Saya memberi pertanyaan kepada 10 orang pecinta sepakbola Indonesia yang (katanya) sudah menahun. Saya bertanya, apa nama klub yang mengontrak Egy? Jawabannya rata-rata ngawur semua. Hanya dua orang yang benar. Jawaban 8 orang lain: nama klub? Masa bodoh yang penting Egy ke Eropa!
Momen bangkit-nya seorang superhero sepakbola bagi pecinta bola di Indonesia mulai hidup lagi. Saya berani memastikan bahwa hampir seluruh penggila bola di Indonesia pernah memimpikan satu atau dua orang pemain asal Indonesia dapat merumput di klub besar Eropa, layaknya cerita dalam komik Captain Tsubasa dan kawan-kawannya. Mimpi tersebut mulai bersinar lagi, berkat kepastian "anak ajaib" asal Medan bernama Eggu Maulana Vikri. Kehebatan Egy dalam mengolah kulit bundar memang diatas rata-rata pemain sepakbola seumurannya. "Kegilaan" klub asal Polandia untuk mengontrak Egy dirasa cukup mengejutkan.
Saya sempat hunting isi berita di beberapa media online di Polandia sana. Berkat bantuan google translate, saya jadi sedikit memahami makna dari bahasa Polandia yang digunakan untuk menuliskan konten didatangkannya Egy oleh klub Lechia Gdansk. Dari beberapa berita yang saya coba translate, saya menemukan satu judul yang cukup menarik, dimana media tersebut berani menyamakan proses transfer dan membeli Egy ibarat membeli kucing dalam karung. Sial memang, tapi harus kita akui kalau itu benar.
Andaikan posisinya dibalik, klub kenamaan asal negara kita (misal Persija atau Persib) membeli seorang pemain "yang katanya ngetop" di negara asalnya (misal..hmm, Zimbabwe). Apa yang akan terjadi? Saya juga yakin, kalau media dan netizen kita yang sometimes maha benar, akan ada satu dua yang menulis hal sama. Ibarat membeli kucing dalam karung!. But, thats the lucky things, Egy pemain asal Indonesia dikontrak oleh klub Eropa. Beruntung? Yup, banget!
Perbandingan akan selalu ada. Baik dengan pendahulunya (the past) maupun dengan calon pesaingnya kelak (the future). Satu jam setelah Egy resmi mendarat di Polandia, media di Indonesia berlomba-lomba memasang berita "Para Pendahulu Egyy yang gugur di Liga Luar Indonesia". Nice, buat pembanding. Tapi kalau boleh jujur, jaman sekarang pasti beda ceritanya dengan momen jaman dulu.Â
Untuk sampai ke telinga pendukung Indoneisa, Kurniawan Dwi Yulianto cukup ngos-ngosan bermain di Swiss, Kurnia Sandy harus banting tulang demi menjadi anomali sebagai kiper "mungil" di liga sekelas Italia saat itu. Belum lagi berita yang menyeret nama Bima Sakti, hingga parah-prahnya ada nama Syamsul Alam (still a big fans, walau sempat menjadi host "jemur-jemur kucek kucek" di acara Dashyat). Menurut saya sih perbandingan yang tidak sebanding. So, saya mencoba menanalisis beberapa "keberuntungan" yang sebenarnya diraih Egy dengan proses ransfernya ke Liga Polandia, selain materi yang bakal melimpah. Dan saya rasa keberuntungan Egy ini (kalau dibaca) pendahulunya akan cukup membuat iri sangat.
Pertama, yang menjadi keberuntungan Egy dibandingkan pendahulunya adalah, Egy mendarat di Liga Eropa ketika jaman internet sudah (cukup) cepat dan sosial media bertebaran di setiap sudut dan pelosok Indonesia. Apa efeknya? Yang paling ketara adalah hampir seluruh pecinta sepakbola di Indonesia yang dikota besar maupun pelosok negara ini pasti SUDAH TAHU kalau Egy Maulana Vikri resmi akan bemain di Liga Polandia musim depan. Buat sebagaian orang, ga penting nama klubnya, yang penting Eropa. Unsur superhero yang dinantikan mulai timbul lagi. Coba dibandingkan dengan para pendahulunya yang proses kepergiannya ke Eropa hanya di blow up oleh beberapa media olahraga, atau media lokal (biasanya koran asal kota pemain tersebut). Proses penyebaran informasi menjadi sedikit tersendat.
Jaman para pendahulu yang beritanya disebarkan oleh koran atau radio (sometimes TV) akan kalah cepat dengan informasi yang disebarkan lewat internet. Bahkan didalam benak saya masih terekam dengan jelas, ada spanduk besar bertuliskan "Ayo dukung Kurnia Sandy di Itali" yang terpampang diperempatan besar di sebuah kota kecil bernama Purwokerto. Memori tersebut membekas ketika saya yang waktu itu masih mengenakan seragam putih merah, sedang mampir ke kota SATRIA dan bertanya kepada kakek saya: Siapa sih Kurnia Sandy?. Spanduk tersebut jelas menggambarkan bahwa "sampai segitunya perlu" pakai spanduk untuk menginformaisan ke masyarakat kalau ada pemain hebat asal Indonesia yang bermain di Liga Italia.
Kedua, keberuntungan Egy yang dilatarbelakangi oleh proses transfernya ke Klub yang berjersey layaknya Glasgow Celtic dan Sporting Lisbon, adalah sudah banyaknya media (terutama online) yang memberitakan kepindahan Egy. Hal ini sangat menguntungkan untuk kadar seorang pemain dari negara asal berantah (jujur kesal sih, beberapa media Polandia membahasakan Indonesia seperti itu), menjadi sangat populer, at least di negara sendiri. Kepindahan Egy sendiri turut mengangkat nama dirinya menjaid trending topic di sosial media akibat headline yang tersedia di beberapa media online yang membahas sepakbola khususnya. Sekali lagi bayangkan dengan para pendahulunya yang hanya "didukung" oleh pemberitaan segelintir media saja. Itupun hanya dalam level koran saja.
Keuntungan lain dari lahirnya banyak media yang membahas Egy, adalah kita selaku "penonton" dapat mengetahui kiprah Egy selama di Gdansk. Kita juga bisa mendapatkan balutan "ilmu dan informasi" lain yang membelut kehidupan sepakbola Egy. Bahkan ketika saya sedang menulis berita ini, saya juga sedang membuka "tab" lain yang mempertontonkan hasil liputan sebuah media yang memberitakan "mobil yang digunakan untuk antar-jemput Egy ke lokasi latihan", bahkan ada pula media yang membahas "kondisi flat Egy di Polandia". Gokil kan? Jaman dulu? Mana bisa kita dapat informasi lengkap kehidupan Kurniawan DY di Italia maupun Swiss?
Alasan ketiga yang menunjang begitu besarnya keberuntungan seorang Egy untuk pindah di momen seperti ini adalah tidak ada pesaing "superhero" dari dalam negeri yang juga terbang ke klub Eropa. Sebelumnya, siapa sih pesaing Egy yang dianggap akan terbang dan dicapit klub Eropa? Jawaban yg hoax bisa beragam. Dari Terens Puhiri sampai Atep. Namun jawaban yang real hanya segelintir orang saja. Salah satu pesaing terdekatnya adalah "si gelandang emas" Evan Dimas darmono.Â