Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotherapist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotherapist, Professional Executive, CEO Rumah Hipnoterapi, CEO Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apakah "Massive Actions" dan "Burning Desire" Kamu Sepadan dengan Hasil?

26 September 2020   22:21 Diperbarui: 27 September 2020   18:02 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak menginginkan kesuksesan? Siapa juga yang tidak menginginkan keberhasilan? Tentunya kita semua mengharapkannya bukan?

Terus terang saya heran ketika bertemu dengan orang yang kerjanya sangat santai tetapi hasilnya luar biasa. Karena sebelumnya saya adalah orang dengan tipe pekerja keras, pulang selalu malam di atas jam kerja. Bahkan hari minggu dan libur besar pun tetap bekerja dengan alasan mengejar target. 

Kebiasaan di atas saya lakukan hampir tujuh tahun lamanya. Waktu saya tersita pada urusan dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Jangankan untuk menulis artikel di kompasiana seperti sekarang, untuk refreshing dengan keluarga saja sangat sulit. 

Saya cenderung mengalami kondisi kecanduan kerja (workaholic).

Tetapi anehnya meskipun sudah sangat keras saya bekerja dan berusaha, kok hasilnya segitu-gitu saja. Padahal banyak literatur dan referensi yang saya baca mengatakan bahwa seberapa besar usaha berbanding sama dengan hasil yang akan didapatkan. Maka seharusnya dengan bekerja keras bisa menghasilkan pencapaian maksimum dan bagus donk. Bener gak sih?

Saya beranggapan sudah melakukan semua, tapi nyatanya realitas menendang saya jauh sekali. Bukannya memperoleh hasil yang baik, justru saya dipermalukan dengan pencapaian dibawah rata-rata.

Dari kecil saya juga dididik dengan pemahaman bahwa untuk mendapatkan sesuatu ada harga yang harus dibayar. Harus kerja keras dan jangan malas untuk bisa sukses.

ilustrasi workaholic (cari-kos.com)
ilustrasi workaholic (cari-kos.com)
Tidak hanya kerja keras, saya juga setiap minggu menonton acara-acara motivasi. Bahkan beberapa kali dalam setahun ikut seminar motivasi baik di Jakarta atau daerah Surabaya dan sekitarnya.

Setiap kali habis ikut seminar wow... rasanya semangat ini menggelora. Sebulan berlalu masih semangat, dua bulan yaaa.. tetap semangat, tiga bulan harusnya sih masih semangat, dan enam bulan sudah hilang semangat kembali pada rutinitas menjenuhkan.

Titik paling rendah dalam karier saya adalah ketika di "sidang" pada waktu workshop manager tahun 2018. Waktu itu saya berdiri di depan teman-teman sesama manajer untuk membawakan presentasi pertanggungjawaban hasil kerja kuartal III. 

Saya masih ingat sekali dinilai sebagai manajer yang tidak melakukan apa-apa. Semua itu karena pertumbuhan bisnis kantor cabang yang saya pimpin tidak lebih dari dua persen. 

Kedua, saya dinilai sebagai orang yang tidak bisa mencapai kapasitas terbaik dan tidak layak dengan pengalaman enam tahun sebelumnya (pertama saya menjadi manajer tahun 2012).

Apa yang salah denganku?

Pertanyaan itu seketika muncul disaat terpaku didepan forum. Akhirnya setelah kejadian tersebut saya berubah menjadi pendiam. Selama enam bulan lamanya saya sangat jarang bicara. Saya menyibukkan diri dengan evaluasi terutama diri sendiri.

Sebuah survei pernah dilakukan di negara Norwegia dengan melibatkan 15 ribu responden. Hasilnya menyebutkan bahwa 8% pekerja yang menghabiskan waktu kerjanya di atas normal cenderung sangat rentan mengalami gangguan mental seperti kecemasan. 

Hal tersebut bisa sangat memengaruhi kondisi emosional yang pada akhirnya berdampak pada hubungan intrapersonal baik dengan keluarga terdekat, rekan kerja bahkan lingkungan sekitar. Lebih parahnya lagi kemungkinan seseorang bisa saja frustasi bahkan depresi. Seperti yang ditulis dalam salah satu artikel Forbes.

Sederhananya apa yang saya yakini dan jalani selama tujuh tahun ternyata kurang ideal. Untungnya pengalaman pahit ini terjadi kepada saya dan bukan Anda. Maka untuk menghindari perilaku seperti diatas saya akan bagikan kepada Anda penjelasan mengenai apa yang sudah saya lakukan untuk mengubah keadaan tersebut.

"Massive Action"

Bekerja harus lebih giat dari orang lain, harus lebih keras dari orang lain, keluarkan semua daya dan upaya untuk mencapai target adalah sebagian prinsip massive action.

Konsep ini sejak lama saya jalankan. Oke hasilnya memang saya bisa mendapatkan sesuatu yang melebihi pencapaian orang kebanyakan. Namun ketika saya dihadapkan pada titik kondisi yang baru dengan level lebih tinggi, maka harus lebih giat lagi, harus lebih keras lagi. 

Sehingga saya terjebak dalam kebiasaan untuk selalu menekan diri agar meloncat lebih tinggi. Saya lupa bahwa banyak hal-hal diluar pekerjaan yang seharusnya bisa saya nikmati. 

Saya diperbudak oleh karier dan ambisi untuk selalu menjadi yang terbaik. Memang sebagian bisa saya raih tetapi dengan risiko kecapekan dan kelelahan setiap hari.

Inilah yang terjadi kepada saya ketika memasuki transisi dari level middle management ke high management. 

keystone-mortgage.com
keystone-mortgage.com

"Burning Desire"

Sering pula saya merasa deadlock dan hilang ide. Kalau sudah begitu saya akan lari mencari injeksi berupa motivasi. Mario Teguh, Hermawan Kartajaya, Andrie Wongso adalah sederet contoh motivator-motivator yang sering saya ikuti program-programnya baik secara langsung maupun di layar televisi.

ilustrasi seminar dan training (digination.id)
ilustrasi seminar dan training (digination.id)
Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, bahwa setelah mengikuti seminar atau training motivasi rasanya diri ini terlahir kembali. Tubuh menjadi segar, pikiran menjadi terang. Kemudian muncul inspirasi dan ide brilian yang bisa diaplikasikan dalam pekerjaan.

Tetapi sayangnya kebiasaan ini seolah menjadi candu. Saya tidak bisa mempertahankan eksistensi kondisi termotivasi yang cukup lama. Jika kambuh demotivasinya, maka saya harus mencari lagi, ikut seminar dan training lagi.

Saya tidak mengatakan bahwa dua hal di atas salah. Tetapi kalau ada cara yang lebih efektif menuju kesuksesan mengapa tidak kita pakai? Secara garis besar untuk bisa mencapai sebuah kesuksesan ada beberapa langkah yang harus kita lakukan.

siklus sukses. sumber : olah pribadi
siklus sukses. sumber : olah pribadi

Dimulai dengan menciptakan sebuah visi kemudian menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya kita pecah tujuan itu kedalam strategi untuk dijalankan. 

Kerjakan dengan aksi nyata melalui proses. Setelah itu akan berbuah hasil. Hasil akhir akan merepresentasikan dua hal, pertama hasil sukses dan kedua adalah tantangan.

Saya tidak suka menggunakan kata kegagalan karena apapun hasil yang kita raih jika belum sesuai visi di awal bukanlah sebuah kegagalan, melainkan tantangan untuk kita perbaiki lagi.

Saat kita berhenti karena diberikan tantangan di situlah makna gagal yang sesungguhnya. Tetapi ketika kita terima tantangan itu kemudian melanjutkan dengan melakukan perbaikan, maka kita masih memiliki peluang untuk meraih sukses.

Lihat kembali fakta-fakta atas tantangan yang kita hadapi, kemudian lakukan pendekatan yang berbeda. Misal ditambah lagi usahanya, modifikasi strateginya atau mungkin mencontoh apa yang dikerjakan orang lain.

Sepertinya jurus di atas sudah sangat ampuh. Tetapi saya pernah mengalami beberapa kali terjebak dan berputar-putar diantara siklus "strategi". Sudah saya lakukan semua jurus tapi hasil masih belum memuaskan. Disitulah saya akhirnya memahami sebuah rumus ajaib yang menjadi rahasia orang-orang sukses dan kaya dunia.

siklus sukses. sumber : olah pribadi
siklus sukses. sumber : olah pribadi

Ada sebuah elemen penting yang mungkin dilupakan atau jarang dibahas. Saya sebut itu sebagai "kotak hitam". Kotak hitam yang saya maksud adalah mental block dan program-program buruk yang membatasi.

Mental block adalah pikiran dan/atau ingatan yang menyakitkan dan tidak diinginkan sehingga menjadi penghalang dari seseorang untuk melanjutkan atau menyelesaikan.

Keraguan, kekecewaan, tidak percaya diri, ketakutan tidak capai target, kekhawatiran akan sanksi, merasa sudah melakukan semuanya, merasa tertekan dengan kompetisi, kesedihan mendalam, pengalaman buruk masa lalu adalah contoh-contoh mental block dalam diri seseorang.

Ibarat kita mengendarai mobil F1 yang begitu cepat. Untuk melaju dari kecepatan 0-100 km/jam membutuhkan waktu sekitar 3 detik. Tapi ketika didalam mobil kita justru mengaktifkan hand brake dalam-dalam.

Hand brake itulah mental block yang menahan laju langkah kesuksesan kita. Jadi sederhananya kalau ingin melaju kencang lepaskan hand brake-nya, kalau ingin sukses hilangkan mental block yang Anda miliki.

mobil formula 1 (bola.net)
mobil formula 1 (bola.net)

Mental block didapatkan dari faktor eksternal seorang manusia sebagai berikut:

  • Figur Otoritas (misal orangtua, guru, dan pemuka agama)
  • Identifikasi Kelompok (misal sekolah, keluarga, dan tempat kerja)
  • Repetisi Hal Buruk (misal kegagalan, penghinaan, dan kekecewaan)

Dari sekian banyak biografi orang-orang sukses dan kaya di dunia tidak ada satupun dari mereka yang memiliki mental block. Semangat optimis dan keyakinan dalam mencapai visi begitu kuat sehingga mereka mampu mewujudkan hal-hal di luar nalar. 

Coba sekarang Anda perhatikan informasi yang dirilis majalah Forbes tentang daftar orang-orang terkaya dunia dibawah ini.

Sumber: CNBC Indonesia
Sumber: CNBC Indonesia

Sering saya bertanya-tanya apa yang mereka perbuat hingga bisa memiliki harta kekayaan sebanyak itu. Seberapa besar "Massive Actions" yang mereka lakukan? Siapa motivator langganan mereka untuk "Burning Desire"?

Apakah mereka juga kerja dari pagi hingga larut malam? Apakah mereka juga harus menghabiskan waktu hanya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja? Seribu pertanyaan seolah tak pernah habis dalam pikiran saya. Sampai akhirnya saya menemukan resep rahasianya.

Inilah rahasia mereka yang jarang diketahui oleh banyak orang. Saya sebut ini dengan istilah rumus sukses.

Kalau A = we (kita), B = do (aksi), dan C = result (hasil)

rumus sukses. sumber : olah pribadi
rumus sukses. sumber : olah pribadi

Jika A = 1 dikali B = 1, maka hasilnya C = 1 

Jika A = 1 dikali B = 100, maka hasilnya C = 100

Jika A = 1 dikali B = 200, maka hasilnya C = 200

dan seterusnya...

rumus sukses. sumber : olah pribadi
rumus sukses. sumber : olah pribadi

rumus sukses. sumber : olah pribadi
rumus sukses. sumber : olah pribadi

Kalau ini yang kita lakukan memang sah-sah saja. Namun pertanyaannya, jika Anda menginginkan C= 1.000, apakah Anda akan 'do' (melakukan aksi) 1.000. Lalu bagaimana dengan C = 1.000.000, apakah harus melakukan aksi 1.000.000 dan seterusnya?

Konsep di atas disebut dengan kerja keras. Meraih kesuksesan dengan menitikberatkan pada frekuensi dan kuantitas caranya (do). Lama kelamaan kita akan capek dan tidak menikmati hasil yang didapatkan. Orang-orang terkaya dunia tidak mengamini konsep kerja keras karena rumus mereka seperti dibawah ini

rumus sukses. sumber : olah pribadi
rumus sukses. sumber : olah pribadi

Yang mereka sempurnakan pertama kali adalah diri sendiri. Bukannya memperbaiki faktor eksternal dengan banyak aksi melainkan membuat sebuah konspesi "we" yang benar. Salah satu contoh konsepsi "we" yang benar sudah saya jelaskan di atas yaitu dengan menghilangkan mental block.

Dengan "we" yang benar maka aksi yang dilakukan secukupnya saja. Kita tidak perlu melakukan aksi-aksi yang ekstrem seperti bekerja hingga larut malam, ekstra time libur untuk bekerja yang kesemuanya justru menyiksa diri.

Singkat cerita, rumus itu kemudian saya gunakan sekitar dua tahun kebelakang. Dan saat ini saya menikmati stabilitas karir, pencapaian dan pekerjaan. Selain itu saya juga bisa menikmati waktu bersama keluarga dan orang-orang yang saya cintai.

pencapaian Year to Date bisnis tahun 2020 di salah satu cabang yang saya pimpin
pencapaian Year to Date bisnis tahun 2020 di salah satu cabang yang saya pimpin

"Kualitas kehidupan tergantung pada definisi kita pada kehidupan itu sendiri" The Architect

-AP-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun