Mohon tunggu...
Djoko Susilo
Djoko Susilo Mohon Tunggu... -

mencoba untuk berbagi pemikiran dan cerita, untuk selengkapnya bisa kunjungi blog saya http://www.thedjokosusilo.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

WEF di Davos dan Neo Liberalisme

27 Januari 2014   17:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:24 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sejarah Inggris, negara ini menjadi kuat dan mempelopori revolusi industri Dengan kebijaksanaan yang mula2 diterapkan raja Henry VII padababad XV yang melarang ekspor wool mentah. Saat itu Inggris hanya menjual hasil wool yang belum diproses. Akibatnya keuntungan dinikmati oleh infustriawan di Belanda, Belgia dan Venesia yang bisa memproses wool itu untuk menjadi produk pakaian yang lebih bernilai. Hampir seratus tahun lamanya larangan itu dijalankan sampai
inggris mampu mengejar ketertinggalan teknologi pemrosesan wool. Walhasil kebijakan Raja Henry VII yang mula-mula banyak ditentang itu akhirnya menjadi basis Inggris sebagai kekuatan ekonomi dunia bahkan sempat menjadi Penguasa dunia dengan semboyan "British Rules the Waves".

Memang, kalau kita mau berkaca dari sejarah, sebaiknya kita tidak ikut arus sesat pikir ekonom liberal. Kita harus berpijak pada kepentingan nasional. Stop ekspor bahan mentah baik mineral atau tambang. Sangat benar pernyataan Dahlan Iskan belum Ini yang mengatkan ingin melarang ekspor batubara selama 100 tahun. Juga mestinya Pemerintah tidak ragu-ragu melarang ekspor bahan mentah barang tambang seperti Diamanatkan UU Minerba 2009. Selain mengamankan bahan mentah,Indonesia harus Tingkatkan produksi secara efisien.Berikan subsidi untuk sektor yang produktif dan kurangi impor barang konsumtif. Tidak masuk akal kita mengekspor batubara ke Tiongkok dan India yang cadangan batu baranya lebih besar dari Indonesia. Dulu kita bangga sebagai negara pengekspor minyak, tapi sekarang setiap bulan kita menghabiskan devisa sekitar 3,5 milliar dolar untuk beli minyak dan gas. Jangan lupa bahwa selain memiliki minyak, Indonesia juga kaya akan gas. Sayang sekali gas kita pun dijual teramat Murah ke Tiongkok untuk waktu 25 tahun atau lebih. Masyarakat pun sudah lupa dengan pemerintah yang memutuskan menjual aset - aset negara dengan sangat Murah tersebut.

Majalah Foreign Affairs terbaru January 2014 memuat artikel yang membandingkan Indonesia dengan Filipina. Keduanyan disebut sebagai negara ASEAN yan mampu lepas dari krisis ekonomi dunia 2008 dengan baik, tetapi ke depannya Filipina akan jauh lebih baik karena presiden Benigno Aquino III berani mengambil langkah rasional. Di satu posisi memberikan proteksi dalam negeri tapi dilain pihak merealokasi subsidi secara lebih tepat sasaran.

Dalam musim kampanye baik pileg atau pilpres, kita tanyakan komitmen para Caleg atau Capres kita. Sayangnya kita tidak punya banyak pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun