Mohon tunggu...
Thanthowy Syamsuddin
Thanthowy Syamsuddin Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa dengan idealisme dan cita-cita

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jakarta

27 Juli 2013   20:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:57 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bro sis, gw pengen cerita tentang Jakarta.
Kota yang (katanya) menjanjikan surga
tapi separuh isinya neraka.

Kalau sempat berkelana malam
susuri jalanan timur barat, utara selatan.
Di Jatinegara anak delapan tahun mengais tumpukan sampah
mencari penebus lauk tiga ribu rupiah.
Sedang para milyardernya berpesta pora bagi bagi uang dividen di restoran bintang lima.

Di Plumpang, beberapa sopir kontainer menunggu antrean pemberangkatan
sembari muntah karena mabok arak oplosan.
Di Kemang, anak muda umur dua puluhan, teler karena bir impor, keenakan.
Sedang ada gelandangan yang sekedar minum bocoran air tandon, sambil mengucap terima kasih sebisanya ke Tuhan.

Kalau kalian lewat Pasar Rumput sampai Sudirman, tengoklah bawah kolong jembatan sepanjang banjir kanal.
Anak Ibu Bapak berpelukan cari aman dari dingin malam.
Sedang Anak Ibu Bapak yang lain pisah rumah, sibuk dengan dunianya, berpelukan entah dengan siapanya.

Ada yang mencoba menyuarakan syariat di dunia sebelah, twitter. Di-bully abis-abisan oleh para sipilis.
Sedang sehari sebelumnya, para sipilis jual beli syahwat di dunia yang sama. Yang teriak syariat, sepi suara.

Dini hari pukul tiga, Pasar Minggu ramai disesaki pedagang.
Ada juga yang baru pulang kantor dari Thamrin.
Lembur, cari yang halal.
Sedang para pencari haram, bisa ditemukan berjejer paha di Kemayoran. Atau sebagian dilindungi aparat, di hotel-hotel Grogol dan lainnya. Mau murah, mau mahal, yang haram juga bertingkat-tingkat kelasnya.

Semua jenis judi bisa kita temuin di Mangga Dua, receh ataupun pakai cek.
Semua bentuk kebusukan politik hukum tersedia di Senayan atau gedung Kementerian.
Sebagian atau seluruhnya, masih ditambah kebodohan kita yang tutup mata telinga dan hati.

Lalu apa yang mau dikata tentang Jakarta?
Bejatnya setengah gila atau memang gila.
Tapi beberapa manusia masih berharap ampunan dan kekuatan Tuhannya, menengadah di sepertiga malam.
Siang hari merubah semampunya, malam hari berdoa sekuatnya.
Setidaknya ternyata Jakarta masih menjadi surga bagi segelintirnya.

Depok, 24 Juli 2013, 04.08 WIB.
Tulisan paling sarkas yang pernah gw bikin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun