Mohon tunggu...
Faridhian Anshari
Faridhian Anshari Mohon Tunggu... -

Seorang spectator sedari kecil yang "kebetulan" menjadikan sepakbola sebagai teman dan ramuan dalam eksperimen ajaibnya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liga Italia, Gaungmu Kini Terdengar Sunyi

12 Januari 2018   18:56 Diperbarui: 14 Januari 2018   09:36 2651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih terhubung dengan kedua faktor diatas, maka pengaruh hilangnya Juventus di susuan pesaing scudetto, mulai terlihat membosankan. Nama Inter Milan menjadi faktor ketiga dari analisis saya. 

Semenjak Juventus yang hilang ditelan bumi, dan bersaing di level bawah bersama klub semenjana macam Piacenza dan Genoa, serta bersaing paling sengit dengan Napoli (yang waktu itu masih belum bangun dari tidur lamanya), nama Inter Milan dibawah asuhan Roberto Mancini dan berganti ke Jose Mourniho memenagi Serie A selama empat musim beruntun. Terhitung sejak musim 2006/2007 hingga musim 2009/2010. 

Memang, masa itu Inter Milan sangat jago dan tidak tertandingi. Nama Zlatan Ibrahimovic menjadi simbol dari kedigdayaan mereka dibandingkan seluruh tim lain peserta Liga Italia. Alasan "kebosanan" jelas menjadi jawaban dari melorotnya minat penonton luar untuk mengabdi di Serie A.

Waktu terus berjalan, dan Serie A masih kehilangan pamornya. Apa enaknya menonton Liga yang hanya didominasi satu tim saja. 

Tontonan mulai bergeser ke ranah Inggris, dengan melihat serunya Manchaster United sikut-sikutan dengan Liverpool, dihantam oleh Arsenal, hingga dihadang oleh Klub "kaya baru" saat itu, Chelsea hanya untuk meriah gelar juara diakhir musim. Unsur "kompetisi" dan persaingan menjadi sajian tersendiri yang disenangi oleh penonton yang mencintai sepakbola dengan sistem Liga nya. 

Selama 30 hingga 40 pekan, mereka rela menanti bagamana perjuangan klubnya untuk dapat memuncaki klasemen pada pekan terakhir yang biasanya tersaji antara bulan Mei dan Juni. 

Namanya juga sebuah Liga, yang berangkat dari unsur kompetisi, jadi memang aneh jika melihat Liga hanya di "kuasai" oleh satu klub saja. Faktor keempat, yakni rindu akan kompetisi yang sengit, yang dibungkus oleh unsur kejutan menjadikan Liga Italia mulai ditinggalkan penonton setianya. Penotnon sudah jengah dengan "One Club Show" untuk tontonan satu musim yang seharunya menghibur. 

Sebenarnya jika disimak lebih lanjut, salah satu alasan hingga saat ini Liga Italia masih kalah pamor karena unsur kebosanan itu masih tertancap dalam. Nama Juventus yang bangkit dari skandal tahun 2006, kemudian bercokol menajdi juara Serie A di tahun 2011/201 tidak rela meninggalkan singgasananya hingga musim lalu 2016/2017. 

Bayangkan enam musim beruntun hanya dikuasai oleh Juventus yang sebenarnya sangat salah jika dikatakan "egois". Wajar saja jika tontonan orang mulai berpindah ke Liga lain yang lebih sengit dan deg-degan untuk diikuti.

Rindu rasanya menyaksikan unsur tak terduga dari Liga Italia seperti dijaman 90an akhir, ketika Serie A masih menjadi raja Eropa. 

Kejutan yang diwakili oleh Lazio yang meraih scudetto ditahun 2000, dan disusul AS Roma yang menggapainya setahuan kemudian, cukup mewakili unsur tak terduga yang tidak dimiliki oleh Serie A saat ini. Aaah..andai gaung Liga Italia seperti dulu, pasti anak sekarang sadar kalau Napoli-lah yang memuncaki klasemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun