Meskipun konsep Catur Murti dikembangkan pada awal abad ke-20, namun relevansi gagasan ini tetap terasa hingga saat ini. Dalam era yang semakin kompleks dan dinamis, kepemimpinan yang berkarakter, visioner, dan kolaboratif menjadi semakin penting. Beberapa poin penting yang dapat kita ambil dari pemikiran Sosrokartono adalah:
- Kepemimpinan bukan hanya tentang posisi, tetapi juga tentang pengaruh.
- Pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi.
- Pemimpin harus mampu menginspirasi orang lain.
- Pemimpin harus mampu mengelola perubahan.
pemahaman mendalam tentang "Roh" atau "Mental"
- Pluralitas Makna: Teks ini menekankan bahwa istilah "roh" atau "mental" memiliki makna yang sangat luas dan beragam. Bukan hanya sebatas semangat atau jiwa, tetapi juga mencakup aspek rasionalitas, kesadaran, dan bahkan konsep filosofis seperti Weltgeist (roh dunia) yang dikemukakan oleh Hegel.
- Keterkaitan dengan Jawa Kuna: Istilah "kasunyatan" atau "kenyataan" yang digunakan dalam Jawa Kuna menunjukkan adanya akar historis dalam pemahaman tentang "roh" atau "mental" ini.
makna "Jawa" yang Lebih Luas
- Memahami dengan Mata Batin: "Jawa" tidak hanya merujuk pada suatu suku bangsa, tetapi lebih kepada cara pandang atau cara hidup yang melibatkan pemahaman mendalam, tidak hanya dengan akal, tetapi juga dengan intuisi atau "mata batin".
- Internalisasi dalam Tindakan: Menjadi "Jawa" bukanlah sekadar identitas etnis, melainkan sebuah praktik hidup yang diinternalisasi dalam setiap tindakan dan perilaku.
- Universalitas: Teks ini menegaskan bahwa "Jawa" bukanlah konsep yang eksklusif untuk suatu suku tertentu. Siapa pun, dari suku mana pun, dapat mengadopsi cara hidup Jawa jika mereka memahami dan mengamalkan nilai-nilainya.
- Perjalanan Empat Tahap: Filsafat Jawa menggambarkan perjalanan spiritual sebagai proses yang terdiri dari empat tahap utama. Tahap-tahap ini dapat dianalogikan dengan arah mata angin pada kompas.
- Syariat, Tarekat, Hakikat, Makrifat: Istilah-istilah ini merujuk pada tahapan-tahapan dalam membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Syariat berkaitan dengan hukum dan aturan, tarekat berkaitan dengan latihan spiritual, hakikat berkaitan dengan pemahaman yang mendalam, dan makrifat berkaitan dengan penyatuan dengan Tuhan.
- Laku Raga, Laku Budi, Laku Manah, Laku Rasa: Istilah-istilah ini lebih spesifik merujuk pada praktik-praktik spiritual yang melibatkan penyucian raga (tubuh), budi (perasaan), manah (pikiran), dan rasa (intuisi).
- Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa, Sembah Rasa: Istilah ini menekankan pada penghormatan atau penyembahan terhadap aspek-aspek tertentu dalam diri manusia.
makna lebih dalam
- Holistik: Filsafat Jawa menekankan pada pengembangan seluruh aspek diri manusia secara seimbang.
- Proses Berkelanjutan: Perjalanan spiritual bukanlah tujuan akhir, melainkan proses yang terus menerus dan dinamis.
- Relativitas: Makna dari setiap tahap dan istilah dapat bervariasi tergantung pada tradisi dan guru spiritual yang berbeda.
- Keterhubungan dengan Alam: Kompas sebagai simbol menunjukkan hubungan antara manusia dengan alam semesta.
metafora mandor "klungsu" (biji pohon asem Jawa):
- Mandor: Seorang pemimpin atau pengawas dalam suatu pekerjaan.
- Klungsu: Biji pohon asam Jawa, yang memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pohon yang besar dan bermanfaat.
- Makna: Metafora ini menggambarkan seorang pemimpin yang tidak menganggap dirinya sebagai pemilik atas apa yang dipimpinnya, melainkan sebagai pelayan atau pengurus. Seorang pemimpin yang sejati adalah mereka yang loyal pada tujuan yang lebih besar (Tuhan atau "Tuan"), menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, dan akhirnya menyerahkan hasil kerja kepada Sang Pencipta.
metafora joko pering:
- Joko: Simbol pemuda, semangat muda, dan gairah yang murni.
- Pering: Bambu, yang memiliki banyak jenis dan tumbuh secara berkelompok. Bambu juga sering dikaitkan dengan kesederhanaan, kekuatan, dan fleksibilitas.
- Makna: Metafora ini menggambarkan manusia sebagai individu yang unik namun pada dasarnya memiliki kesamaan martabat. Seperti bambu yang tumbuh berkelompok namun tetap memiliki karakteristik masing-masing, manusia juga memiliki keunikan namun tetap bersatu dalam kemanusiaan. "Pertapan Pringgodhani" merujuk pada tempat pertapaan yang terbuat dari bambu, melambangkan kesederhanaan dan kehidupan spiritual.
kedua metafora ini menggambarkan pandangan filosofis Sosrokartono tentang kepemimpinan, manusia, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Sosrokartono menekankan pentingnya:
- Kerendahan hati: Seorang pemimpin harus menyadari bahwa dirinya hanyalah pelayan dan bukan pemilik.
- Loyalitas: Pemimpin harus setia pada tujuan yang lebih besar dan menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab.
- Kesederhanaan: Manusia harus hidup sederhana dan tidak sombong.
- Kesatuan: Semua manusia pada dasarnya sama dan memiliki martabat yang sama.
- Spiritualitas: Hubungan dengan Tuhan adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!