Tak peduli akan salah, yang kerap dianggap benar karena kupercaya bagaimanapun, seperti apapun jalannya ku kan menemui mereka berdua yang kau hormati. Mengenal dan memohon izin untuk menjadikanmu teman dikala senja, sehingga ku tak perlu senja, senja, dan senja untuk melihat senyummu. Senja tak lagi di ambang pilu, kubawa sebentar tulisan ini diambang itu. Tekad yang tadi kubicarakan, tekad tuk bertahan ditempat itu, tekad yang pada akhirnya gagal kupegang. Herannya, cepat saja saat tak lagi bercerita, kau kembali duduk dengan dia yang memang kulihat lebih baik. Hingga senja ini pun masih tak banyak membantu hilangkan kecewaku. Yang pernah tumbuh berasa sia-sia.
Lah sudah dikumandangkan panggilan-Nya, senja sudah tak lagi ditempatnya. Kuakhiri segera saja, terburu waktu untuk menunaikan kewajiban-Nya.
Yang hilang berganti, mereka menyanyikan apa yang terdengar bualan untukku. Setia itu hanya prasangka, mendapat pilihan maka dia pergi dengan alasan serupa.
Kuabadikan, adalah yang berbeda dari senja kali ini dan mungkin akan mulai kubiasakan. Karena entah bagaimana, rasa rindu, rasa ingin tahu akan kabarmu bisa kupuaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H