Jika pagi ini terjadi sesuatu yang lebih berat atas diri Bu Titi, saya sangsi Bu Titi akan memperoleh keadilan. Di negara yang sistem hukumnya belum prokonsumen, paling banyak Bu Titi hanya akan mendapat santunan dari PT Jasa Raharja sementara masinis kereta dan Kepala Stasiun Sudirman hanya akan dihukum beberapa bulan penjara… atau, mengingat kebiasaan di Indonesia, malah justru Bu Titi, Pak Amir dan para roker yang mendukungnya dilaporkan kepada polisi dengan tuduhan “pencemaran nama baik”, “perbuatan tidak menyenangkan” atau “mengancam keselamatan orang lain”…
Pertanyaan untuk PT KAI, mau dibawa ke mana perkeretaapian Indonesia?
Di sisi lain, keselamatan, keamanan dan kenyamanan dalam bepergian dengan kereta api memang bukan hanya menjadi tanggung jawab PT KAI, tetapi juga para roker. Kontribusi para roker dapat berupa peningkatan kedisiplinan dan ketertiban, misalnya dalam mengantri tiket - untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab; mendahulukan roker yang turun dari kereta - untuk menghindari roker terjatuh, terinjak, dsb; tidak berebut saat naik ke kereta - karena membahayakan keselamatan diri sendiri dan memberi kesempatan kepada para penjahat untuk beraksi; menaati himbauan mengenai prioritas tempat duduk, dsb. Mungkin semua itu terkesan utopis. Namun semua itu perlu dilakukan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan bersama.
(Tulisan ini menceritakan kejadian yang sebenarnya, sebagaimana saya alami sendiri. Penamaan karakter dilakukan hanya untuk memudahkan alur penulisan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H