Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengunyah Sirih, Kenapa Tidak?

4 Februari 2020   19:36 Diperbarui: 4 Februari 2020   22:02 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejatinya sirih mempunyai kenangan sendiri bagi keluarga besar kami. Sejak kecil di kampung halaman Tempino Jambi, daun sirih merupakan salah satu hasil kebun. Mak dan Bapak menanam sirih dalam artian tumbuhan merambat ini memeluk batang pohon apa saja.

Setiap hari Senin dan Kamis sore Bapak menjuluk daun sirih. Saya bersama adik Muhammad Yahya memungut daun sirih yang berjatuhan di rerumputan. Ada beberapa pohon yang di ditumbuhi sirih maka cukuplah untuk ditapikan dan dijual.

Malam hari setelah shalat Isya bersama Mak dan saudara saudaraku lainnya kami mulai membersihkan atau me-lap daun sirih. Kemudian dirapikan dalam artian dilipat sesuai dengan besar kecil daun sirih. Setelah itu diikat maka jadilah bahan dagangan untuk di jual Mamak di pasar atau kalangan.

Mak sendiri tidak menyirih. Mak seorang saudagar  berjualan antar kampong sebelah. Hari Selasa berniaga di Tanjung Pauh atau Pal 32 ke arah Padang sedangkan hari Kamis ke arah Palembang dusun bernama Sungai Landai. Daun sirih merupakan salah satu saja dari dagangan Mamak dan Uda Buyung.

Jualan sirih Mamak laris bersebab hanya kamilah yang menjual sirih dari kebon sendiri. Tidak ada pedagang lain menjual bahan dagangan yang disukai kaum wanita terutama nenek nenek. Menyirih itulah kebiasaan orang oramg tua dahulu. Sirih  dicampur dengan buah pinang sehingga gigi tetua wanita itu terlihat kemerahan.

kebonkuu-5e396aac097f3623c5038d72.jpg
kebonkuu-5e396aac097f3623c5038d72.jpg
dokumentasi pribadi

Nah hari ini Selasa 4 Februari 2020 saya membeli daun sirih di Pasar Kramatjati Jakarta Timur. Serta merta teringat kisah lama berjualan sirih. Harga daun sirih hijau Rp. 5000,- seikat. Kira kira 30 lembar. Entah mengapa akhir akhir ini awak suka sekali mengunyah dedauan. Kebetulan di halaman rumah ada daun salam.

Itulah sebabnya setiap pagi selembar daun salam di kunyah setelah di cuci bersih terlebih dulu. Nah mulai hari ini Selasa 11 Jumadil Akhir 1441 H daun sirih akan menemani daun salam . Sudah terniat menanam sirih, mudah mudahan daun sirih yang dibeli bisa juga menjadi bagian dati tetumbuhan di halaman belakang rumah.

Setelah daun sirih dicuci bersih bersih dibawah air mengalir maka saya mulai mengunyah .  Selembar daun dulu. Ada rasa nostalgia terkait aroma daun sirih . Agak menggingit sedikit di di ujung lidah.  Mudah mudahan percampularn antar air liur (saliva) dengan dedaunan segar ini  memberikan rangsangan tertentu bagi hormon tubuh guna kesehatan raga.

Sirih juga merupakan bagian dari budaya di negeri melayu. Biasanya sirih dijadikan primadona untuk menerima tetamu kehormatan.  Para penari mempersembahkan sirih dan pinag serta kelengkapan lainnya untuk dicicipi oleh tamu.

Demikian pula dengan adat istiadat lamar melamar. Sirih menjadi pembuka jalan untuk melancarkan prosesi mempersatukan  dua keluarga. Saya acap pula menjadi juru bicara dan terbiasa pula menggigit daun sirih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun