Mohon tunggu...
Herman Wahyudi
Herman Wahyudi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga\r\nOrganisasi: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-Yogyakarta)\r\nMulai menulis sejak: 2009\r\nMinat: Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktifis Tanpa “Taring”

24 September 2012   08:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, setiap dimulainya tahun ajaran baru, stand-stand pendaftaran berbagai organisasi ke-mahasiswa-an terlihat mulai meramaikan halaman kampus. Dengan segala macam atribut, mereka seakan berlomba "tebar pesona", melakukan perburuan untuk menjaring mahasiswa baru, calon kader baru yang siap dilantik untuk menjadi kader selanjutnya. Pemandangan seperti ini, bisa ditemukan di kampus-kampus seperti Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), UGM dan berbagai kampus lain yang ada di Indonesia.

Diantara semuanya, yang menarik perhatian penulis adalah organisasi pergerakan mahasiswa seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI dan lain-lain. Disaat umur mereka yang tidak lagi muda, disaat peran dan kiprahnya yang mulai dipertanyakan, mereka masih tetap bertahan dengan ideologi pergerakan masing-masing -yang menurut hemat penulis tidak banyak berubah. Namun, bertahan hanyalah sekedar bertahan, bertahan hanya sekedar agar tetap eksis tidaklah punya arti sama sekali. Itulah mungkin kenyataan yang harus diterima oleh para aktifis pergerakan mahasiswa saat ini. Disadari atau tidak, sekalipun masih tetap bertahan, jika tidak ada perubahan dari pola pergerakan mereka yang cenderung konvensional, lambat laun bukan mustahil pergerakan mahasiswa akan bubar dan tinggal cerita.

Secara subjektif, tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari sebuah organisasi pergerakan mahasiswa saat ini. Hanya romantisme sejarah yang melulu digembar-gemborkan. Dulu seperti ini, dulu seperti itu, dan sebagainya. Lantas bagaimana dengan sekarang? Tidak ada gebrakan berarti, hanya kegiatan-kegiatan ritual yang dianggap "sakral", hanya sebuah orasi tanpa isi yang diobral di setiap titik jalan raya, hanya sebuah diskusi-diskusi dengan tema yang tidak bermutu, mengekor, dan dengan basis analisa yang tumpul. Jiwa (katanya) aktifis, akan tetapi aktifitasnya kempis seperti sebuah ban, tidak lagi kuat menggerakkan beban sepeda yang sebenarnya ringan.

Hingga pada akhirnya, setelah lebih satu dasawarnya aktifis pergerakan mahasiswa menanggalkan "taring emasnya", tepatnya pasca bergulirnya reformasi, kini hanya tinggal menunggu waktu untuk bubar. Semua perannya mulai diambil alih oleh LSM-LSM yang saat ini kian menjamur. Taring"nya mulai dipatahkan oleh kejeniusan dan keahlian mereka yang selalu tampil "mempesona".

Kemana para aktifis, di saat semua masalah sosial terus bergulir? Hanya soal wacana kenaikan BBM terakhir kali aktifis muncul, yang tidak lebih sebatas persoalan politik yang karut marut. Itu pun baru sebatas huru-hara atau demonstrasi di jalanan, yang bergerak bukan atas dasar analisa sendiri melainkan cenderung mengekor pada pendapat tertentu. Terlepas dari itu, apakah hanya pada soal politik para aktifis memusatkan perhatian?

Kasus Mesuji, konflik agraria, atau yang terbaru kasus antar agama yang terjadi di Sampang, Madura, tidak terlihat satupun aktifis dari pergerakan mahasiswa. Bukan berarti penulis menghendaki aktifis bak prajurit anti huru hara yang siap "membubar-tuntaskan", bukan. Melainkan setidaknya mempertanyakan posisi dan perannya. Bukankah menjadi sesuatu yang harus dilakukan seorang yang mengaku aktifis mengawal persoalan yang menimpa rakyat? Bukankah aktifis selalu bersumpah atas nama demi membela rakyat? Maka sungguh selakyaknya lah aktifis selalu ada disaat rakyat membutuhkan. Bahkan dengan beban resiko yang harus ditanggung, seorang aktifis harus selalu siap.

Tentu kenyataan ini menjadi suatu ironi bagi penulis, kapan akan ada perubahan menjadi sebuah tanda tanya besar. Namun sampai saat ini sepertinya tidak ada tanda-tanda kearah perubahan, aktifis masih saja menjalani rutinitasnya secara konvensional; membuka stand pendaftaran, menyelenggarakan pelatihan kader, melantiknya sebagai anggota, ikut demonstrasi, menjadi pengurus, buka stand lagi, begitu seterusnya. Hingga cerita akhirnya, organisasi pergerakan mahasiswa (organisasi ekstra kampus) tidak lagi menarik. Kader pun pergi satu persatu, calon kader pun berkurang tiap tahun. Itulah realitas yang mau tidak mau harus diterima. Maka apakah sampai batas itu saja perjuangan aktifis? Disini lah kenapa penulis menganggap perlu merubah suatu pola pergerakan mahasiswa saat ini.

Merubah pola pergerakan bukan berarti merubah ideologi dasar dari sebuah organisasi pergerakan itu sendiri. Melainkan merubah tafsirnya secara lebih subtansial. Seperti keberhasilan pengusaha dalam menafsirkan singkong menjadi kripik kemasan yang berkualitas. Padahal, jika hanya mengacu pada singkong rebus secara konvensional, singkok tidak akan selaris manis seperti saat ini. Artinya, ideology pergerakan boleh saja dengan bahasa yang muluk-muluk, filosofis dan semacamnya. Namun tafsir dari itu haruslah susuai dengan konteks kekinian yang digandrungi masyarakat luas.

Bayangkan, jika para aktifis pada organisasi pergerakan mahasiswa bisa menafsirkann kata "perjuangan" dengan merilis survey, data-data ilmiah hasil penelitian, melakukan pendampingan-pendampingan, advokasi, dan sebagainya, yang tentu berguna bagi masyarakat luas, bukan tidak mungkin pergerakan mahasiswa segera menggusur LSM yang notabene cenderung berafiliasi dengan banyak organisasi politik (parpol). Maka, masihkah para aktifis berkutat pada rutinitas yang konvensional?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun