Ketika Guru Ngaji Menjewer Kupingku,
Catatan Thamrin Dahlan
Ketika guru ngaji menjewer kupingku, rasanya dunia ini kiamat. Aku berdusta, itu saja salahku. Aku berdusta tidak mengaji sore itu karena diajak teman teman mandi. Boedak seumuranku tidak syah menjadi warga teladan Tempino bila belum pernah mandi di kolam Pak Kasim
Alasan ke guru ngaji
"Tuan Guru aku sakit."
Inilah kebohongan pertama dalam hidupku. Akhirnya Tuan Guru mengetahui kelakuan burukku. Beliau marah besar kemudian menghukumku.
" Berdusta adalah suatu kenistaan"
Hukuman di pukul pakai rotan. kaki bukan badan atau kepala. Sakitnya bukan main, 5 pecutan rotan itu menyetuh sanubari ku. Inilah hukuman badan yang berlaku di tempatku mengaji. Dipukul karena bersalah agar kapok tidak berbuat kesalahan lagi.
Teman teman sepengajian menyaksikan. Hukuman adalah suatu metode pegajaran dengan tujuan ada efek jera. Bukan karena benci Tuan Guru kepada ku dan teman teman. Namun lebih jauh dari itu belajar mengaji sejak kecil harus ditanamkan nilai nilai kejujuran.
" Anak anak ku kejujuran adalah nilai paling tinggi dan mulia dalam pejalanan kehidupan"