DOKPRI
Mendengarkan dan menyaksikan secara lansung testimoni mantan pengikut ISIS berkecamuk beragam rasa. Febri Ramdani demikian nama seorang Warga Negara Republik Indonesia mengaku sebagai mantan pengikut ISIS mengabadikan pengalaman pada sebuah buku setebal 400 halaman lebih.
Buku itu bertajuk 300 Hari di Bumi Syam (perjalanan seorang mantan pengikut ISIS). Bedah buku diselenggarakan  Program Studi Kajian Timur Tengah Pasca Sarjana Universitas Indonesia Selasa 11 Februari 2020 di Gedung IASTH UI Kampus Salemba.
Peserta acara bedah buku cukup ramai melebihi kapasitas tempat duduk. Bisa jadi kosa kata ISIS yang kini viral membuat saya tertarik dan mungkin demikian pula dengan pengunjung lain yang datang dari berbagai latar belakang.
Penulis mengaku pergi ke Syria untuk menemui dan menjemput 12 orang keluarga yang terlebih dulu bergabung dengan kelompok ISIS. Â Itulah motivasi yang terungkap jauh dari perkiraan khalayak berupa motif kesejahteraan bukan karena Agama apalagi Ideologi..
12 orang keluarga Febri anatara lain Ibu dan Ayahnya pergi berangkat ke luar negeri lebih tertarik kepada provokasi atau  janji janji akan mendapatkan kesejahteraan hidup dan kehidupan lebih baik disana.  Ternyata apa yang ditemukan dan dirasakan jauh dari harapan.Â
300 hari berada di kawasan konflik, Penulis merasakan pernah di penjara selama beberapa bulan. Selain itu menyaksikan para pengikut ISIS dalam konndisi berbagai  macam penderitaan di tengah berkecamukan perang yang tidak mereka diperkirakan sebelumnya.
Pembahas buku Yon Mahmudi, Ph.D Ka Prodi KTTI dan M. Syauqilla, Ph.D Ka Prodi Terorist dan Pakar Timur Tengah pada umumnya mengapresiasi isi buku. Catatan pembahas antara lain menyayangkan kenapa tidak terdapat dokumentasi foto dalam buku guna menguatkan alibi pengalaman penulis.
Selain itu ditilik dari latar belakang penulis dengan pemahaman agama islam tidak terlalu fanatik maka bisa dikatakan dia bisa kembali lagi ke tanah air adalah satu keberuntungan sehingga berhasil menulis pengalaman. Febi telah mengikuti Program Deradikalisasi oleh  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).