Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Potret Kehidupan] Manusia Perak

18 Februari 2020   16:20 Diperbarui: 18 Februari 2020   16:37 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tiga orang saudara sebangsa setanah air bertubuh penuh cat warna perak sedang duduk ditepi kali Cipinang. Dua orang anak muda masih memakai baju sedang satu orang lagi bertelanjang dada. Rambutpun ikut diwarnai sesuai dengan tema perak.

Agak aneh juga berjumpa dengan manusia silver di perkampungan. Biasanya mereka banyak berkumpul di kwasan wisata Kota Tua.

Awak kebetulan lewat di rute perjalanan harian segera menyapa

"Assalamualaikum"

Disertai senyum selebar telinga.

Hebat secara serentak tanpa dikomandoi mereka menjawab

"Waalaikumussalam"

Kami berjabat tangan dan awak mohon izin mengambil foto. Sebelumnya sesuai adab dan adat istiadat awak memberikan apresiasi kepada pekerja seni sejumput dana untuk makan siang.

Tampaknya mereka sedang istirahat sebelum manggung di depan publik. Manggung untuk mendapatkan apresiasi warga dalam bentuk sedikit uang. Itulah pekerjaan seni. Dalam keadaan silver seluruh tubuh mereka biasanya melakonkan patung

Petung yang tentunya sesuai namanya tidak bergerak sama sekali. Bernapas sih boleh teta[i anak anak muda ini mampu berdiri atau jongkok diam sediammnya patanpa bergerak sedikitpun.selama berjam jam. Luar biasa.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Inilah potret kehidupan anak muda metropolitan Jakarta. Secara pribadi saya angkat tangan hormat atas kreasi seni mereka. Pekerjaan halal, tidak membuat gaduh apalagi keributan. Warga cukup nyaman berada di sekitar pekerja seni patung perak.

Tak sempat pula bertanya dimana mereka bermukim. Dilihat dari tampilan bisa jadi anak anak muda pekerja seni ini nomaden. Berpindah pindah tempat kemana badan dibawa seantero Ibukota. Bukan membawa nasib tetapi nasib ini wajib diubnah melalui usaha seni.

Mungkin pekerjaan me;akonkan patung seriba basa tidak bisa dijadikan pekerjaan pokok sampai pensiun. Repot setiap hai harus berlumuran cat dan kemudia bagaiman pula cara memberihkan diri. Pasti sehenis minyak apatu apalah namanya agar badan bisa bersih sepertia kulit warga lainnya.

Awak pikir mereka memiliki komunitas tersendiri. Ada pendidikan alama dalam pembelajarabn dari alam. Satu hal tak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah bagian tak terpisahkan dari kota yang sangat sibuk ini. Apakah ada pembinaan dari pihak pemerintah berkuasa itulah yang menajdi pertanyaan besar.

BHP, 180220
Salamsalaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun