"Besok pagi dipecat. Besok pagi kamu dipecat!"
Begitulah 'lirik lagu' fans Liverpool, nyaring bunyinya, karena dibikin dengan suka cita saat tim kebanggannya cetak dua gol ke gawang Man City-nya Pep Guardiola.
Mendengar nyanyian itu, Pep justru nggak panik, dia malah santai seolah-olah menikmatinya. Dengan senyum lebar, dia angkat enam jari---nunjukin jumlah gelar Liga Premier yang udah dia borong. Sebagian fans Liverpool merespon dengan tepuk tangan, ada yang bahkan teriak "terima kasih, Pep!" karena ngingetin mereka soal jumlah trofi Liga Champions yang udah mereka raih. Well, Liverpool menang telak di situ.
Tapi, meski Pep keliatan cool dan pede, pasti ada sedikit rasa panas di hatinya. Gimana enggak, dia pasti kesal ngeliat pemain-pemainnya yang berkelas---yang dulu jago banget, sekarang malah jadi bayangan dari diri mereka sendiri.
Dari yang dulu nggak terkalahkan, sekarang malah hilang arah. Man City, yang dulunya jadi tim yang ditakuti, sekarang malah berjuang keras buat dapetin tiket ke Liga Champions.
Ini nih tantangan terbesar buat Pep: ngehidupin lagi Man City yang mulai redup. Waktu udah mulai ngejar pemain-pemain senior kayak Kyle Walker, Ilkay Gundogan, dan Bernardo Silva. Sementara itu, pemain muda kayak Phil Foden juga nggak bisa dipungkiri lagi, beban beratnya udah mulai nguras tenaga.
Man City butuh banget suntikan darah baru, vibe baru, dan pastinya energi yang segar. Angin perubahan cuma bisa datang lewat bursa transfer dan sentuhan jitu dari tangan dingin Pep dalam ngatur strategi dan nge-manage pemain.
Sayangnya, terlalu banyak pemain yang kayak terjebak dalam "pasir hisap", dan Pep kesulitan banget buat menarik mereka keluar dari zona nyaman yang udah mulai bikin tim stagnan.
Man City nggak kalah karena kurang skill atau kurang cemerlang. Mereka kalah karena nggak bisa ngelakuin hal-hal dasar yang seharusnya. Sementara Liverpool? Mereka main dengan semangat yang beda---lebih haus bola, lebih pengen menang. Dan itu, seharusnya, bikin City malu besar.
Iya, sih, mereka kehilangan Rodri, pemain yang paling krusial buat tim. Tapi, kan, mereka punya talenta segudang dan banyak pemain yang udah kebiasaan juara. Tapi kenapa ya, semua malah tampil mengecewakan? Kecuali beberapa pemain yang masih nge-jalanin tugas dengan serius, kayak Nathan Ake, Ruben Dias, dan Rico Lewis. Sisanya? Bener-bener hilang dalam permainan.
Pasukan Arne Slot bener-bener main dengan semangat tinggi. Mereka menangin bola berkali-kali karena lebih cepet nguasain dan lebih haus bola ketimbang pemain-pemainnya Guardiola.
Liverpool punya keyakinan yang jauh lebih besar, dan sebenarnya, mereka layak menang lebih dari sekadar gol Cody Gakpo dan penalti Mohamed Salah di menit-menit akhir. Mereka dominasi duel-duelnya, apalagi Virgil van Dijk yang sukses ngebungkam Erling Haaland, dan Trent Alexander-Arnold yang nggak kasih ampun saat merebut bola dari Matheus Nunes yang lagi nggak sadar.
Nunes sempet melakukan intersepsi penting dan lari kenceng untuk gagalin Gakpo, tapi selain itu, dia kayak nggak sadar gimana beratnya beban yang lagi dipikul City. Sekarang, City butuh pemain yang bisa berjuang mati-matian, bukan cuma jago teknik.
Ryan Gravenberch yang jadi kunci di lini tengah, benar-benar ngacauin taktik Guardiola.
Guardiola pun nggak tinggal diam, dia coba ubah strategi dengan ngeinstruksikan Manuel Akanji buat masuk ke lini tengah dan Foden untuk mundur sedikit biar bisa bantu Silva, Lewis, dan Gundogan dalam melawan trio maut Liverpool: Gravenberch, Dominik Szoboszlai, dan Alexis Mac Allister. Tapi, apa daya, Liverpool udah keburu nguasain semuanya.
Gravenberch langsung gaspol sejak peluit pertama, kayak motor balap yang siap ngegas. Dia ambil alih kendali lini tengah, ngebantai City yang kelihatan 'ringan' banget. Di menit-menit awal, dia langsung tekan Gundogan, nyuri bola, dan ngatur ritme permainan kayak maestro.
Berkat sentuhan pelatih Arne Slot, Gravenberch dan Gakpo jadi makin gila. Mereka udah jauh lebih tajam, lebih siap, dan lebih pede. Pemain-pemain Liverpool kayak pendaki gunung yang udah ngerasa di puncak, sementara pasukan Guardiola kayak kehabisan napas, kelelahan setelah 4 musim penuh kejar-kejaran trofi.
Kalau pertandingan ini nunjukkin satu hal, itu adalah kenapa Liverpool makin jadi favorit juara. Tapi, nggak cuma itu, ini juga bikin Fenway Sports Group (pemilik Liverpool) harus buru-buru ngunci Salah di Anfield. Kalau urusan kontrak, kasih aja durasi 2 tahun, ditambah bonus kinerja. Semua pasti beres.
FSG emang suka banget yang namanya angka, dan Salah lagi nambah koleksi statistiknya: assist ke-11 dan gol ke-13 musim ini. Gila sih, angka-angka itu makin bikin dia jadi legenda.
Di sisi lain, Nathan Ake tampil solid banget di bek kiri, sampe Pep Guardiola pun nggak bisa menahan pujian buat dia. Tapi, bahkan Ake yang udah tampil ciamik nggak bisa ngelawan magic-nya Alexander-Arnold. Di menit ke-12, Trent ngelempar umpan panjang 50 yard yang langsung disambut Salah---keren banget, kan?
Salah nggak nyia-nyiain peluang, langsung kirim umpan silang ke Gakpo yang tanpa ragu nge-gol-in dari jarak deket di tiang jauh. Lalu, dimana sih Kyle Walker? Kode pos kayaknya salah, bro!
City langsung panik, bingung, dan gelisah. Nunes sampe kena kartu kuning karena foul ke Alexander-Arnold, Foden juga nggak ketinggalan, nyusul dengan kartu kuning buat narik Gravenberch.
Gundogan, yang biasanya jadi pemimpin, malah jadi cerminan dari frustrasi City---kehilangan kontrol, dan akhirnya melanggar Mac Allister.
Sementara itu, Silva, Walker, dan Lewis berani ninggalin lapangan pas turun minum sambil debat panas sama wasit. Tapi, sebenernya mereka harusnya nahan napas aja, soalnya yang harus ditegur bukan cuma wasit, tapi juga beberapa rekan setim mereka, kayak Nunes yang lagi bikin blunder.
City coba ngangkat permainan mereka, dan Jeremy Doku masuk buat nyuntik energi di sisi kiri. Tapi, di momen-momen kayak gini, City malah kangen banget sama Julian Alvarez---si penyerang yang bisa jadi ancaman serius di lini tengah. Sayangnya, dia udah dijual.
Tapi, di sisi lain, Arne Slot malah bikin keputusan cerdik dengan masukin Darwin Nunez. Begitu Nunez masuk, dia langsung bikin kekacauan! Larinya kencang banget, tekanan yang nggak pernah berhenti, dan bikin pertahanan City ke mana-mana nggak karuan.
Liverpool emang gila, mereka punya banyak banget pemain yang bisa dibilang layak jadi MOTM. Ada Van Dijk, Gravenberch, Gakpo, dan Robertson---yang sebenernya agak kurang stabil musim ini, tapi di game ini mereka semua tampil luar biasa.
Luis Diaz? Jangan tanya! Dia nggak pernah kehabisan stamina, ngerepotin Walker abis-abisan, dan akhirnya menangin penalti setelah Ortega nge-tackle dia.
Salah pun nggak main-main waktu eksekusi penalti. Dia tembak keras dan datar, langsung lewat kiper dengan sisa waktu 12 menit. Gila, Liverpool makin nggak terbendung!
Dan pertandingan udah mau kelar. Guardiola baru masukin Kevin De Bruyne. Ya ampun, telat!
De Bruyne langsung hampir cetak gol, manfaatin kesalahan langka Van Dijk, tapi sayangnya Kelleher tampil solid dan menggagalkan peluang itu. Eh, tapi ngomong-ngomong, bukannya Kelleher harusnya jadi pilihan utama di depan Alisson? Kelleher nggak bikin satu pun kesalahan, lho!
Dan lagi-lagi, ini jadi kontras sama City. Ederson dicadangkan, Ortega sih oke, tapi nggak ada levelnya dibanding Kelleher. Bahkan pemain-pemain City nggak ada yang bisa nyamain kualitas pemain-pemain Liverpool. Gimana nih, Pep?
Yang paling bikin Guardiola cemas sekarang adalah gimana timnya udah merosot jauh banget dari level bintang mereka beberapa tahun terakhir, dan sepertinya nggak bisa balik ke puncaknya.
Emang sih, Guardiola nggak bakal dipecat pagi-pagi, tapi dia seharusnya mulai serius ngeliat pemain-pemain yang performanya mulai turun drastis. Kalau nggak, bisa-bisa mereka terjebak di zona merah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H