Pedang Muramasa dan kisah tragis dibaliknya sehingga disebut sebagai pedang yang terkutuk. Mulai dari penempanya yang ‘gila’ hingga hubungannya dengan keshogunan Tokugawa yang disenangi sekaligus dibenci. Apa dibalik kisah pedang terkutuk ini?
Nama Muramasa terkenal akan aliran pedangnya yang kini dianggap  rakyat Jepang sebagai pedang yang terkutuk. Selain itu, Muramasa juga dikenal oleh kalangan pecinta anime sebagai salah satu servant dari Fate/Grand Order dengan nama Senji Muramasa. Jadi, sebenarnya ada cerita apa dibalik kisah tragis mengenai pedang Muramasa sekaligus sang penempanya yakni Sengo Muramasa?
Pedang Muramasa diambil dari nama penempanya yang bernama Sengo Muramasa, seorang penempa pedang jenius dari Kuwana. Aliran penempaannya berlangsung populer di zaman Muromachi yakni sekitar abad ke-14 sampai ke-16. Belum ada sejarawan yang dapat mengonfirmasi terkait kapan kelahiran dari Sengo Muramasa, yang jelas ia hidup pada masa tersebut. Terdapat sebuah legenda yang mengatakan bahwa Sengo merupakan murid dari Goro Masamune yang juga seorang penempa pedang yang brilian. Namun, periode hidup kedua tokoh ini berbanding jauh. Masamune hidup kisaran pertengahan abad ke-13 sedangkan Sengo hidup di kisaran abad ke-14 pada zaman Muromachi.
Seorang penempa pedang biasanya menganggap bahwa aktifitasnya merupakan kegiatan religi. Setiap tempaan memiliki nilai dan maknanya tersendiri. Sebelum menempa, sang penempa berdoa terlebih dahulu untuk menyerahkan jiwanya untuk setiap pedang yang dibuat. Kemungkinan besar, pedang Muramasa mendapati label terkutuk dari aksi penempaan ini. Sengo Muramasa sendiri selaku penempa dianggap sebagai pria yang gila. Beberapa kali ia didapati hendak membunuh siapa saja dengan pedangnya. Namun terkadang ia juga bersikap waras seakan tubuhnya memiliki dua kepribadian. Kepribadian yang normal dan kepribadian yang haus darah.
Sebuah legenda mengatakan bahwa Sengo sempat berkonflik dengan Masamune. Disini keduanya saling mengadu pedang hasil ciptaannya masing-masing sehingga menjadi sebuah kontes. Kedua pedang aliran Muramasa dan Masamune ditancapkan di sungai. Dari sini terlihat, bahwa pedang Masamune nyaris tidak memotong segala benda yang mengarungi sungai. Berbeda dengan pedang Muramasa yang memotong segala benda mulai dari ranting, daun, dan ikan. Seakan pedang tersebut benar-benar liar dan siap memotong siapapun termasuk makhluk hidup yang digambarkan oleh ikan sebagai hewan suci.
Di era keshogunan Tokugawa, Pedang Muramasa cukup populer dan sering digunakan oleh banyak samurai. Meskipun bereputasi buruk, pedang Muramasa sangat disenangi karena ketajamannya dan kualitasnya yang tinggi. Namun pada masa pemerintahan Tokugawa Ieyasu, pedang Muramasa dilarang habis-habisan. Apa yang menyebabkan pelarangan besar tersebut? Tidak jauh dari reputasinya sebagai pedang terkutuk. Pedang Muramasa berulah sejak masa pemerintahan Matsudaira Kiyoyasu yang merupakan kakek dari Ieyasu. Pada masa itu, Kiyoyasu menyadari adanya pengkhianat dalam kelompoknya. Ia menuduh anggota dalam kelompoknya, Abe Sadayoshi sebagai pengkhianat. Abe yang merasa difitnah lantas menyuruh anaknya, Yashiciro untuk membuktikan bahwa Abe tidak bersalah di pengadilan. Ketika hari-H, Yashiciro berangkat ke pengadilan sembari membawa pedang Muramasa. Ketika sampai, ayahnya telah dieksekusi oleh pengadilan sehingga membuat Yashiciro marah besar. Ia segera membunuh shogun Kiyoyasu dengan pedang Muramasa ditangannya. Layaknya orang kesurupuan, Yashiciro menebas Kiyoyasu tanpa ampun.
Berlanjut ke masa pemerintahan ayahnya Ieyasu, Matsudaira Hirotada, pedang Muramasa kembali menunjukan keganasannya kembali. Hirotada tertusuk oleh salah seorang pengikutnya yang bernama Iwamatsu Hachiya. Iwamatsu kala itu sedang mabuk berat sehingga tanpa sengaja mengambil pedang Muramasa dan menusuk Hirotada. Pedang itu layaknya memanggil Iwamatsu untuk menebas mangsanya.
Tidak berakhir sampai disitu. Kembali di era Tokugawa Ieyasu, Sebuah pisau hasil aliran Muramasa melukai dirinya ketika Ieyasu tengah tertangkap oleh pihak musuh untuk melarikan diri. Ditambah, anaknya yang bernama Matsudaira Nobuyasu dianggap pengkhianat sehingga hukumannya adalah ritual bunuh diri. Dan lagi-lagi, pedang Muramasa menjadi alat eksekusi bagi Nobuyasu.Â
Sejak saat itu, Ieyasu melarang penggunaan pedang Muramasa karena dianggap membawa nasib buruk. Mulai dari kakeknya hingga anaknya, pedang tersebut layaknya menghantui keluarga Ieyasu. Karena rasa takut yang besar, Ieyasu akhirnya menghapus aliran pedang Muramasa. Siapapun yang masih menyimpannya maka akan mendapat masalah yang sangat besar. Beberapa orang yang masih menyimpan pedang Muramasa berusaha untuk menghapuskan tanda-tanda yang tersirat dalam pedang tersebut agar tidak dicurigai. Beberapa kelompok pemberontak radikal memanfaatkan larangan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap keshogunan Tokugawa. Mereka merasa bahwa pedang Muramasa dapat memberikan mimpi buruk bagi Ieyasu. Oleh karena itu mulai banyak pedang Muramasa ‘palsu’ dibuat. Hal ini dikarenakan pedang Muramasa yang asli sudah sangat sulit ditemukan akibat dari pelarangan besar tersebut. Sehingga kelompok pemberontak menggunakan pedang Muramasa versi ‘aspal (asli tapi palsu)’ sebagai bentuk perlawanan.
Meski begitu, terdapat dua set pedang Muramasa yang masih Ieyasu simpan dan mewariskannya hingga kini. Sekarang kedua pedang tersebut masih dijaga oleh keluarga Tokugawa Owari sebagai benda pusaka di Kuil Shinto.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H