"Pemimpin terbesar belum tentu orang yang melakukan hal-hal besar. Dia adalah orang yang membuat orang lain melakukan hal-hal besar" (Ronald Reagen).
Banyak orang mengatakan bahwa memimpin adalah sebuah seni. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa dalam hal memimpin, seseorang memerlukan cara-cara khusus agar bisa menjadi pemimpin yang baik, pemimpin yang berhasil.
Berbagai studi ilmiah dilakukan untuk mempelajari tentang kepemimpinan, dan hasilnya lahirlah bermacam teori-teori kepemimpinan.Â
Masing-masing teori menunjukkan perbedaan pendapat, uraian, metodologi, interpretasi dan kesimpulan yang ditarik.
Hal ini wajar karena memang kepemimpinan memiliki unsur-unsur yang sangat kompleks antara lain unsur personal, sosial, komunal, intelektual hingga spiritual.
Semua unsur-unsur diatas merupakan rangkaian satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Di satu sisi bisa menguatkan, namun di sisi lain bisa juga melemahkan kepemimpinan itu sendiri.
Sejarah pemimpin dan kepemimpinan muncul seiring dengan peradaban manusia, yaitu sejak zaman manusia mulai berkumpul bersama. Mereka kemudian bekerja sama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya menghadapi alam dan binatang.
Saat itulah lahir kerja sama antar manusia, kemudian muncul unsur kepemimpinan. Pada zaman dulu, seorang yang ditunjuk sebagai pemimpin adalah pribadi yang paling kuat, paling cerdas dan paling berani.
Ketahanan dan kekuatan fisik menjadi prasyarat utama agar seorang individu bisa menjadi pemimpin. Namun seiring perkembangan peradaban, kepemimpinan berdasarkan fisik ini sudah tidak dipakai karena tidak relevan lagi.
Syarat menjadi pemimpin tidak sesederhana zaman dulu, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat peradaban manusia.Â
Dalam teori kepemimpinan ada hal menarik yang patut kita jadikan referensi agar dalam mengemban amanah, kita bisa menjadi pemimpin yang ideal dan tentunya pemimpin yang berhasil. Hal yang saya maksud adalah tentang gaya kepemimpinan.