Sebagian kalangan mungkin sudah pernah mendengar bahwasannya etnis Sunda dilarang menikahi etnis Jawa, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebut sebagai pamali, atau yang dalam bahasa Indonesia berarti 'tidak boleh'. Apabila tetap melanggar peraturan adat tersebut maka hubungan keduanya tidak akan lama atau bisa bertahan tetapi akan banyak cobaan.
Namun siapa sangka bahwasanya peraturan ini lahir disebabkan oleh Mahapatih Amangkubhumi Majapahit Gajah Mada melalui perang Bubat. Sejarawan menilai bahwasanya Perang Bubat merupakan kecelakaan sejarah. Perang Bubat merupakan perang antara keluarga kerajaan Galuh Sunda dengan pasukan Bekel Jaka Mada atau Patih Gajah Mada.Â
Latarbelakang terjadinya Perang Bubat adalah keinginan Gajah Mada untuk menaklukkan wilayah Sunda menjadi bawahan Majapahit. Merunut kebelakang kerajaan Sunda yang dipimpin oleh seorang raja bernama Maharaja Lingga Buanawisesa. Awal kisah dimulai dari Hayam Wuruk raja ke-4 Majapahit yang ingin mencari seorang permaisuri, raja menitahkan juru gambar untuk menggambar wajah putri-putri negara bawahan dan tetangga.Â
Tak ada satupun hasil yang membuat raja merasa senang. Lalu raja mendengar bahwasannya ada seorang putri cantik dari Kerajaan Sunda yang bernama Dyah Pitaloka Citraresmi putri Maharaja Lingga Buanawisesa yang kecantikannya tersohor hingga kemana-mana. Sang Raja mengutus juru gambar untuk menggambar wajah putri yang tersohor itu.Â
Berbeda dengan niat Gajah Mada yang ingin menyatukan Sunda menjadi wilayah Majapahit, dirinya menyusupkan beberapa orang kepercayaannya bersama dengan juru gambar tersebut. Orang-orang tersebut ialah Gajah Enggon, Ma Panji Elam, Pu Kapasa, Pu Menur, dan Pu Kapat. Sesampainya di Sunda orang suruhan itu menyampaikan pesan Gajah Mada supaya Sunda secepatnya menyerahkan diri pada Majapahit.Â
Setelah misi selesai rombongan itu pulang ke Majapahit dan Hayam Wuruk tertarik pada sang putri Sunda dan berniat meminangnya. Tuan Anepaken diberi titah raja Hayam Wuruk untuk memberikan surat pada raja Sunda yang berupa lamaran kepada putri Dyah Pitaloka Citraresmi. Dan menyampaikan pula acara pernikahannya diadakan di ibukota Majapahit.Â
Maharaja Lingga Buanawisesa menerima lamaran Hayam Wuruk dan segera mempersiapkan putrinya dan beberapa bangsawan istana bertolak menuju Majapahit. Pada saat dipantai air laut berwarna merah darah, yang berarti rombongan raja tidak akan pulang kembali ke Sunda, namun sang raja tidak memperdulikannya.Â
Sesampainya di Bubat, daerah bawahan Majapahit datang seorang utusan Gajah Mada menghadap Lingga Buanawisesa. Dirinya menyampaikan pesan bahwa agar secepatnya Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan pada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda atas Majapahit. Maharaja Lingga Buanawisesa merasa dirinya dikhianati.Â
Singkat cerita rombongan keluarga Maharaja Lingga Buanawisesa bertempur dengan pasukan Gajah Mada di Bubat. Karena kurangnya persiapan pasukan Sunda dapat diluluh-lantakkan oleh Gajah Mada. Maharaja Lingga Buanawisesa tewas di medan perang dengan beberapa abdinya, mengetahui sang ayah tewas Dyah Pitaloka Citraresmi bunuh diri di Bubat.Â
Mengetahui kejadian ini Hayam Wuruk merasa sangat menyesal dan mengutus Darmadyaksa dari Bali untuk meminta maaf pada Patih Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjabat sebagai raja Sunda sementara. Darmadyaksa juga menyebutkan bahwa peristiwa tersebut akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana.Â
Setelah itu Hayam Wuruk melaksanakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang tewas. Dan pasca perang Bubat pula hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Dikalangan kerajaan Sunda diberlakukan peraturan 'esti larangan ti kaluaran' yang salah satu isinya berupa dilarang menikah dengan luar kerabat Sunda atau pihak timur kerajaan Majapahit.Â
Hingga sekarang kecelakaan sejarah ini dikenang oleh warga Jawa Barat dengan menolak nama Gajah Mada dan Hayam Wuruk untuk dijadikan nama jalannya.Â
Kisah ini diambil dari buku Sri Wintala Achmad yang berjudul "Sejarah Raja-raja Majapahit"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H