Sekitar pukul 02.43 wita, Andi Herry Iskandar, juga kemanakan, keluar di teras yang dijaga dua prajurit TNI bersenjata lenkap.''siapa yang mau mengaji untuk jendral,ayo masuk?''
Tujuh orang yang membacakan ayat suci al-Quran, di hadapan jenazah yang ditempatkan di sebuah ranjang kayu dari jati yang pas seukuran dengan tinggi badannya. Saya juga termasuk yang dapat kesempatan membacakan 6 juz Alquran. Saya hanya berjarak sedepah dari jenazah sang jenderak para prajurit itu.
Sementara ibu Elly duduk di sebuah kursi di bagain timur jenazah. Selama hampir sekitar dua juz bacaan al Quran, ny elly duduk seperti orang bertafakkur.
Sesekali dia menatap ke jenazah sang suami yang kira-kira berjarak lima depah di depannya.
Tak ada air mata. Ny Elly bahkan terlihat seperti sedang membaca ayat-ayat surah yasin yang ditulis dengan kaligrafi putih di kain hijau yang menutupi bagian atas jenazah suaminya.
Beberapa kemanakan, kerabat, adik yang coba duduk didekatnya seperti hanya bayangan. Tak digubris.
Pukul 04.15 adzan subhu samar-samar terdengar. Suara itu dari sebuah esjid di Jl Gunung Merapi, tepat di belakang rumah sang jendreel. Sekitar dua helatan nafas, Ibu Elly beranjak dari tempat duduknya. Dia menatap jenazah sejenak, lalu berjalan pelan
Tak lupa dia mengambil sebuah kaleng semprot nyamuk warna biru tua di dekat gorden.berjalan menunduk masuk ke kamar di mana suaminya menghembuskan nafas terakhir
‘'Itulah yang biasa dilakukan ibu sebelum tidur,'' kata seorang pria yang tinggal di rumah Jl Sungai Katangka tu selama tiga tahun.(thamzil thahir)]
*) tulisan ini dimuat di harian Tribun Timur edisi 10 September 2004
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H