Mohon tunggu...
Suci Rahayu
Suci Rahayu Mohon Tunggu... -

I'm an ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pornokitsch di Kaos Anda [Realitas Sosial Paling Indonesia]

9 Mei 2011   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Rahayu Masun

.

Ada sebuah realitas sosial pada remaja putri yang masuk kategori “Paling Indonesia” tetapi jarang disadari sehingga memakan banyak korban dan bahkan akhirnya menjadi budaya popular di masyarakat kita, yaitu ada pornokitsch di kaos. Apa itu pornokitsch? Berikut penjelasannya.

* * *

Suatu ketika saya memergoki wanita muda nan cantik dan bertubuh aduhai mengenakan kaos ketat yang pada bagian depan, (maaf) persis di bagian dadanya yang menonjol kedepan, terdapat tulisan “Game Over Restart”. Maksud tulisan ini jelas: jika sudah ‘selesai’ (game over) dengan yang sebelah kanan maka harap ‘dimulai lagi’ (restart) yang sebelah kiri. Ups!!! Apakah yang dimaksud dengan 'sebelah kanan' dan 'sebelah kiri' itu? Anda tidak salah jika berpikiran kotor (baca: porno). Pada kasus lain saya menjumpai –lagi-lagi—wanita muda dan cantik mengenakan kaos yang pada bagian (lagi-lagi maaf) dadanya yang menjorok kedepan, terdapat tulisan “Surprise”. Lalu pikiran nakal saya muncul, “Apakah kiranya yang ‘mencengangkan’ (surprise), kaosnya ataukah sesuatu yang menonjol yang ditutupi oleh kaos itu?”

.

Definisi

Kedua wanita tersebut, menurut saya, hanya menjadi korban pornokitsch yang terdapat di kaosnya. Pornokitsch itu ada tentu karena disengaja oleh desainernya. Yasraf Amir Piliang (2003) mengartikan pornokitsch sebagai salah satu bahasa visual yang digunakan untuk menghasilkan efek-efek sensualitas yang segera (instan), yang dianggap paling mudah ‘dicerna’ dan ‘dimengerti’ oleh tingkat selera rata-rata masyarakat. Bahasa visual yang dimaksud bisa berupa apapun yang dapat terlihat oleh penglihatan, baik tulisan, gambar, atau bentuk-bentuk grafis tertentu.

Kemudian Gillo Dorfles dalam Kitsch: An Anthology of Bad Taste (1969) mendefinisikan kitsch sebagai ‘selera rendah’ (bad taste) atau ‘sampah artistik’. Akar kata kitsch dari Bahasa Jerman verkitschen: ‘membuat murah’ dan kitschen: ‘memungut sampah dari jalan’. Selera rendah yang dimaksud terlihat pada rendahnya ukuran estetik pada sebuah karya, meskipun ukuran selera sangat relatif dan subjektif. Pornografi di kategorikan sebagai bagian dari ‘selera rendah’ atau kitsch, karena secara etimologis, istilah ‘porno’ dalam Bahasa Yunani Kuno berarti ‘prostitusi pada tingkat yang paling rendah’. Jadi, pornokitsch hampir tidak berbeda dengan pornografi: bahasa visual untuk menghasilkan efek-efek sensualitas yang segera (instan).

Jadi, bukan sebuah kemustahilan bahwa “Game Over Restart” dan “Surprise” di kaos kedua wanita tersebut adalah sebuah bentuk pornokitsch: yaitu bahasa visual yang diciptakan oleh desainernya untuk menimbulkan efek-efek sensualitas yang segera. Oleh karena itu orang yang memakainya, sadar atau tidak, telah terlibat dalam medan semiotik pornokitsch, dan bahkan telah menjadi bagian dari pornokitsch itu sendiri.

.

Medan Semiotik

Kaos yang ada pornokitsch-nya dan diproduksi secara massal serta dipasarkan secara luas kepada masyarakat menjadi bagian dari industri kebudayaan (cultural industry) dan tentu saja memiliki ‘medan semiotik’ (semiotic field), yaitu bahwa bahasa visual yang terdapat pada kaos tersebut akhirnya menjadi seperangkat penanda, pertanda dan tanda yang dapat memiliki kemungkinan interpretasi makna yang sangat terbuka dan beranekaragam (polysemy), pembaca bisa memaknai apapun atas bahasa visual tersebut, termasuk bila dimaknai sebagai pornokitsch, dan karena itu melibatkan pemakainya sebagai bagian dari ‘medan semiotik’ pornokitsch.

Pada kasus yang saya singgung diatas, mungkin tidak semua orang menggolongkan “Game Over Restart” dan “Surprise” sebagai pornokitsch. Kecuali setelah ‘sedikit’ dipikirkan dengan kontekstualisasi-pemaknaan: bahwa bahasa visual tersebut dimaknai dengan tidak meninggalkan konteks kaos sebagai ‘penutup sesuatu’, dan kemungkinan ketepatan bahasa visual tersebut pada bagian tertentu dari unsur-unsur seksual manusia setelah kaos dipakai, misalnya, tepat dibagian dada yang menonjol dan sebagainya.

.

Kontekstualisasi-Pemaknaan

Pada kaos “Game Over Restart”, kontekstualisasi-pemaknaan yang mungkin dilakukan oleh pembaca, misalnya, adalah tidak mungkin kaos dianggap sebagai ‘mainan’ oleh desainer, yang jika ‘selesai’ (game over) memainkan yang sebelah kanan bisa ‘dimainkan lagi’ (restart) pada sebelah kiri. Tentu yang dimaksud ‘mainan’ oleh sang desainer adalah yang selain kaos. Apa itu? Disinilah kontekstualisasi-pemaknaan seorang pembaca mulai mengarah pada fungsi kaos yaitu sebagai penutup ‘sesuatu’. Akhirnya ‘sesuatu’ itulah yang ditafsirkan oleh pembaca sebagai ‘mainan’. Mungkin seperti ini pula yang dimaksud oleh sang desainer.

Adapun pada kaos “Surprise”, pembaca melakukan kontekstualisasi-pemaknaan demi mencari makna bahasa visual “Surprise” tersebut, misalnya, jika kaos tersebut bukan merupakan sesuatu yang ‘mencengangkan’ (surprise), tentu sesuatu yang ‘mencengangkan’ (surprise) yang dimaksud oleh sang desainer adalah ‘sesuatu’ yang lainnya. Pembaca sah-sah saja mengaitkannya dengan fungsi kaos sebagai ‘penutup’ untuk mencari kemungkinan maknanya, pembaca menafsiri yang ‘mencengangkan’ adalah sesuatu yang ditutupinya.

Pemaknaan seperti ini, tentu bukan hanya pikiran ‘nakal’ sang pembaca, karena faktanya pemakaian unsur-unsur seks (baca : pornokitsch) pada berbagai media, termasuk fashion, sudah biasa dalam sistem perekonomian yang kapitalistik saat ini. Meminjam istilah Yasraf Amir Piliang (2003), bahwa sistem ekonomi (kini) telah menjelma menjadi semacam libidonomics, sebuah sistem pendistribusian rangsangan, rayuan, kesenangan, dan ‘kegairahan’ -dengan menyuguhkan unsur-unsur sensualitas - didalam masyarakat.

.

Trik Ekonomi Libido

Maraknya penggunaan unsur-unsur seks dan sensualitas pada berbagai komoditas, tidak lepas dari penerapan prinsip ‘estetika komoditas’ (commodity aesthetics). Hal demikian jika terjadi terus menerus menyebabkan terjadinya sensualisai seluruh wajah kehidupan, dan khususunya sensualisasi pikiran. Wajah perekonomian, tidak bisa lepas dari ‘rambahan’ sensualisasi tersebut. Akhirnya kegiatan produksi, distribusi, dan transaksi komoditas (dalam konteks ini adalah kaos atau fashion), secara bersamaan juga dianggap sebagai kegiatan produksi, distribusi, dan transaksi hasrat (desires).

JF. Lyotard mengatakan, sekarang ini, dalam perekonomian yang kapitalistik tengah berkembang sebuah ‘logika hasrat’ (the logics of desire): bahwa lalu lintas perekonomian disertai (dan bahkan sangat ditentukan) oleh lalu lintas hasrat. Bahkan, pertumbuhan ekonomi -menurutnya- sangat ditentukan dari bagaimana hasrat setiap konsumen dirangsang lewat trik-trik sensualitas komoditas.

Oleh karena itu sangat beralasan jika sebuah komoditas yang bernama kaos, juga memuat unsur-unsur seks, unsur-unsur sensualitas, baik bentuk potongannya, jenis bahan/ kainnya, warnanya, dan berbagai aksesorisnya, termasuk pornokitschnya. Demikianlah realitas sebuah kaos tidak bisa lepas dari penerapan prinsip ‘estetika komoditas’, ‘logika hasrat’ dan yang dipengaruhi oleh ‘sensualisasi ekonomi’. Alhasil, bahasa visual “Game Over Restart” dan “Surprise” yang saya sebut diatas adalah pornokitsch, bukan sebentuk ‘pikiran nakal’ semata.

Adanya pornokitsch di kaos yang disengaja oleh sang desainer memaksa konsumen harus lebih pandai dalam memilih kaos yang akan dibeli/dipakai jika tidak ingin ‘terlibat’ dalam medan semiotik pornokitsch yang ada, atau ‘terlibat’ dalam pornografi, dan akhirnya menjadi bahan tertawaan bagi pembaca yang memahaminya. Sayangnya, pornokitsch di kaos tidak semuanya mudah diketahui dengan segera, ada diantaranya yang memerlukan ‘sedikit’ proses berpikir untuk sampai pada pemahaman pornokitsch tersebut, dan baru diketahui maksudnya setelah kaos dipakai.

.

Hidden Pornokitsch

Adakah sebuah bahasa visual di kaos tidak memiliki makna apapun? Jawabnya, tidak ada seorang desainer yang menciptakan sesuatu dengan sia-sia/asal-asalan. Seremeh apapun yang diciptakan oleh seorang desainer tentu ada tujuan, maksud atau maknanya, tetapi tidak semua hal-hal tersebut mudah dipahami oleh awam karena keterbatasan menjangkau ‘alam’ pikiran si desainer. Inilah antara lain kecerdikan seorang desainer, yaitu menyembuyikan sebuah pornokitsch (jika bahasa visual yang disembunyikan bersifat porno). Pornokitsch yang demikian saya sebut the hidden pornokitsch, yaitu pornokitsch yang tersembunyi.

Selain the hidden pornokitsch (yang memerlukan ‘sedikit’ berpikir agar bisa memahaminya), juga terdapat pornokitsch yang sangat mudah ‘dicerna’ dan ‘dipahami’, sehingga dapat segera memberikan efek-efek sensualitas. Pornokitsch yang seperti inilah yang sebenar-benarnya pornokitsch ditinjau dari sisi etimologis, yaitu mudah dipahami, dan karenanya cenderung vulgar. Seperti misalnya, kaos bergambar Sinchan yang tengah memelorot celana kolornya, seraya menunduk melihat ‘sesuatu’ yang semula tertutupi oleh celananya. Atau kaos lain bergambar Sinchan yang tengah bermain holahop tanpa celana. Atau bentuk-bentuk pornokitsch lainnya yang banyak dan mudah kita jumpai di kaos-kaos, baik berupa tulisan, gambar atau berupa bentuk-bentuk grafis tertentu.

.

Menjadi Realitas Paling Indonesia

Akhirnya, jika Anda tidak ingin terlibat dalam medan semiotik pornokitsch di kaos-kaos, Anda mesti hati-hati (baca: pandai) dalam memilah dan memilih kaos yang akan Anda beli/pakai, lebih-lebih terhadap the hidden pornokitsch. Kehati-hatian sangat perlu karena kaos yang memuat pornokitsch sudah sejak lama diproduksi secara massal dan dipasarkan secara luas. Uniknya kaos-kaos semacam ini laris manis diborong oleh ramaja putri, dan entah mereka paham pornokitsch atau tidak, tapi mereka bangga memakainya kendati menjadi medan semiotik pornikitsch. Inilah realitas sosial menggelikan yang Paling Indonesia banget.***

.

[R Masun] 9 Mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun