Mohon tunggu...
Tri Agus Iriandono
Tri Agus Iriandono Mohon Tunggu... -

pemerhati pendidikan, lingkungan, humaniora, dan sosiala

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Revolusi Mental Seperti Apa?

15 Agustus 2014   19:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:28 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Realita.

Presiden terpilih (2014-2019) JokowiJK saat kampanye menekankan adanya Revolusi mental bagi seluruh rakyat Indonesia. Banyak kalangan menyambut dan mendukungnya. Memang semua mengakui, secara kasat mata mental/moral bangsa kita telah rusak parah sampai pada titik nadir. Merosotnya mental moral bangsa kita tergambar sbb: Korupsi yang terstruktur-sistematis-masif (alias TSM, pinjam istilah dari prabowo saat di MK); mental mental rapuh mudah mengeluh; konsumtif tidak produktif; kurang sportif (hanya mau menang tidak mau kalah); tidak percaya diri jika tampil sendiri alias berani jika keroyokan; munafik; mudah dihasut diadu domba; pejabat yang sok berkuasa minta dilayani tidak mau melayani; egois mau menang dan enaknya sendiri; tidak perduli terhadap lingkungan; berpikir pragmatis tidak mampu berpikir secara holistik; dll.

Benang sudah kusut. Siapa yang sanggup mengurai? Harus dibenahi dari mana? Presiden Joko Widodo telah menemukan kata kuncinya: Pendidikan. Berbicara tentang pendidikan tidak lepas dari sistem pendidikan dan kurikulumnya. Fakta tragis dunia pendidikan yang terjadi di Indonesia selama ini, antara lain: (1)Produk manusia terdidik baru dalam tataran teoritis. Sarjana teoritis, juara Olimpiade Sains teoritis, UN nasional untuk teori. Akibatnya, SDM bangsa kita sangat rendah, karena hanya menguasai teori. (2) Jumlah pelajaran terlalu banyak dan dangkal. Akibatnya, masyarakat kita terpola menjadi "tahu banyak tapi dangkal", alias tidak mendalam, tidak bisa menjadi ahli. (3) UN - Ujian Nasional terbukti menjadi ajang bancakan uang rakyat, merusak mental moral murid, guru, orangtua, dan pejabat dengan mencuri soal dan menggandakan kunci jawaban secara berjamaah. (4)Pemerintah setengah hati untuk meningkatakan kesejahteraan guru. Betapa tidak, tunjangan profersi guru tersertifikasi diberikan jika guru memenuhi syarat 24jam mengajar per minggu. Trilyunan rupiah jatah untuk guru mengendap di Bank, karena banyak guru yang tidak lolos syarat tersebut.

Kita menunggu karya rerolusi mental dari presiden Joko Widodo, demi Indonesia maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun