Mohon tunggu...
Puisi Pilihan

Senja yang Kini Kuabadikan

26 Mei 2017   15:45 Diperbarui: 26 Mei 2017   16:08 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senja yang merona disana kembali membawa

Membawa senyummu ke dalam angan

Betapa... manisnya

Fetish, senja tau benar apa yang kusuka

Kusuka darimu, dari dirimu

Tersimpan bukan kusimpan, menjadi bulan-bulanan oleh senyummu

Benar terheran betapa egonya manismu

Mari, kuceritakan lebih jauh bagaimana senjaku terlena bualan kata

Tidakkah kau pernah merasa senja itu waktu yang pas tuk merangkai rindu? Bukan waktu untuk memanggil kembali sikap acuhmu. Sayang rasanya dihabiskan dengan itu. Memang salahku mengharap yang baik atas gagalnya tekad, memang tak semestinya menyalahkan. Paham itu yang membuatku bisa mengenyampingkan apa yang kudapat buruk darimu.

Kutenggelam di alam sepi. Ternyata ada benarnya, malah bentuk kecil dari rasa sayang yang teringat. Rasa nyaman, aura tenang, hal yang kuingat kala kau menerima bentuk itu dariku. Sekedar duduk disampingmu, kau pun mulai bercerita ringan, kisahnya yang itu-itu saja, dan gak ngerti kenapa kau selalu tertawa. Mendengarnya bukan untuk sopanku, tapi kusenang menyertai rasamu. Ingin rasanya, ah sudahlah...

Senja belum bosan kok, aku lanjut ya.

Tak peduli akan salah, yang kerap dianggap benar karena kupercaya bagaimanapun, seperti apapun jalannya ku kan menemui mereka berdua yang kau hormati. Mengenal dan memohon izin untuk menjadikanmu teman dikala senja, sehingga ku tak perlu senja, senja, dan senja untuk melihat senyummu. Senja tak lagi di ambang pilu, kubawa sebentar tulisan ini diambang itu. Tekad yang tadi kubicarakan, tekad tuk bertahan ditempat itu, tekad yang pada akhirnya gagal kupegang. Herannya, cepat saja saat tak lagi bercerita, kau kembali duduk dengan dia yang memang kulihat lebih baik. Hingga senja ini pun masih tak banyak membantu hilangkan kecewaku. Yang pernah tumbuh berasa sia-sia.

Lah sudah dikumandangkan panggilan-Nya, senja sudah tak lagi ditempatnya. Kuakhiri segera saja, terburu waktu untuk menunaikan kewajiban-Nya.

Yang hilang berganti, mereka menyanyikan apa yang terdengar bualan untukku. Setia itu hanya prasangka, mendapat pilihan maka dia pergi dengan alasan serupa.

Kuabadikan, adalah yang berbeda dari senja kali ini dan mungkin akan mulai kubiasakan. Karena entah bagaimana, rasa rindu, rasa ingin tahu akan kabarmu bisa kupuaskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun