Pemerintah Indonesia menargetkan capai Net-Zero Emissions pada tahun 2070. Berbagai upaya-upaya adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim terus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab nasional dan global.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan salah satu negara peserta Konferensi Perubahan Iklim Global yang melahirkan Perjanjian Paris tahun 2015.
The Paris Agreement merupakan kesepakatan bersama dari seluruh negara peserta untuk mengawal aktivitas reduksi emisi CO2. Adapun tujuan dari Perjanjian Paris diantaranya Pertama, menahan laju peningkatan temperatur global dibawah 2 derajat celcius atau setidaknya hingga 1.5 derajat celsius.
Mengutip dari berbagai laporan penelitian, saat ini diperkirakan temperatur atau suhu bumi telah mencapai 1.1 derajat celcius. Jika kondisi ini dibiarkan terus, maka suhu bumi berpotensi melewati ambang batas aman pada tahun 2030.
Dunia akan dihadapkan pada risiko perubahan iklim antara lain Gelombang Panas, Kekeringan, Kelangkaan Air, Suhu Dingin Ekstrem hingga Peningkatan Curah Hujan Lebat. Bencana akibat perubahan iklim akan dialami di semua belahan bumi.
Kedua, Perjanjian Paris berupaya meningkatkan kemampuan semua negara untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim serta mendorong pembangunan industri yang rendah emisi agar dapat mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK).
Apa yang dimaksud dengan Gas Rumah Kaca?
Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang dapat menangkap sinar matahari. Gas-gas yang termasuk Gas Rumah Kaca diantaranya Karbindioksida (CO2), Nitrogendionoksida (N2O), Metana (CH4), dan Freon (SF6, HFC, PFC).
Secara alamiah, Gas Rumah Kaca dihasilkan dari aktivitas manusia sehari-hari. Ketika kita bernafas saja sebenarnya menghasilkan karbondioksida (CO2) yang notabene masuk ke dalam kategori Gas Rumah Kaca.
Gas Rumah Kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar. Namun Gas Rumah Kaca yang berlebihan dapat menyebabkan pemanasan global.