Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotist, Professional Executive, Founder Rumah Hipnoterapi, Founder Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Awas! Malas Bergerak, Badan Bisa Jadi Bengkak

11 September 2021   16:06 Diperbarui: 13 September 2021   09:03 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://caramenghitung.com/wp-content/uploads/2017/11/rumus-menghitung-imt.jpg

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan bahwa kasus obesitas di Tanah Air kian melonjak. Melansir dari data Kemenkes, 1 dari 3 orang dewasa mengalami obesitas. Masalah kelebihan berat badan juga dialami oleh 1 dari 5 anak usia 5 - 12 tahun. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai akumulasi lemak yang tidak normal atau kelebihan sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bagi masyarakat Asia, seseorang mengalami obesitas jika memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 25.

Indeks Massa Tubuh digunakan untuk menentukan kategori berat badan, caranya membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan seseorang. Melalui IMT, Anda bisa mengetahui status berat badan, apakah normal, berlebihan atau justru kurang.

Cara Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut WHO, Indeks Massa Tubuh terbagi menjadi 4 kategori:

  • Obesitas, IMT sama dengan atau diatas 30
  • Berat Badan Berlebih, IMT antara 25 - 29,9
  • Berat Badan Normal, IMT antara 18,5 - 24,9
  • Berat Badan dibawah Normal, IMT dibawah 18,5

Sedangkan khusus untuk orang-orang Asia, termasuk Indonesia berikut ini kategori yang dipakai sebagai acuan:

  • Obesitas, IMT sama dengan atau diatas 25
  • Berat Badan Berlebih, IMT antara 23 - 24,9
  • Berat Badan Normal, IMT antara 18,5 - 22,5
  • Berat Badan dibawah Normal, IMT dibawah 18,5

Rumus perhitungan IMT adalah:

https://caramenghitung.com/wp-content/uploads/2017/11/rumus-menghitung-imt.jpg               
        googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});
https://caramenghitung.com/wp-content/uploads/2017/11/rumus-menghitung-imt.jpg googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});

Misalkan berat badan Anda saat ini 82 kilogram dan tinggi badan 1,73 meter. Caranya pertama kalikan tinggi badan dalam kuadrat (1,73 x 1,73 = 2,99). Kemudian langkah kedua bagi angka berat badan Anda dengan kuadrat tinggi badan (82 : 2,99 = 27,42). 

Terakhir bandingkan angka IMT Anda dengan kategori IMT diatas. Untuk IMT 27,42 termasuk dalam kategori obesitas karena diatas 25 (ukuran orang Asia).

Untuk contoh diatas, jika menginingkan berat badan normal sesuai standar WHO, maka harus menurunkan berat badan dari 82 kilogram menjadi 67 kilogram.

Jika IMT Anda diatas normal atau obesitas, maka  berisiko menderita penyakit seperti jantung, diabetes dan kanker. Sebaliknya jika IMT Anda dibawah normal, maka berisiko mengalami gangguan pencernaan dan osteoporosis.

Tetapi perlu diperhatikan, bahwa IMT ini tidak berlaku bagi ibu hamil dan/atau orang dengan gangguan makan seperti anoreksia nervosa.

Meski begitu, jangan menjadikan IMT sebagai patokan berlebihan untuk mengukur berat badan Anda. Gunakan IMT sebagai peringatan dini bahwa ada saatnya kita mengurangi berat badan ketika dirasa mulai tidak terkontrol.

Hal itu dikarenakan beberapa alasan dibawah ini:

  1. IMT tidak mempertimbangkan faktor lain seperti usia, jenis kelamin, genetik, gaya hidup dan riwayat kesehatan.
  2. Ukuran bobot yang disamaratakan sehingga mengesampingkan kemungkinan seseorang memiliki massa otot lebih tinggi dari orang lain, misalnya atlet.
  3. Tidak memperhatikan distribusi lemak di dalam tubuh manusia. Padahal lokasi lemak di tubuh dapat mengidentifikasi kesehatan seseorang.
  4. Menyebabkan bias berat badan sehingga mengesampingkan kondisi medis yang lebih serius.
  5. Nilai IMT tidak sama untuk seluruh populasi manusia.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan diatas, IMT tetap bisa kita gunakan untuk menjaga berat badan. Terlebih saat berat badan naik, baju mulai kekecilan dan tubuh mudah lelah.

Apalagi kondisi pandemi seperti sekarang, dimana aktivitas lebih banyak kita lakukan di rumah. Apabila tidak diwaspadai dan dikontrol, maka naiknya berat badan dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai masalah kesehatan.

Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan berat badan naik. Mulai dari faktor genetik, gaya hidup hingga masalah psikis. Seringkali faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan kombinasi diantara beberapa faktor.

Faktor Genetik

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2018/05/28/981629/540x270/studi-orang-gemuk-lebih-kebal-dari-penyakit-menular.jpg
https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2018/05/28/981629/540x270/studi-orang-gemuk-lebih-kebal-dari-penyakit-menular.jpg

Genetik atau faktor keturunan menjadi penyebab obesitas yang paling sering terjadi. Anak dari orang tua yang mengalami kelebihan berat badan, cenderung berisiko mengalami obesitas dibanding anak dengan orang tua yang memiliki berat badan normal.

Faktor keturunan membuat gen memberikan instruksi kepada tubuh untuk memberikan respon sesuai dengan bawaannya. Dengan kata lain genetik dari orang tua akan mempengaruhi sistem metabolisme, distribusi lemak, aktivitas fisik serta sinyal tubuh seperti rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang.

Oleh sebab itu banyak orang obesitas mempunyai anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan serupa. Tetapi tenang kawan, jangan khawatir. Kalau menurut saya, faktor genetik ini malah justru bermanfaat. 

Jika sudah mengetahui bahwa orang tua membawa gen obesitas (dapat dilihat dari ciri-ciri fisik), maka seharusnya kita bisa lebih waspada untuk mengubah pola hidup dan menjaga pola makan.

Kalau orang tua obesitas, bukan berarti kita juga pasti obesitas. Semuanya tergantung pada pilihan kita masing-masing. Sadarilah bahwa kelebihan berat badan itu kurang baik buat kesehatan tubuh. Jadi, yuk kita jaga berat badan ideal! 

Faktor Gaya Hidup

https://inakoran.com/uploads/2021/03/04/1614839969-p8c793641443f0dbce1b16450c4f7e44b.jpg
https://inakoran.com/uploads/2021/03/04/1614839969-p8c793641443f0dbce1b16450c4f7e44b.jpg

Pola makan tidak sehat dan jarang bergerak (berolahraga) adalah faktor obesitas yang juga sering dialami banyak orang. Mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori serta berlebih yang tidak diimbangi dengan gerak atau aktivitas fisik, bisa menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh kita.

Lemak merupakan hasil dari kelebihan kalori yang kita konsumsi. Idealnya seorang individu dengan berat badan tertentu hanya membutuhkan asupan kalori sesuai energi yang dikeluarkan. Istilah yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi disebut dengan Total Daily Energy Expenditure (TDEE).

Untuk menghitung TDEE, Anda bisa gunakan angka patokan dibawah ini:

  • Orang yang rutin berolahraga (Setiap hari), angka patokan TDEE = 36
  • Orang yang jarang berolahraga (Seminggu 1-2 kali), angka patokan TDEE = 33
  • Orang yang sama sekali tidak pernah berolahraga, angka patokan TDEE = 29

Surplus atau defisit kalori yang Anda konsumsi dapat mempengaruhi naik atau turunnya berat badan. Sederhananya, seseorang yang setiap hari surplus kalori, maka berat badannya cenderung mengalami kenaikan. Sebaliknya seseorang yang yang setiap hari defisit kalori, maka berat badannya cenderung akan turun.

https://apki.or.id/wp-content/uploads/2016/02/CSN-2.png
https://apki.or.id/wp-content/uploads/2016/02/CSN-2.png

Guna menghitung berapa kalori yang diperlukan untuk menghasilkan energi dalam satu hari, Anda bisa menggunakan rumus berikut ini.

Berat Badan x TDEE = Jumlah Kalori 

Sebagai contoh, orang dengan berat badan 82 kilogram dan jarang berolahraga (seminggu 1 -2 kali), maka jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 82 x 33 = 2.706 Kcal.

Jika dia mengonsumsi makanan dan minuman dengan jumlah kalori diatas 2.706 Kcal, maka kelebihan kalori tersebut akan menjadi surplus kalori yang berubah menjadi lemak dan menyebabkan berat badan naik.

Cara menurunkan berat badan untuk Anda yang saat ini mengalami obesitas adalah dengan menciptakan defisit kalori. Karena dengan defisit kalori, maka tubuh akan mengambil energi dari cadangan lemak yang Anda miliki.

Kembali pada contoh diatas, jika ingin menurunkan berat badan, maka orang tersebut harus mengonsumsi makanan dan minuman dengan total kalori dibawah 2.706 Kcal.

Kalau setiap hari Anda mengonsumsi jumlah kalori dibawah TDEE Anda saat ini (defisit kalori), maka berat badan dipastikan akan turun. Sekali lagi, menciptakan defisit kalori sama dengan mengurangi lemak yang dijadikan energi oleh tubuh kita.

Nah.. ada satu hal penting yang perlu diingat, bahwa defisit kalori tidak boleh lebih dari 25% karena akan menimbulkan efek kurang baik bagi tubuh. Bagaimanapun juga tubuh memerlukan asupan nutrisi yang seimbang.

Selain menjaga konsumsi kalori, Anda juga bisa tambah frekuensi berolahraga setiap hari 15-20 menit. Tujuannya agar pembakaran kalori yang Anda konsumsi menjadi seimbang.

Olahraga jenis kardio seperti jalan kaki, berlari dan bersepeda dapat mempercepat pembakaran kalori. Semakin banyak kalori yang terbakar, maka berpeluang menciptakan defisit kalori. 

Orang yang malas bergerak (berolahraga), sangat rawan mengalami obesitas ketika pola makan juga tidak diatur dengan benar.

(Baca juga: Diet yang Mengenyangkan)

Faktor Psikis

https://image-cdn.medkomtek.com/1vgmtBxkHl2ZknwiBCZ6jTKvXXw=/1x44:1000x607/673x379/klikdokter-media-buckets/medias/2302922/original/069123300_15474528
https://image-cdn.medkomtek.com/1vgmtBxkHl2ZknwiBCZ6jTKvXXw=/1x44:1000x607/673x379/klikdokter-media-buckets/medias/2302922/original/069123300_15474528

Sudah bukan rahasia lagi, masalah kesehatan mental faktanya juga bisa menjadi pemicu obesitas. Saat seseorang dilanda stres, mungkin dirinya sangat sulit untuk makan makanan yang sehat.

Banyak orang dengan kondisi stres justru membiarkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan emosional dengan banyak makan. Makan akibat stres ini kemungkinan di dominasi oleh makanan dengan kalori tinggi seperti junk food dan makanan tidak sehat lain.

Apabila kebiasaan ini terus dilakukan tanpa diimbangi aktivitas fisik (olahraga), maka bisa memicu kenaikan berat badan yang berujung pada obesitas.

Oleh karena itu, sangat diperlukan metode pengelolaan stres yang baik agar kita terhindar dari masalah-masalah kesehatan mental. Kalau dirasa sangat berat, mungkin Anda bisa berkonsultasi kepada pakar dan melakukan berbagai upaya terapi psikis.

(Baca juga: Mengelola Emosi Negatif dengan Belief System)

***

"Cintai diri sendiri dengan menjaga kesehatan, merawat pola pikir dan mengelola perasaan" The Architect

-AP-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun