan oleh pemerintah sehingga banyak orang yang takut terhadap kehadirannya bahkan teman dekatnya sekalipun. Tirto lalu wafat dikarenakan penyakit yang ia derita selama beberapa tahun terakhir menjelang kepulangannya dan jenazahnya dimakamkan di Mangga Dua tanpa banyak yang menyaksikan.

Atas jasa-jasanya, Tirto lalu dianugerahkan gelar Bapak Pers Nasional pada tahun 1973 oleh pemerintahan republik Indonesia dan gelar pahlawan nasional pada tahun 2006.

Tirto dapat kita maknai sebagai seorang perintis. Ia berani memulai tanpa tahu akhirnya seperti apa, yang penting ia bisa membela bangsanya. Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia bahkan mengapresiasi Tirto dalam karya besarnya Tetralogi Buru sebagai tokoh bernama Minke dan “Sang Pemula”, buku semi otobiografi dari Tirto Adhi Soerjo. Bagaimana kisah Tirto ini bisa dimaknai dalam memupuk rasa nasionalisme? Pikirkan dalam diri anda pribadi.[]

Abrar Rizq Ramadhan

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun