Mohon tunggu...
Thania Elisabeth Wahyudi
Thania Elisabeth Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik kelautan ITS

Berkembang di bidang pantai dan lepas pantai.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dilema Konsumsi Garam di Indonesia

16 Juni 2024   00:12 Diperbarui: 16 Juni 2024   00:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, dengan keanekaragaman budaya yang tersebar di seluruh penjuru kepulauan, memiliki variasi masakan yang sangat beragam. Salah satu ciri khas dari masakan Indonesia adalah rasa gurih dan kuat yang berasal dari tingginya konsumsi garam dan rempah oleh masyarakat. Tingginya konsumsi garam ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari 10 negara pengimpor garam terbesar di dunia pada tahun 2021. Pada tahun 2020, kebutuhan garam di Indonesia mencapai 4,5 juta ton, dengan 2,6 juta ton-nya dipenuhi melalui impor dari negara lain, terutama Australia, India, dan Selandia Baru.

Mengapa Indonesia Masih Mengimpor Garam?

Secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan dengan salah satu garis pantai terpanjang di dunia. Teori sederhana akan mengindikasikan bahwa negara dengan pantai sepanjang itu seharusnya mampu memproduksi garam yang cukup untuk kebutuhan sendiri. Namun, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Impor garam tetap dilakukan karena produksi garam lokal belum mampu memenuhi standar dan kuantitas yang dibutuhkan. Beberapa publikasi ilmiah menunjukkan bahwa kandungan garam di Indonesia masih di bawah standar yang diperlukan. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga, Mochammad Amin Alamsjah, mengungkapkan bahwa meski air laut Indonesia dapat diolah menjadi garam melalui proses penguapan, kualitasnya belum memenuhi standar untuk mengurangi ketergantungan pada garam impor.

unair.ac.id
unair.ac.id

Kualitas Garam Produksi Lokal

Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan bahwa garam konsumsi harus memiliki kandungan NaCl sebesar 94%, dan untuk garam industri sebesar 99%. Garam yang diproduksi oleh produsen lokal di Indonesia hanya mencapai 80-90% NaCl. Selain itu, produksi garam lokal harus melalui proses fortifikasi agar layak dikonsumsi dan memenuhi standar. Pada musim hujan, kandungan air laut yang akan diolah menjadi garam semakin dipenuhi oleh air dan mineral pengotor lainnya, sehingga hasil produksinya mengandung NaCl yang lebih rendah.

Selain kandungan NaCl, SNI juga mensyaratkan bahwa garam konsumsi harus mengandung yodium. Yodium adalah mineral penting yang berfungsi mencegah penyakit tiroid dan mendukung pertumbuhan otak manusia. Garam lokal Indonesia tidak mengandung yodium secara alami sehingga harus difortifikasi. Meskipun garam tanpa yodium tetap aman untuk dikonsumsi, masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan garam sebagai sumber yodium, sehingga garam tanpa yodium dianggap aneh.

Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Garam

Amin mengungkapkan bahwa garam produksi perairan lokal Indonesia dapat diolah agar sesuai dengan SNI melalui inovasi fisika, kimia, dan biologi. Namun, proses ini membutuhkan biaya yang tinggi dan dapat mempengaruhi harga garam di pasaran dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peran penting untuk mengawal pengembangan produksi garam lokal.

Pemerintah harus memberikan kebijakan dan insentif yang jelas untuk mendorong produksi garam lokal. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan masyarakat terhadap penggunaan produk garam dalam negeri. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan kebijakan perdagangan tetapi juga dengan pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mendukung produk lokal.

replubika.id
replubika.id

Tantangan Produksi Garam Lokal

Salah satu tantangan utama dalam produksi garam lokal adalah kondisi cuaca. Musim hujan yang panjang dapat menghambat proses produksi garam karena tingginya kadar air dan kontaminan lain dalam air laut. Ini mengurangi kualitas garam yang dihasilkan dan membuatnya tidak memenuhi standar yang dibutuhkan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi yang dapat membantu proses produksi garam di musim hujan agar kualitas dan kuantitas tetap terjaga.

Selain itu, infrastruktur juga menjadi kendala dalam produksi garam lokal. Banyak produsen garam lokal yang masih menggunakan metode tradisional yang kurang efisien dan tidak dapat menghasilkan garam dengan kualitas tinggi. Pemerintah perlu menyediakan dukungan dalam bentuk pelatihan dan penyediaan teknologi modern yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam lokal.

Implikasi Ekonomi dan Kesehatan

Ketergantungan pada garam impor memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Setiap tahun, Indonesia mengeluarkan jumlah yang besar untuk impor garam yang seharusnya dapat dihemat jika produksi lokal dapat ditingkatkan. Selain itu, harga garam impor yang tinggi dapat mempengaruhi harga makanan dan produk lainnya yang menggunakan garam sebagai bahan baku.

Dari segi kesehatan, garam yang tidak memenuhi standar yodium dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit tiroid. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa garam yang dikonsumsi masyarakat memenuhi standar yang telah ditetapkan untuk mencegah masalah kesehatan di masa depan.

Langkah-Langkah Strategis

Untuk mengatasi dilema konsumsi garam di Indonesia, beberapa langkah strategis dapat diambil, antara lain:

  • Peningkatan Teknologi Produksi: Pemerintah dan pihak swasta perlu berinvestasi dalam teknologi produksi garam yang lebih efisien dan modern untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam lokal.
  • Pelatihan dan Pendidikan: Memberikan pelatihan kepada produsen garam lokal mengenai metode produksi yang baik dan benar serta pentingnya memenuhi standar kualitas.
  • Pengembangan Infrastruktur: Meningkatkan infrastruktur di daerah penghasil garam untuk mendukung proses produksi dan distribusi yang lebih baik.
  • Kebijakan Insentif: Memberikan insentif kepada produsen garam lokal dalam bentuk subsidi, pengurangan pajak, atau bantuan finansial untuk meningkatkan produksi.
  • Kampanye Sosialisasi: Melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan produk garam lokal dan mendukung produsen dalam negeri.
  • Fortifikasi Garam: Mengembangkan teknologi fortifikasi yang lebih efisien dan terjangkau untuk menambah kandungan yodium pada garam lokal sehingga memenuhi standar SNI.

Penutup

Dilema konsumsi garam di Indonesia adalah masalah yang kompleks yang melibatkan berbagai aspek, termasuk produksi, kualitas, ekonomi, dan kesehatan. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, produsen garam lokal, dan masyarakat. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada garam impor dan meningkatkan produksi garam lokal yang berkualitas. Hal ini tidak hanya akan menghemat biaya impor tetapi juga meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun