Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotist, Professional Executive, Founder Rumah Hipnoterapi, Founder Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Biarkan "Quarter Life Crisis" Membuat Hidup Kamu Jadi Terkikis!

13 Mei 2021   14:33 Diperbarui: 15 Mei 2021   13:43 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Quarter life crisis/berita.teknologi.id

Krisis seperempat abad atau lebih akrab dengan sebutan Quarter Life Crisis memang sedang hangat diperbincangkan.

Tapi tahukah kamu darimana datangnya istilah Quarter Life Crisis? 

Ternyata Quarter Life Crisis atau QLC pertama kali dipopulerkan dalam buku karya Robbins and Wilner bertajuk "Quarter life Crisis: The Unique Challenge in Your Twenties" pada tahun 2001.

Dalam bukunya tersebut, Robbins dan Wilner menyebutkan bahwa seseorang yang beranjak dewasa harus menemukan identitas mereka sebelum benar-benar masuk dalam fase kedewasaan.

Apabila gagal dalam membangun komitmen di usia tersebut, maka mereka cenderung akan mengalami kebingungan pada identitasnya. Atas hal inilah yang berpotensi membawa seseorang pada problem Quarter Life Crisis.

Pemicu QLC bisa beragam mulai dari hubungan percintaan, karir dan pekerjaan, kondisi keuangan, ambisi meraih kesuksesan, tekanan atas pemenuhan harapan orang tua hingga kecemasan akan masa depan.

Umumnya problem ini muncul di rentang usia 18 -25 tahun. Namun berdasarkan penelitian lanjutan, ternyata ada juga sebagian orang yang mengalami QLC hingga usia 30 tahunan.

Pada tulisan kali ini pembahasan QLC akan lebih difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan karir dan pekerjaan.

Seseorang yang merasakan QLC di bidang karir dan pekerjaan cenderung mengalami hal-hal dibawah ini:

  1. Merasa tidak cocok dengan bidang pekerjaan yang ditekuni.
  2. Merasa tidak ada kesesuaian antara bidang studi dan jenis pekerjaannya.
  3. Merasa tidak semangat dalam menjalani tugas dan tanggung jawab pekerjaan.
  4. Merasa terjebak, mau mundur takut tidak dapat kerja, mau maju terus takut tidak bisa berkarir.
  5. Merasa tidak cocok dengan lingkungan kerja.
  6. Merasa tidak cocok dengan atasan atau pimpinan.
  7. Merasa tidak cukup mampu mengerjakan pekerjaan dan menilai orang lain selalu lebih baik darinya.

Jika sekarang kamu mengalami salah satu atau beberapa kondisi diatas, maka fix kamu sedang berada di fase Quarter Life Crisis.

Tapi tenang kawan, hal itu sangat wajar kok, dan kamu juga tidak sendirian. Yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menaikkan level pemahaman terhadap diri sendiri.

Baiklah sebelum melanjutkan bagaimana cara mengatasi Quarter Life Crisis agar kita tidak terkikis, aku mau bagikan dulu pengalaman pribadi masa-masa awal membangun karir dan pekerjaan.

Quarter life crisis/berita.teknologi.id
Quarter life crisis/berita.teknologi.id

Tepat di usia 21 tahun aku lulus kuliah dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Aku menyelesaikan pendidikan tinggi lumayan cepat dengan total waktu 3 tahun dan 8 bulan. Prestasi akademik juga tergolong okelah dengan IPK 3,72.

Aku tidak berasal dari keluarga kaya raya juga bukan dari keluarga tidak mampu. Mama dan papa bekerja sebagai PNS di salah satu kelurahan dan RSUD kota Mojokerto.

Ketika lulus kuliah hanya ada 1 tujuanku, BEKERJA! 

Aku tidak mau berlama-lama jadi pengangguran. Keinginan untuk bekerja seolah membuyarkan idealisme yang selama ini aku gaungkan semasa kuliah.

Masa kuliah aku bercita-cita menjadi Hakim, Jaksa atau Dosen Fakultas Hukum. Biasalah namanya anak Hukum, maka wajar cita-citanya juga di bidang hukum.

Tetapi realita menendangku jauh. Alih-alih berprofesi di bidang hukum, aku justru diterima di salah satu perusahaan multifinance.

Bukannya tidak berusaha, aku sudah mencoba beberapa kali mengikuti tes profesi hukum tapi hasilnya nihil. Belum lagi benturan teknis dan mekanisme penyaringan 'tanda kutip' yang masih saja dipraktikkan di kalangan elit, semakin membenamkan idealisme dan gagasan itu.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengubah haluan untuk berkarir di perusahaan swasta. Salah satu alasanku adalah karena karir di perusahaan swasta mempunyai iklim kompetisi yang cukup sehat jauh dari Nepotisme.

Akhirnya aku jalani pekerjaan sebagai seorang supervisor sales. Penempatan pertama di cabang Medan, Sumatera Utara.

What the hell is this? Kuliah fakultas hukum, lulusan cumlaude, kerjanya nyales?

Sebagian besar orang di lingkaran kehidupanku tampak kurang menyukai keputusan yang aku buat, termasuk kedua orang tua.

Bahkan saat aku sudah menjalani pekerjaan ini selama setahun, mereka berdua menawarkan aku pindah kerja jadi PNS saja.

Namun dasar anak bengal, keras kepala dan susah dibilangin, aku bergeming lalu menolak tawaran mereka.

Aku katakan bahwa ingin membangun karir sendiri yang berbeda jalur dengan mereka. Kehidupan organisasi swasta lebih menarik bagiku daripada karir pemerintahan yang terkadang penuh upaya cari muka dan kentalnya politik dinasti.

Disisi lain, berkarir di perusahaan swasta jalannya juga tidak semulus pipi Celine Evangelista. Banyak sekali tantangan yang harus aku hadapi. 

Sebut saja tantangan penempatan diluar Jawa jauh dari keluarga saat di Medan, ujian sebagai leader muda yang memimpin anak buah lebih senior, naik turun performance setiap bulan, hingga kurangnya dukungan dari atasan.

Kesemuanya menjadi bagian dari kisahku membangun karir di perusahaan swasta. Singkat cerita berpegang teguh dan bertanggung jawab pada pilihanku, selama 2 tahun pertama (usia 24 tahun) aku dipromosikan dari supervisor sales menjadi area bisnis marketing.

Tahun keempat tepatnya 2012 (usia 25 tahun), aku kembali dipromosikan, kali ini menjadi Branch Manager. Hingga sekarang posisi sebagai Account Receivable Manager, aku diberikan tanggung jawab penuh untuk mengelola 4 kantor cabang di Malang dan sekitarnya.

Waktu usia 20 an, aku sama sekali belum mengenal istilah Quarter Life Crisis. Yang jadi tujuan utama dalam hidupku hanya bekerja mendapatkan penghasilan tetap agar bisa melanjutkan hidup dan tidak terkikis oleh zaman.

***

Menariknya adalah mungkin kisahku diatas sebetulnya bisa dijadikan contoh bagi kamu yang sekarang mengalami problem QLC. 

Buat kamu yang sekarang merasakan 7 tanda QLC karir seperti disebutkan sebelumnya, coba tanyakan kepada diri sendiri.

Apakah memang benar itu yang kamu rasakan? Kalau iya, tanyakan lagi apakah yang dirasakan itu benar-benar jadi faktor utama kamu kurang produktif? Atau jangan-jangan ada faktor lainnya yang menghambat?

Poin saya adalah jangan sampai gara-gara lagi trending istilah Quarter Life Crisis, kamu jadinya dikit-dikit bilang Quarter Life Crisis, dikit-dikit bilang nggak cocok kerja, dikit-dikit bilang nggak sesuai, nggak bisa maksimal dan sebagainya.

Akhirnya kamu jadi kutu loncat yang hobinya pindah-pindah kerjaan. Lantas tanpa terasa sudah usia diatas 30 tahun tapi kerja masih jadi karyawan kontrak. 

Pemahaman yang salah atas diri sendiri bisa jadi penyebab hidup kamu terkikis oleh waktu. Dan parahnya kamu akan terperangkap dalam zona penyesalan yang tak berkesudahan.

Hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan agar kita terhindar dari problem Quarter Life Crisis. Simak baik-baik ya!

Tentukan tujuan hidup.

menentukan tujuan hidup/idntimes.com
menentukan tujuan hidup/idntimes.com
Hal pertama dan utama yang harus kamu buat di usia 20 an adalah tujuan hidup. Terdapat dua tujuan hidup yakni tujuan hidup jangka pendek dan tujuan hidup jangka panjang.

Tujuan hidup ini ibaratnya sebagai kompas kamu dalam mengarungi samudera kehidupan. Agar kamu tidak kehilangan arah, maka tujuan hidup wajib ditentukan diawal.

Sebagai contoh kisahku diatas, aku menentukan bahwa tujuan hidupku adalah berkarir di perusahaan atau organisasi swasta. Jadi meskipun ada banyak godaan untuk banting stir, aku tidak menghiraukannya.

Setia kepada tujuan hidup akan membawa kita pada arah jalan yang benar. Meskipun tampak jalannya terjal, namun yakinlah bahwa dibalik jalan terjal akan ada hasil yang sepadan dengan usaha.

Jadi tentukan tujuan hidupmu sekarang juga!

Kenali passion.

bekerja dengan passion/mojok.co
bekerja dengan passion/mojok.co
Passion adalah kecintaan terhadap sesuatu. Ketika kamu sudah menentukan karir pekerjaan, maka selalu tumbuhkan kecintaan pada pekerjaan itu.

Tanpa rasa cinta kepada pekerjaan, mustahil kita mendapatkan hasil maksimal. Bukannya memperoleh prestasi, justru kita hanya akan banyak mengeluh dan membenci.

Cintai apa yang kamu kerjakan dan kerjakan apa yang kamu cintai!

Selain kepada pekerjaan, kamu juga bisa menumbuhkan passion terhadap hobi. Ini penting karena hidup tidak hanya sekedar bekerja. Ada hal-hal lain yang juga perlu kamu perhatikan terhadap diri sendiri.

Jangan pernah mengabaikan atau mengacuhkan dirimu karena satu-satunya orang yang wajib mencintai dirimu adalah diri kamu sendiri.

Maka temukan passion mu dan lakukan dengan sepenuh hati. Dengan begitu setiap hari vibrasi kamu bisa terjaga di frekuensi yang positif dan akibat baiknya kamu jadi orang yang produktif.

Bertanggung jawab atas pilihan dan keputusan.

membuat keputusan/shiftindonesia.com
membuat keputusan/shiftindonesia.com
Usahakan setiap pilihan dan keputusan yang kamu ambil adalah atas dasar pertimbangan diri sendiri bukan orang lain. 

Tidak akan ada siapapun yang bisa mengintervensi keputusan, selama kamu tidak mengijinkan mereka melakukan itu!

Setiap pilhan dan keputusan akan menimbulkan konsekuensi entah baik atau buruk. Oleh karena itu jangan menyalahkan orang lain atas setiap pilhan yang kamu putuskan.

Jalankan semua pilihan hidup dengan senang hati karena orang yang dewasa adalah mereka yang bertanggung jawab atas pilihan dan keputusan.

Berusaha maksimal meraih potensi tertinggi.

memaksimalkan potensi diri/koinworks.com
memaksimalkan potensi diri/koinworks.com
Kamu harus berjanji pada diri sendiri untuk berusaha dengan sangat maksimal. 

Terus belajar dan terus berproses, itu kuncinya!

Mengasah diri dengan pengalaman, kemampuan dan mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan kejadian. Hal itu yang akan menguatkan kamu di masa depan. 

Tak perlu cemas memikirkan hasil, selama proses kamu benar, usaha kamu maksimal, maka percayalah bahwa hasil itu sepadan dengan apa yang telah kamu kerjakan.

Biasanya kebanyakan orang tidak sabar dan buru-buru ingin dapat hasil. Padahal bisa saja proses yang dijalani masih belum cukup maksimal. Jadi terus berproses dan teruslah berprogress.

Pantang mundur dan pantang menyerah.

pantang menyerah/darussalambatam.com
pantang menyerah/darussalambatam.com
Sekali langkah diayun, tak ada kata mundur. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap teguh pada pendirian. 

Selalu mencari solusi atas setiap masalah yang dihadapi dan bersikap pantang menyerah. Hal inilah yang akan membedakan kamu dengan mereka.

Perbedaan antara pemenang dengan pecundang terletak pada mentalitas ketika mereka dihadapkan pada tantangan!

Seorang pemenang senang dengan tantangan dan akan menyelesaikannya hingga tuntas. Sedangkan sang pecundang hanya akan menilai tantangan sebagai hal yang membebaninya.

Pemenang pantang menyerah sebelum garis finish, sedangkan pecundang bahkan berhenti sebelum memulai.

***

Demikian ulasan mengenai Quarter Life Crisis dan kiat menghindari agar kehidupan kita tidak terkikis. Semoga bermanfaat. Salam sehat dan bahagia.

"Pemenang sejati adalah mereka yang mampu mendesain kehidupannya sendiri" The Architect

-AP-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun