Sejurus dengan pemaparan saya sebelumnya. Fasilitas sekolah inklusi seharusnya memiliki standarisasi. Menurut sumber salah satu tenaga pendidik sekolah inklusi yang berpengalaman, idealnya sekolah inklusi mempunyai beberapa fasilitas diantaranya:
- Kursi dan Meja khusus yang aman
- Kamar Mandi Khusus
- Jalur Khusus (Bagi pengguna kursi roda)
- Ruang Terapi (Fisioterapi, Terapi Bicara, Okupasi dan lain-lain)
- Ruang Sumber (Untuk bimbingan dan konseling)
Menariknya berbagai fasilitas diatas sama sekali tidak ada di sekolah inklusi anak kami. Inilah yang saya sebut kejanggalan. Artinya pemerintah sangat tidak serius memperhatikan hak-hak anak penyandang disabilitas.
Disaat pembangunan infrastruktur seperti proyek pemugaran alun-alun kota yang tak kunjung usai, proyek "pemberantasan" pohon untuk pelebaran jalan yang sia-sia, hingga proyek pembuatan taman-taman yang tak sesuai peruntukan gencar dilakukan, Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalir bak pipis bayi yang baru lahir.
Tidak ada meja dan kursi khusus, meja dan kursi yang dipakai terbuat dari kayu yang merupakan warisan 40 generasi dengan coretan Tipe X "I Love Ratih".
Jangankan ruang terapi, ada ruangan untuk sekolah inklusi saja sudah beruntung. Dibekali kipas angin bernada yang sesekali nyendat saat menoleh ke kiri. Mungkin dia sudah capek menyaksikan tingkah para pejabat pemerintah yang hanya sibuk mencari selisih nilai proyek guna menyengangkan perut karetnya.
Jalur Khusus? Kamar Mandi Khusus? Udah deh nggak usah mimpi!!!
Lantas sampai kapan kondisi ini dibiarkan? Bukankah penunjukan dan pembentukan sekolah inklusi di Mojokerto sudah dimulai sejak tahun 2013, artinya hampir 10 tahun program ini tidak bergerak.
Penyelenggara Sekolah
Saya sangat geli membaca berita salah satu media online Radar Mojokerto dibawah ini