Mohon tunggu...
Faridhian Anshari
Faridhian Anshari Mohon Tunggu... -

Seorang spectator sedari kecil yang "kebetulan" menjadikan sepakbola sebagai teman dan ramuan dalam eksperimen ajaibnya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Seharusnya Sepak Bola Kita "Mengintip" Kota Melaka

21 Maret 2018   18:35 Diperbarui: 21 Maret 2018   21:30 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar merupakan hasil potret sendiri. Koleksi pribadi penulis.

Cerita akan peran keturunan Tionghoa dalam sepakbola Indonesia juga slealu dilukiskan dlaam terwujudnya gerakan perkumpulan Comite Kampioen Wedstirjden Tiong Hoa (CKTH), yang kala itu ikut aktif dalam sepakbola Indonesia. Bahkan ada yang berpendapat bahwa CKTH kelak mempunyai peranan dalam membesarkan nama Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI yang kita kenal saat ini.

Jika berbicara peran besar warga Tionghoa dalam sepakbola Indonesia, saya selalu suka jika mengingat cerita akan kehebatan Tan Mo Heng, Tan See Handi, dan Tan Hong Dijen yang membela Indonesia (kala itu Hindia Belanda) di Piala dunia 1938. Sayangnya, nostalgia manis antara pemain keturunan Tionghoa dalam sepakbola Indonesia  harus berakhir ketika Asian Games 1962. Tuduhan suap hingga teriakan "cina, cina, cina" oleh penonton membuat pemain keturunan Tionghoa mulai merasa didiskriminasikan oleh negaranya sendiri.

Puncaknya adalah, selepas Era Soekarno mundur dan berganti era Soeharto, pemerintah sudah tidak menganggap warga Tionghoa sebagai "emas" dalam sepakbola di Indonesia. Salah satu ungkapan dari Tan Liong Houw dalam buku karya Bayu Aji adalah, tuntutan politik dari pemerintah kala itu yang memaksa etnis Tionghoa harus menyudahi hubungan manis dalam sepakbola Indonesia. Tragis dan menyisakan air mata.

Semenjak saat itu, praktis nama pemain yang "berbau" Tionghoa mampir ke skuad merah putih atau sekedar main di Liga Indonesia. Mungkin nama Sutanto Tan yang kini membela Persija adalah, jawaban paling dekat dari pernyataan tersebut. Sangat disayangkan memang, ketika kita berlomba melakukan naturalisasi pemain asing macam "Johny Van Buckering" yang terbukti hampa tak terasa, padahal mungkin kalau kala itu kita menawarkan lambang garuda kepada kiper muda Persebaya, Zhen Cheng (sekarang merupakan pemain Guangzhou Evergrande dan pemain terbaik Chinesse League 2016), saat ini kita tidak risau akan pertahanan timnas yang masih rapuh.

Tidak dapat dipungkiri filosofi etos kerja keras dan tekun yang mengalir dalam darah masyarakat asli maupun Tionghoa, menjadi kunci tersendiri mereka bisa maju dan masuk calon negara adidaya berikutnya di dunia. Memang, China belum rajin tampil di Piala Dunia, namun pelan tapi pasti lewat sistem Liga yang sudah mulai berbenah mereka bisa menjadi kekuatan baru. Apalagi kalau Marcello Lippi masih duduk manis menukangi tim Tirai Bambu.

Sebenarnya lewat tulisan ini, saya berharap agar sepakbola Indonesia mulai terbuka untuk semua kalangan. Tidak hanya terfokus "siapa pemain yang akan dinaturalisasi" tapi juga dapat melihat potensi anak bangsa yang merupakan keturunan asli Tionghoa. Nama Sutanto Tan adalah awal dari lembaran baru etnis Tionghoa di sepakbola Indonesia. 

Semoga kedepannya, puluhan pemain keturunan Tionghoa mulai rajin menghiasi timnas dan klub yang bermain di Liga Indonesia. Oh ya, plis jangan ada lagi teriakan "cina, cina, cina" kepada mereka yang baru akan bermain. Diskriminasi akan menghancurkan segalanya.

Belajarlah dari Baba & Nyonya yang ada di kota Melaka. Lewat sistem "fusion" mereka, Melaka ikut terkenal, dan peranakan melayu China menjadi hal lumrah di Malaysia. Bahkan mengangkat nama Melaka sebagai salah satu Kota Heritage yang diakui UNESCO. 

Jika berbicara sepakbola Malaysia, warga keturunan Tionghoa dan India juga masuk kedalam timnas yang selalu menjadi musuh bebuyutan Indonesia. Sekali lagi kita masih kalah langkah dari negara tetangga kita. Semoga kedepannya kita selalu lebih maju dua langkah dari mereka. Maju terus sepakbola Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun